Jumat, 23 Juni 2017

Lirik Zaman

Tak elok menyalahkan waktu pada nasib. Hanya saja, ini semacam mengalah pada keadaan. Bukan berarti kalah. Hanya mengulur waktu demi kemenangan. Tak usah telak, merasa yang paling tertahan. Karena memang apalah daya, sendiri tak begitu meyakinkan.

Lelah penat menghapus lelah jiwa, bukan. Lelah raga memantikkan semangat jiwa untuk berusaha bahwa kelak kan datang waktunya. Tinggal menunggu waktu.

Dan itu terabaikan dalam lirik zaman. Sekali-kali jangan. Tetaplah dengan tegar menghadapi bahkan hal sesulit yang bisa terjadi. Ke depan, entah apapun itu. Berusaha tetap berpikiran dan terbangkan angan jauh ke depan.

Meyakinkan hati. Tegar. Bahwasanya sendiri bukan berarti sepi. Banyak bukan berarti semarak. Tinggal bagaimana menyikapi. Itu saja.

Kehilangan

Tahukah kalian, tentang merencanakan kehilangan? Yaitu menyia-nyiakan waktu yang ada. Padahal sudah jelas di depan bintik bola matanya, waktunya tak lagi banyak. Hanya sebulan. Dan itu sempurna sudah terlewatkan. Tak tercapai targetan yang sudah dicanangkan. Entah bila akan datang, di tahun mendatang.

Kehilangan. Sebentar lagi hilang dari pandangan. Saat aku benar2 menyia-nyiakan waktu. Tak tahu. Entah kenapa semua terasa begitu ambang. Tiada rasa yang tak terperikan. Bagiku, ini sama saja seperti bulan-bulan belakang.

Kehilangan. Akankah tahun depan kan kutemui dia kembali? Saat-saat indah ini, meraup pahala sebesar mungkin, tapi akankah itu terjadi?

Kehilangan dan kehilangan yang terencana di alam bawah sadar. Akan ia menjadi momok yang kan terulang di masa depan?

Senin, 19 Juni 2017

Call

Bersahut-sahutanlah pagi ini. Kabar baik sekaligus duka, bagiku. Merasakan, entah tidak. Berbahagia, kadang lara. Bukan, bukan sekali2 itu maksudku. Hanya saja, ini sungguh belum tersentuh sekalipun.

Terserah saja, memaknai dalam apa. Bahasa yang sulit terucap. Rasa yang sulit tersampaikan. Bahkan kata yang tak terduga hanya terdiam membisu.

Baik baik saja, aku. Masih diam dalam penantian, berharap saja ada yang ada. Meski kadang kubiarkan hati berkata mana.

Bukan, bukan sedih hati menyapa pagi. Hanya saja senyawa ini bercampur baur di hati. Antara bahagia, atau malah nestapa. Tentang penantian yang entah sampai kapan, tentang pertanyaan yang terselubung, tentang rasa yang telah hilang, dan usaha yang tiada tampak.