Rabu, 11 April 2012

Tutorial Obesitas



MODUL 3

SKENARIO: TN. OBENG YANG GEMUK

Tn. Obeng, 30 tahun, berkonsultasi pada dokter puskesmas tentang masalah yang dihadapinya. Tn. Obeng sudah dari kecil menderita obesitas, dan segala usaha menurunkan berat badan ini telah dilakukan termasuk diet dan olahraga. Dari anamnesis dokter mengetahui bahwa ibu dan tante Tn. Obeng juga gemuk. Dokter menganjurkan untuk dilaksanakan Medical Check Up. Hasilnya: lingkaran perut 104 cm, tekanan darah 120/80 mmHg, gula darah puasa 120 mg/dl dan 2 jam post prandial 180 mg/dl, dan trigliserida 200 mg/dl.

Dokter menerangkan pada Tn. Obeng tentang penyakitnya yang sudah dapat dikategorikan sebagai Sindroma Metabolik. Keterangan dokter yang paling diperhatikan Tn. Obeng adalah bahwa Tn. Obeng berisiko tinggi untuk terkena penyakit jantung, stroke, dan penyakit ginjal. Terlintas dalam pikiran Tn. Obeng untuk dilakukan operasi saja agar berat badannya bisa turun. Bagaimana Anda menjelaskan apa yang terjadi pada Tn. Obeng?

I. TERMINOLOGI

1. Obesitas
Penyakit multifaktorial akibat akumulasi berlebihan jaringan lemak dalam tubuh.

2. Medical check up
Pemeriksaan preventif yang dilakukan secara berkala sehubungan dengan kesehatan tubuh.

3. Trigliserida
Partikel yang mengandung lemak netral pada tubuh.

4. Post prandial
Post=setelah/seusai, prandial=makan.

5. Sindroma metabolik
Sekumpulan gejala yang menunjukkan risiko kejadian CVD (Cardiovascular Disease) yang tinggi pada penderitanya (berupa hipertensi, dislipidemia, TGT dan GDPT, obesitas, dan resistensi insulin).


II. RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa Tn. Obeng menderita obesitas sejak kecil?
2. Bagaimana usaha yang dapat dilakukan untuk menurunkan berat badan Tn. Obeng?
3. Mengapa Tn. Obeng berat badannya tidak kunjung turun padahal sudah melakukan diet dan olahraga?
4. Bagaimana hubungan antara obesitas yang diderita Tn. Obeng dengan ibu dan tantenya?
5. Mengapa dokter menganjurkan Tn. Obeng untuk melakukan medical check up?
6. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan medical check up Tn. Obeng?
7. Apa dasar dokter menyatakan bahwa Tn. Obeng dikategorikan menderita sindroma metabolik?
8. Mengapa Tn. Obeng berisiko tinggi untuk menderita penyakit jantung, stroke, dan penyakit ginjal?
9. Apa indikasi operasi yang dapat dilakukan pada Tn. Obeng sehubungan dengan penyakit yang dideritanya?
10. Apa efek samping yang mungkin timbul dari operasi tersebut?
11. Bagaimana penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan terhadap masalah yang sedang dialami oleh Tn. Obeng?


III. ANALISIS MASALAH

1. Tn. Obeng menderita obesitas sejak kecil dapat disebabkan oleh faktor genetik (gen obesitas) yang diwarisi dari orang tuanya. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah lingkungan/ life style yang tidak sehat, sedentary life dimana aktivitas sedikit tapi asupan makanan yang banyak, dan faktor lainnya yang berhubungan dengan itu (sosial ekonomi).

2. Usaha yang dapat dilakukan untuk menurunkan berat badan Tn. Obeng antara lain: fokus pada manajemen diet dan nutrisi yang tepat (rendah kalori dengan target awal penurunan 5-10 % dari BB) serta meningkatkan aktivitas fisik (olahraga rutin dan teratur). Jika tidak dapat teratasi dengan baik dan untuk mencegah terjadinya risiko dapat diberikan terapi farmakologi hipolipidemik yang dapat menghambat absorbsi lemak atau menurunkan berat badan. Atau, dapat juga diambil opsi lain berupa terapi pembedahan yaitu operasi bariatrik untuk menurunkan berat badan. Indikasi dari operasi ini jika IMT ≥40 atau IMT ≥35 dengan komorbid.

3. Berat badan tidak kunjung turun meski telah melakukan diet dan olahraga, untuk kasus ini ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, diet dan olahraga yang dilakukan tidak tepat, misalnya olahraga ada tapi tidak teratur dan tidak terlalu membakar kalori, makanan yang dikonsumsi dianggap sedikit padahal mengandung kalori yang lumayan banyak misalnya pada makanan junk food, fast food, dsb. Kedua, diet dan olahraga yang dilakukan sudah tepat, kemungkinan besar terdapat kesalahan yang mendominasi pada genetiknya.

4. Hubungan obesitas yang diderita Tn. Obeng dengan ibu dan tantenya adalah obesitas yang bersifat genetik, gen obesitas yang dibawa sejak lahir.

5. Medical check up dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasien sehubungan dengan obesitas yang dideritanya. Hasil dari pemeriksaan berupa LP, TD, GDP dan 2JPP, dan trigliserida dapat dilihat apakah obesitas pasien sudah berimplikasi pada sindroma metabolik atau belum.

6. Interpretasi dari pemeriksaan Tn. Obeng adalah:
Lingkaran perut 104 cm (obesitas sentral, normal ♂ =90 cm), tekanan darah 120/80 mg/dl (normal), Gula darah puasa 120 mg/dl dan 2 jam post prandial 180 mg/dl (prediabetes, normal GDP ≤100 mg/dl dan 2 jam PP ≤140 mg/dl tanpa keluhan klasik), trigliserida 200 mg/dl ( hipertrigliserida/ dislipidemia, normal ≤150 mg/dl.

7. Tn. Obeng dikategorikan menderita sindroma metabolik oleh karena terdapat beberapa komponen sindroma metabolik yang tercermin dari hasil medical check up Tn. Obeng, yaitu obesitas sentral, dislipidemia, dan GDPT TGT. Secara keseluruhan, komponen-komponen dari sindrom metabolik adalah kolaborasi dari keadaan obesitas terutama sekali obesitas sentral/ abdominal, hipertensi, dislipidemia, GDPT dan TGT,atau resistensi insulin. Untuk acuan pengklasifikasian sindroma metabolik ini cukup banyak yang dapat dilihat dari hasil cross check studi seperti IDF (International Diabetes Federation), NCEP ATP III (National Education Cholesterol Program Adult Treatment Panel III) atau WHO.

8. Risiko tinggi yang akan dihadapi Tn. Obeng sehubungan dengan penyakit jantung, yang dapat tercetus dari detruksi endotel vascular oleh peningkatan kolesterol LDL terutama small dense yang bersifat aterogenik (pencetus aterosklerosis), disamping juga terjadinya hipoadiponektinimia akibat obesitas sehingga fungsinya dalam mempertahankan keutuhan endotel vascular menurun, termasuk peningkatan pro inflamasi dan penurunan anti inflamasi yang semakin mencetuskan rusaknya endotel pembuluh darah. Menyebabkan LDL dapat masuk ke lapisan yang rusak, terjadi penumpukan yang oleh makrofag dianggap sebagai benda asing sehingga difagosit. Namun, jumlah penumpukan yang begitu banyak membuat makrofag jenuh, sehingga makrofag akan membentuk foam cell (sel busa). Inilah yang menyebabkan terjadi penyumbatan di pembuluh darah yang dapat berisiko pada kurangnya pasokan sirkulasi darah (oksigenasi) ke jaringan terutama organ vital yang menyebabkan hipoksia, dan lama-kelamaan dapat menyebabkan kematian sel jantung infark miokard.

Selain itu, orang obesitas dapat berisiko tinggi terjadi stroke, oleh karena penyumbatan pembuluh darah menuju otak atau pecahnya pembuluh darah yang memang sudah rapuh karena destruksi endotelnya. Sehingga keadaan ini menimbulkan terjadinya stroke dengan gejala awal berupa paralisis.

Penyakit ginjal juga persis seperti di atas mekanismenya, aliran darah terhambat terutama di glomerulus yang menginfiltrasi darah, jika terganggu maka dapat menyebabkan penyakit ginjal.

9. Indikasi operasi pada obesitas (operasi bariatric) adalah jika IMT nya ≥40 kg/m2 atau IMT ≥ 35 kg/m2 disertai komorbid. Operasi bariatric ini bertujuan untuk menurunkan berat badan. Selain itu dapat juga dilakukan tindakan operasi sedot lemak (liposuction) yang biasanya dilakukan untuk mengurangi lemak yang banyak menumpuk pada tubuh seperti bagian abdominal, ginekoid, dsb.

10. Efek samping dari tindakan operasi tersebut antara lain: menyebabkan kurangnya penyerapan nutrisi di saluran GIT sehingga terjadi malnutrisi dan malabsorbsi, berkurangnya jaringan lemak tubuh secara mendadak merangsang kompensasi fisiologis tubuh untuk memproduksi lemak lebih banyak lagi sehingga akan terjadi peningkatan penumpukan lemak di tempat lain dan meningkatkan obesitas.

11. Tatalaksana yang dapat dilakukan untuk Tn. Obeng adalah pertama, pengaturan diet terutama diet rendah kalori dan berimbang. Kedua, meningkatkan aktivitas fisik dengan berolahraga secara rutin dan teratur (minimal 150 menit/ minggu). Ketiga,jika diet dan olahrga tidak cukup mampu memberikan hasil yang optimal, maka dapat diberikan pengobatan berupa obat-obatan yang menurunkan berat badan, menghambat absorbsi lemak, dsb. Keempat, indikasi operasi dapat dilakukan pada severe obesity untuk mengurangi jumlah lemak tubuh, menurunkan berat badan, dan mengurangi komorbid yang ditimbulkan.


IV. SKEMA


V. LO

Mahasiswa mampu menjelaskan:

1. Obesitas pada anak (epidemiologi, klasifikasi, etiologi, faktor risiko, patofisologi, pathogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, follow up, prognosis dan komplikasi)
2. Obesitas pada dewasa
3. Hubungan obesitas dengan sindroma metabolik
4. Farmakologi obat hipolipidemik


VI. BELAJAR MANDIRI


VII. PEMBAHASAN LO

1. Obesitas pada Anak

Epidemiologi

Salah satu kelompok umur yang berisiko terjadinya gizi lebih adalah
kelompok umur usia sekolah (anak). Hasil penelitian Husaini yang dikutip oleh Hamam (2005), mengemukakan bahwa, dari 50 anak laki-laki yang mengalami gizi lebih, 86% akan tetap obesitas hingga dewasa dan dari 50 anak perempuan yang obesitas akan tetap obesitas sebanyak 80% hingga dewasa. Obesitas permanen, cenderung akan terjadi bila kemunculannya pada saat anak berusia 5 – 7 tahun dan anak berusia 4 – 11 tahun, maka perlu upaya pencegahan terhadap gizi lebih dan obesitas sejak dini (usia sekolah) (Aritonang, 2003).

Faktor risiko
Ada beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi terjadinya
kegemukan (obesitas) antara lain : jenis kelamin, umur, tingkat sosial ekonomi,
faktor lingkungan, aktivitas fisik, kebiasaan makan, faktor psikologis dan faktor
genetik (Salam, 1989).

Patofisiologi dan Pathogenesis

Menurut Dietz terdapat 3 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak dalam kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu: periode pranatal, terutama trimester 3 kehamilan, periode adiposity rebound pada usia 6 – 7 tahun dan periode adolescence.

Pada bayi dan anak yang obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas untuk 2 dekade berikutnya dan 80% remaja yang obesitas akan menjadi dewasa yang obesitas. Menurut Taitz, 50% remaja yang obesitas sudah mengalami obesitas sejak bayi. Sedang penelitian di Jepang menunjukkan 1/3 dari anak obesitas tumbuh menjadi obesitas dimasa dewasa dan risiko obesitas ini diperkirakan sangat tinggi, dengan OR 2,0 – 6,7. Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa obesitas pada usia 1-2 tahun dengan orang tua normal, sekitar 8% menjadi obesitas dewasa, sedang obesitas pada usia 10-14 tahun dengan salah satu orang tuanya obesitas, 79% akan menjadi obesitas dewasa.

Manifestasi klinis

1. Pertumbuhan berjalan cepat/pesat disertai adanya ketidakseimbangan
antara peningkatan berat badan yang berlebih dibanding dengan tingginya.
2. Jaringan lemak bawah kulit menebal sehingga tebal lipatan kulit lebih
daripada yang normal dan kulit tampak lebih kencang.
3. Kepala tampak relatif lebih kecil dibandingkan dengan tubuhnya atau
dibandingkan dengan dadanya (pada bayi).
4. Bentuk muka lebih tembem, hidung dan mulut tampak relatif lebih kecil,
mungkin disertai dengan bentuk dagunya berganda (dagu ganda).
5. Pada dada terjadi pembesaran payudara yang dapat meresahkan bila terjadi
pada anak laki-laki.
6. Perut membesar yang bentuknya cenderung menyerupai bandul lonceng
dan kadang-kadang disertai dengan garis-garis putih atau ungu (striae).
7. Kelamin luar pada anak wanita tidak jelas ada kelainan, akan tetapi pada
anak laki-laki tampak relatif kecil. Sebenarnya ukuran besarnya normal
akan tetapi hanya tersembul sedikit oleh karena sebagian besar terbenam
di dalam jaringan lemak di sekitarnya.
8. Pubertas pada anak laki-laki terjadi lebih awal dan akibatnya pertumbuhan
kerangka lebih cepat berakhir sehingga tingginya pada masa dewasa relatif
lebih pendek. Pada wanita menarche (haid pertama) biasanya tidak
terlambat.
9. Lingkaran lengan atas dan paha lebih besar dari normal dan tangan relatif
lebih kecil dan jari-jari yang bentuknya meruncing. Mungkin pula terdapat
keadaan dimana sendi tungkai dan tungkainya sendiri dapat mengganggu
gerakan.
10. Dapat terjadi gangguan psikologis berupa : gangguan emosi, sukar
bergaul, senang menyendiri dan sebagainya.
11. Pada kegemukan yang berat mungkin terjadi gangguan jantung dan paru
yang disebut Sindroma Pickliwickian dengan gejala sesak nafas, sianosis,
pembesaran jantung dan kadang-kadang penurunan kesadaran.

Pemeriksaan klinis

a. Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan disebut obesitas bila BB > 120% BB standar.

b. Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB). Dikatakan obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau > 120% atau Z-score = + 2 SD.

c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85.

d. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri dsb. yang tidak digunakan pada anak karena sulit dan tidak praktis. DXA adalah metode yang paling akurat, tetapi tidak praktis untuk dilapangan.

e. Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator obesitas.

Kategori IMT berdasarkan umur dan jenis kelamin menurut United State Department of Health and Human Service Tahun 2000, adalah :

Tabel Kategori IMT menurut Umur dan Jenis Kelamin

Kategori Status Gizi IMT
Gizi Kurang < 5 percentile Gizi Normal 5 – 84 percentile Gizi Lebih 85 – 94 percentile Obesitas 95 percentile Sumber : United State Department of Health and Human Service Tahun 2000. Tatalaksana Prinsip dari tatalaksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah / modifikasi pola hidup. 1. Menetapkan target penurunan berat badan Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur anak, yaitu usia 2 - 7 tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa komplikasi dengan usia dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan, sedang pada obesitas dengan komplikasi pada anak usia dibawah 7 tahun dan obesitas pada usia diatas 7 tahun dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Target penurunan berat badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan. 2. Pengaturan diet Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan RDA, hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah (very low calorie diet ).

Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang :

• Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal.
• Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg per hari. • Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5) gram per hari.

3. Pengaturan aktifitas fisik
Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan keterampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.

4. Mengubah pola hidup/perilaku
Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan cara:

• Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya.
• Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan.
• Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.
• Memberikan penghargaan dan hukuman.
• Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.

5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.
Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitas yang mendukung program diet.

6. Terapi intensif
Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan terapi bedah.

• Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan > 140% BB Ideal atau IMT > 97 persentile, dengan asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani 1,5 - 2,5 gram/kg BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter.
• Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu: mempengaruhi asupan energi dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin; mempengaruhi penyimpanan energi dengan menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotide dan metformin; meningkatkan penggunaan energi. Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas.
• Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi ini adalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.

2. Obesitas pada Dewasa

Epidemiologi

Prevalensi obesitas makin meningkat, hampir setengah milyar penduduk dunia saat ini tergolong overweight atau obesitas (Rossner 2002). Keadaan ini tidak hanya terjadi di negara maju tapi sudah mulai meningkat di negara berkembang.

>30% populasi Eropa Timur obesitas (data statistik International Obesity Task Force). Di Amerika, (1991) 19,7% (P) dan 24,7% (W) obesitas dan diprediksikan 2031 seluruh penduduk AS obesitas.

Waspaji dkk (1993) prevalensi obes di Jakarta 17,8% , 7,7% menderita DM, 9,3% hiperkolesterolemia, 7,1% hipertrigliserida. Jawa Tengah (2000) 10% obes, 32% di Jakarta (2000) dan di Sumatera Barat 25% (2001), Riskesdas 2007 Sumbar 16 %.

Etiologi
a. Obesitas primer, merupakan interaksi antara faktor lingkungan dengan faktor genetik.
b. Obesitas sekunder, penyakit herediter familier, bagian dari suatu penyakit sistemik tertentu,dsb.

Klasifikasi dan kriteria
Obesitas terbagi 2: obesitas sentral/ abdominal dan obesitas perifer.
Kriteria obesitas antara lain: BMI ≥ 25 kg/m2, obesitas I, obesitas II, dan obesitas morbid.

Patofisiologi dan pathogenesis
Energy yang masuk tidak sesuai dengan energy yang keluar (dipengaruhi oleh sedentary life, yaitu gaya hidup dengan aktivitas fisik yang sedikit tetapi asupan makanan cukup banyak) sehingga menyebabkan penumpukan lemak dalam sel lemak. Baik ambilan energy berlebihan pengurangan pengeluaran ataupun keduanya, mencetuskan akumulasi lemak dalam sel lemak sehingga terjadi hipertrofi sel lemak/ adiposity, terjadi perangsangan diferensiasi preadiposit menjadi adiposity dan terjadi hyperplasia jaringan lemak, sehingga timbul obesitas.

Diagnosis
1. Distribusi jaringan lemak: sentral/ visceral/android (subkutan, intraabdomen), perifer/ginekoid.
2. Ukur lingkaran pinggang ½ (sias+ arcus costarum)
3. Ukur lingkar abdominal, normal ♀ < 80 cm, ♂ < 90 cm. Pemeriksaan 1. Rasio lingkar pinggang- panggul 2. Lingkar pinggang (rekomendasi NCEP ATP III) 3. Densitometry (DXA) 4. CT-scan abdomen 5. MRI abdomen Tatalaksana 1. Sasaran : ↓ 5 – 10% BB awal (6 bulan) 2. Manajemen nutrisi: mengurangi jumlah kalori dan lemak, ↓ 500 – 1000 kkal diet harian → ↓ 0,5 – 1,0 kgBB/minggu 3. Peningkatan aktivitas fisik 4. Farmakologi: orlistat, sibutramin 5. Terapi bedah (bariatric operation) 3. Hubungan obesitas dengan sindroma metabolik Sindroma metabolik adalah kumpulan gejala yang menunjukkan risiko kejadian CVD dan DM yang tinggi pada penderitanya. Komponen-komponen sindroma metabolik antara lain: a. Obesitas (sentral) b. Resistensi insulin c. Dislipidemia (aterogenik) d. Hipertensi Peningkatan kejadian obesitas dapat meningkatkan prevalensi sindroma metabolik. Dimana obesitas sentral/ abdominal merupakan komponen utama pada sindroma metabolik. Obesitas sentral mempermudah terjadinya resistensi insulin, sedangkan insulin berperan dalam penyimpanan serta sintesis lemak dalam jaringan adipose. Sehingga resistensi insulin mengganggu proses tersebut. Kolaborasi yang baik antar komponen sindroma metabolik tersebut dapat membahayakan dan menimbulkan komplikasi yang cukup serius. Adapun dampak yang ditimbulkan dari sindroma metabolik antara lain: penyakit jantung koroner, stroke, penyakit arteri perifer, DM tipe 2, sirosis hepatis tipe DM, dll. sehingga perlu preventif, promotif, serta penanganan/ tatalaksana yang komprehensif. 4. Farmakologi obat hipolipidemik Hipolipidemik adalah obat yang digunakan untuk menurunkan kadar lipid plasma yang bertujuan risiko penyukit aterosklerosis. Obat yang menurunkan lipoprotein plasma 1. Asam fibrat a. Klofibrat Adalah ester etil dari asam p-klorofenoksi-isobutirat. Merupakan hipolipidemik terutama pada penderita hipertrigliseridemia. Farmakodinamik Penurunan kadar VLDL dalam 2-5 hari setelah pengobatan. Mekanisme kerja: meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase sehingga katabolisme lipoprotein kaya trigliserida seperti VLDL dan IDL meningkat. Farmakokinetik Absorbsi melalui usus secara lengkap terutama diberikan bersamaan dengan makanan, dalam plasma terdapat sebagai asam p-klorofenoksibutirrat. Puncak kadar plasma tercapai dalam beberapa jam setelah pemberian oral. 60% dieksresi melalui urin dalam bentuk glukuronid. Efek samping Gangguan saluran cerna (mual, diare, perut kembung, dll) terjadi pada 10% penderita. Efek samping lain: ruam kulit, alopesia, impotensi, leucopenia, anemia, BB bertambah, aritmia jantung, dll. Kontraindikasi Penderita dengan gangguan hati dan ginjal, wanita hamil dan menyusui. Posologi dan indikasi Sediaan kapsul 500 mg. dosis 2-4 kali sehari dosis total sampai 2 gr, penambahan dosis memperbanyak efek samping. Kurangi dosis pada penderita yang menjalani hemodialisis. b. Gemfibrozil Efektif menurunkan Tg plasma, sehingga produksi VLDL dan apoprotein B dalam hati menurun. Dapat meningkatkan kadar HDL. Farmakokinetik Kadar puncak plasma tercapai dalam 1-2 jam dan mantap tercapai 7-14 hari pada pemberian 2 kali 600 mg sehari. T ½ = 1 ½ jam. 70% obat dieksresikan dalam urin. Juga meningkatkan efek antikoagulan warfarin seperti halnya klofibrat. Efek samping Terjadi <10% penderita, berupa gangguan saluran cerna (sakit perut, diare, mual). Dapat menyebabkan terbentuknya batu empedu (litogenik). Posologi dan indikasi Untuk hiperlipidemia dengan kadar Tg > 750 mg/dl yang tidak dapat diatasi dengan diet dan obat penurun Tg lain.
Dosis oral dewasa: 600 mg 2 x sehari, diberikan ½ jam sebelum makan pagi dan makan malam.
Tidak efektif pada penderita hiperkilomikronemia karena defisiensi lipoprotein lipase familial.

2. Resin
c. Kolestiramin
Adalah garam klorida dari basic anion exchange resin yang berbau dan berasa tidak enak. Bersifat hidrofilik, tapi tidak larut dalam air, tidak dicerna dan tidak diabsorbsi.
Menurunkan kadar kolesterol plasma dengan cara menurunkan LDL setelah 4-7 hari dan mencapai 90% efek maksimal dalam 2 minggu terapi.

Farmakodinamik
Resin menurunkan kadar kolesterol dengan mengikat asam empedu dalam saluran cerna, mengganggu sirkulasi enterohepatik sehingga ekskresi steroid yang bersifat asam dalam tinja meningkat.

Efek samping
Mual, muntah, dan konstipasi yang berkurang setelah beberapa waktu.
Mengganggu absorbsi klorotiazid, tiroksin, digitalis, Fe, fenilbutazon, dan warfarin sehingga harus diberikan 1 jam sebelum atau 4 jam setelah pemberian kolestiramin.
Dosis: 12-16 gr sehari dibagi 2-4 bagian, maksimum peningkatan 3 kali 8 gr.

d. Kolestipol
Adalah kopolimer dari dietilpentamin dan epiklorohidrin, juga suatu resin. Dosis 20-30 gr sehari.

3. Penghambat HMGCoA Reduktase
Terdiri dari: lovastatin, mevastatin, simvastatin, dan pravastatin. Efektif dalam menurunkan kadar LDL kolesterol plasma.

Farmakodinamik
Menghambat sintesis kolesterol di hati dan menurunkan kadar LDL plasma.

Farmakokinetik
Per oral dapat diabsorbsi 30%, 95% obat ddan metabolitnya terikat protein plasma. Degradasi dieksresi melalui feses dan < 10% di urin.

Efek samping dan interaksi obat
< 10% penderita menunjukkan gangguan saluran cerna, sakit kepala, rash/ kemerahan. Obat dihentikan jika terdapat kadar transaminase yang tetap atau bertambah tinggi.

Posologi dan indikasi
Sediaan tablet 20 dan 40 mg. dosis dimulai dari 20-40 mg per hari diberikan bersamaan makanan. Dapat ditingkatkan maksimum 80 mg/hari. Sebaiknya diberikan pada malam hari untuk dosis tunggal terkait ritme diurnal sintesis kolesterol.

Kontraindikasi pada wanita hamil.

4. Asam nikotinat
Asam nikotinat (niasin) adalah salah satu komponen vitamin B kompleks untuk pengobatan hiperkolesterolemia.

Farmakodinamik
Menurunkan produksi VLDL, sehingga kadar IDL dan LDL menurun. Berhubungan dengan penghambatan lipolisis pada jaringan lemak sehingga FFA yang dibutuhkan untuk sintesis VLDL di hati menurun dan meningkatnya aktivitas lipoprotein lipase.

Efek samping
Terutama gatal dan kemerahan kulit terutama daerah wajah dan tengkuk, timbul beberapa menit hingga jam. Efek samping paling berbahaya adalah gangguan fungsi hati ditandai dengan kenaikan kadar fosfatase alkali dan transaminase. Efek lain adalah gangguan saluran cerna (muntah, diare, ulkus lambung, dll).

Posologi dan indikasi
Pilihan pertama pengobatan hipertrigliserida dan hiperkolesterolemia, keculi tipe1. Dosis per oral 2-6 gr sehari terbagi dalam 3 dosis bersama makanan, dosis awal rendah (3 kali 100-200 mg sehari) lalu dinaikkan setelah 1-3 minggu.

5. Probukol
Menurunkan kadar kolesterol serum dengan menurunkan kadar LDL.

Farmakokinetik
Diabsorbsi terbatas lewat saluran cerna (<10%). Waktu paruh eliminasi adalah 23 hari. Dieksresikan terutama melalui feses.
6. Lain-lain
a. Neomisin sulfat
Diberikan per oral dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara mirip resin yaitu membentuk kompleks tidak larut dalam asam empedu. Efek samping gangguan saluran cerna, ototoksisitas, nefrotoksisitas, gangguan absorbsi obat lain (digoxin), dll.
b. Beta sitosterol
Adalah gabungan sterol tanaman yang tidak diabsorbsi saluran cerna manusia. Mekanisme kerja yaitu menghambat absorbs kolesterol eksogen dan diindikasikan hanya untuk pasien hiperkolesterolemia poligenik.
Efek samping yaitu gangguan saluran cerna: efek laksatif, mual, dan muntah. Dosis antara 3-6 gr/ hari. Tidak dianjurkan lagi pemakaiannya karena khasiat kecil dengan efek samping yang cukup mengganggu.
c. Dekstrotiroksin
Merupakan isomer optic hormone tiroid yang dulu digunakan untuk hiperkolesterolemia. Menurunkan kadar lipid darah (efek tiromimetik). Tidak direkomendasikan karena banyak menimbulkan gangguan jantung.
d. Bekatul
Pouler di Indonesia untuk mencegah arteriosklerosis. Dapat menurunkan kadar lipid plasma. Serat dalam bekatul dapat memperlancar ekdkresi empedu. Masih perlu penelitian lebih lanjut tentang khasiat bekatul.

Sumber:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam EGC jilid III
Farmakologi UI edisi 3
Jurnal kedokteran tentang obesitas dari berbagai sumber