Kamis, 20 Oktober 2011

KEMBALI KEPADA KEMURNIAN DA’WAH



Berbicara mengenai kemurnian da’wah, jelas tidak lepas dari ta’shil Da’awi. Ta’shil Da’awi artinya (orisinilitas da’wah) adalah menjaga kemurnian atau keaslian da’wah. Da’wah harus dijaga dan dipelihara agar tetap kuat dan kokoh berada di pijakannya. Aktivis da’wahlah yang akan menjaga kemurnian serta orisinalitas dari da’wah dengan para mempersiapkan para kader yang mumpuni. . Karenanya kader dan aktivis perlu memperhatikan hal – hal yang prinsip dalam Ta’shil Da’awi sehingga asholah da’wah tetap menjaga.

Adapun prinsipnya, antara lain:

1. Ta’shil Syar’i (kemurnian syariat). Kader dan aktifis harus kembali kepada kemurnian dan keutuhan syariat. Tidak ada fiquh da’wah tanpa fiquh syari’ah, karenanya ruang lingkup gerak da’wah harus berada dalam bingkai syari’at. Jadi, ketika kita bicara tentang syariat tidak lebih pada Ahkamul khomsah (hukum yang lima), yaitu halal, haram, wajib, makruh, dan sunnah yang harus dipahami dan diamalkan oleh setiap kader dan aktivis. Fiquh Aulawiyah Syari’ah (skala prioritas dalam syari’ah), dengan sikap yang haram (tinggalkan), mubah (pilih sesuai dengan kemaslahatan), makruh (hindari), sunnah (tingkatkan). Jadi dahulukan mana yang penting, serta mendesak.

2. Ta’shil Al Fikri (keaslian fikroh). Kader dan aktivis harus menjaga kemurnian dan orisinilitas fikroh, konsep atau manhaj. Jadi, ketika kader dan aktivis hendak berpikir, mengemukakan wacana, berpendapat, menelurkan ide serta gagasan, maka harus berlandaskan Al Qur’an dan sunnah Rasul, bukan sekedar beropini atau berbicara tanpa punya landasan yang jelas. Dan untuk memudahkan pemahaman terhadap manhaj berpikir sesuai Al Qur’an dan Sunnah, Imam Hasan Al Banna telah memudahkan kita dengan formulasi Ushul Isrin. Para kader dan aktifis da’wah harus Istis’ab dan memiliki pendalaman tentang ushul isrin. Karena semua permasalahan yang kita hadapi dalam berbagai bidang kehidupan, solusinya ada dalam Ushul Isrin. Ushul isrin berisi 20 prinsip yang membahas berbagai macam permasalahan kehidupan termasuk mengenai jama’ah, khilafiyah, pemikiran dan lainnya untuk menjaga konsep da’wah.

3. Ta’shil Haroki (kemurnian berharoki). Berbicara tentang da’wah berarti gerak aktivitas atau kerja. Da’wah adalah harok yaitu bekerja aktif. Maka tidak asholah dan tidak murni lagi jika masih ada kader da’wah dan aktivis yang tidak aktif. Tidak Asholah lagi jika hanya pandai berwacana tapi tidak ada kontribusi atau pastisipasi dalam da’wah. Minimal berafiliasi terhadap da’wah itu sendiri. Karena orisinilitas da’wah di antaranya ta’shil haroki (bergerak dan terus bekerja), bukan banyak debat atau diskusi tapi tanpa berbuat dan berkarya untuk da’wah.

Imam Hasan Al Banna berpesan. Beliau mengatakan, “Tidak layak untuk da’wah ini kecuali orang yang siap membela da’wah dengan segala potensi yang ia miliki.” Artinya sebagai kader dan aktivis harus siap berkorban (thadiyyah) dengan waktu, tenaga, pikiran, harta benda, istirahat, darah, nyawa, dan lainnya. Karena da’wah adalah darah daging bagi kader–kader da’wah yang layak mendapat kemenangan dari Allah. Karenanya keterlibatan dalam da’wah adalah kerja (haroki). Apalagi ketika kita dihadapkan pada banyak fitnah, banyak godaan, cobaan, huru hara, dan gelap gulita. Kita hidup dalam kondisi zaman globalisasi, dimana begitu banyak arus baik positif maupun negatif yang datang melanda, yang bisa jadi menjadi lebih rusak jika eksistensi da’wah terancam karena sikap pasif para kader dan aktivis.

Jika Ta’shil Ad Da’awi kita pahami dengan baik, Insya Allah kita akan menjadi kader dan aktivis yang terdepan untuk selalu menjaga kemurnian da’wah. Dalam kerja da’wah yang berat ini tentu sangat diperlukan pemahaman yang utuh mengenai At Ta’shil Ad Da’awi sehingga kita dapat mengembalikan umat ini kepada kemurnian da’wah yang memiliki landasan yang kuat, dan kokoh. Sebab mustahil kita akan memenangkan da’wah sementara kita tidak segera kembali kepada orisinilitas da’wah. Untuk itu, kembalilah kepada kemurnian da’wah wahai para penerus pergerakan khilafah islam.

Tidak ada komentar: