Rabu, 13 Juli 2016

Among Me

Akhir2 ini, acapkali aku berusaha menghindari sesuatu. Sesuatu yang membuat dadaku tak henti berdegup kencang. Aku hanya butuh bernapas dengan lega. Tak ingin ketakutan dan rasa mencekam itu datang, lalu tiba2 membuatku sesak. Palpitasi tak henti hingga sorenya. Sudah cukup rasanya. Sedari kecil, kurasakan hal yang serupa.

Keringat dingin bercucuran. Tangan dan kaki menjadi dingin. Menjadikan segalanya teramat sangat asing. Menjadikan segalanya menjadi sulit. Bahkan untuk berbicara pun, tiada kata. Kesempurnaan malah menjadikan segalanya rumit. Aku terjatuh dan terjatuh dalam kesulitan hidup yang tiada henti. Waktu membeku,, dan membeku.

Hey, inikah rasanya menjadi orang lain?
Bukan menjadi diri sendiri. Tidak menjadi seperti apa yang diingini. Tersenyum walau sesaat. Menjadikan segalanya tampak rumit. Menerjang dalam batin. Membatin.

Aku hanya ingin mengekspresikannya. Tak ingin menutupinya. Tapi apalah daya, semuanya sudah membuatku lemah tak berdaya. Hingga tulang ini menjadi letih, tak bertenaga.

Aku butuh seseorang yang selalu mengingatkan. Baik sedih maupun senang. Suka duka bercampur dalam kemaknaan ingin menjadi sesuatu yang dulu dan kini terasa berbeda. Ingin rasanya kukatakan, bahwa aku tak lagi sanggup menahan beban. Tapi sampai kapan?

Karena aku telah memilihnya. Dengan segala resikonya. Setahun yang lalu, malah sudah kukatakan dengan keras di dalam hati. Mengatakan padanya. Beruntung benar nasibnya. Menjalani kehidupan dengan senang. Menjajaki berbagai tempat sekehendak hati.

Justru begitulah. Terperangkap disini. Dalam ketidakpastian. Dan suasana yang mencekam. Setiap hari, setiap menit, dan detik. Stress yang tak terhindari.
Kenapa semakin ke ujung semakin sulit?
Kenapa semakin kesini semakin banyak kesalahan dan dosa yang diperbuat?

Seharusnya tak begini. Ada yang salah.
Ya,ada kesalahan yang membuat segalanya menjadi runyam. Hingga redup redam kelam penantian. Segelap pagi nan mendung ini. Dengan rintik2 kecil air yang menepi. Menyentuh kelopak mata, hingga membuatku menangis, tapi hanya dalam hati.

Ah, ada apa ini. Kenapa segalanya terasa begitu runyam. Ah, kenapa ini. Bukankah ini yang dulu kau harapkan. Daripada terbuai dalam keadaan yang melenakan. Membiarkan diri terjatuh, berlama2, dan sulit memanjat lagi.

Harusnya kau lebih bersyukur, kawan. Dengan situasi dan kondisi seperti ini. Di luar sana, ingatkah. Saat kau tak terjepit seperti ini. Malah kau mendambakannya. Memang manusia, tak pernah puas dengan apa yang dimiliknya. Cobalah sekali saja, tetap tersenyum dalam kesempitan dan keputusasaan. Tetap tersenyum walau sulit sekali rasanya. Setidaknya, dunia takkan berakhir denga1n ujian ini. Ujian yang takkan pernah berakhir.

Tidak ada komentar: