Modul 1
Skenario 1: SI PUCAT ANEM
Anem (laki-laki, 3 tahun) merupakan anak seorang buruh bangunan, tinggal di perumahan kumuh. Sehari-hari Anem hanya makan dengan nasi dan kerupuk sangat jarang menikmati daging dan lauk pauk.
Anem dibawa berobat ke puskesmas karena sejak 1 minggu yang lalu terlihat pucat dan lesu diikuti lebam biru di lengannya. Dari anamnesis diketahui Anem pernah menderita demam tifoid dua bulan yang lalu. Dari pemeriksaan laboratorium di puskesmas, didapatkan kadar Hb 5 g/dl, leukosit 2400/mm3, LED 80 mm/jam I, hitung jenis 0/6/64/25/5. Dokter berkesimpulan bahwa Anem mengalami anemia dan leukopenia. Untuk mengetahui penyebabnya Anem dianjurkan dirujuk ke RS Dr.M. Djamil Padang.
Di rumah sakit, dokter menanyakan pada orang tua perihal riwayat kebiasaan makan, penyakit yang pernah diderita dan riwayat pengobatan selanjutnya. Dari pemeriksaan didapatkan konjungtiva anemis, terdapat ptekie dan purpura pada badan dan tungkai. Tidak ditemukan limfadenopati dan hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan kadar hemoglobin 5,2 g/dl, leukosit 2000/mm3, trombosit 30.000/mm3, MCV 70 fl, MCH 25 pg, retikulosit 4 ‰. Pada pemeriksaan feses ditemukan telur cacing ankilostoma.
Dokter menganjurkan kepada orang tua agar Anem dirawat karena akan dilakukan pemeriksaan dan tatalaksana selanjutnya. Orang tuanya bertanya pada dokter, ”Bagaimana kalau Anem tidak dirawat?”
Bagaimana Anda menjelaskan apa yang terjadi pada Anem?
I. TERMINOLOGI
1. Anemia Aplastik
Anemia yang disebabkan oleh kerusakan pada sumsum tulang, bisa didapat ataupun congenital.
2. Demam Typhoid
Demam akibat terinfeksi bakteri Salmonella typhosa.
3. Ptekie
Bintik merah keunguan kecil dan bulat sempurna yang tidak menonjol, yang disebabkan oleh perdarahan intradermal atau submukosa. <1-3 mm.
4. Purpura Penampilan belang merah, di kulit, yang tidak pucat ketika ditekan. Ukuran >1-3 mm.
5. MCV
Mean Cospuculare Volume
6. Limfadenopati
Penyakit kelenjer getah bening yang ditandai dengan pembengkakan
7. Hepatospenomegali
Pembesaran hati dan limpa
8. Anemia defisiensi
Anemia akibat kekurangan zat besi, vitamin B12,atau asam folat
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apakah hubungan keluhan Anem dengan kondisi keluarganya?
2. Apakah ada hubungan demam tifoid 2 bulan lalu dengan penyakit sekarang?
3. Mengapa sejak 1 minggu yang lalu Anem terlihat pucat, lesu, diikuti lebam biru di lengannya?
4. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium di puskesmas?
5. Apa dasar dokter mengmbil kesimpulan Anem mengalami anemia dan leukemia?
6. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan darah lengkap?
7. Apa kemungkinan interpretasi dari tidak ditemukannya hepatomegali dan splenomegali?
8. Mengapa ditemukan konjungtiva anemis, ptekie, dan purpure pada badan dan tungkai?
9. Bagaimana hubungan ditemukan cacing ankilostoma dan penyakit?
10. Apa akibat bila Anem tidak dirawat?
11. Apa pemeriksaan dan tatalaksana selanjutnya yang mungkin dapat diberikan dokter?
III. ANALISIS MASALAH
1. Tinggal di perumahan kumuh : mudah teinfeksi cacing tambang
Makan hanya dengan nasi dan kerupuk : kurang asupan nutrisi salah satunya zat besi yang akan meningkatkan resiko anemia defesiensi besi
2. Ada. Mungkin dari 3 hal berikut:
~ Riwayat pengobatan tifoid
Pemakaian antibiotik kloramfenikol yang mengakibatkan depresi sumsum tulang
~Dari segi infeksi
Infeksi mengurangi absorbsi zat besi
~Imunitas
Sel T efektor menghasilkan interferon γ yang merupakan inhibitor langsung hematopoiesis
3. Lesu : Anemia Hb ↓ O2 yang diikat ↓ metabolisme ↓ energy ↓ lesu
Lebam biru : trombositopenia kepayahan pemulihan kerusakan endotel proses lebam
4. Hb : 5 g/dl anemia berat (<6 gr/dl) Leukosit : 2400/mm3 rendah ( N= 5000-10.000) LED : 80 mm/ jam tinggi Hitung jenis : 0/6/64/25/5 eosinofilia Basofil : 0 = normal (0-1) Eosinofil : 6 = tinggi (1-3) Neutrofil : 64 = normal Limfosit : 25 = normal (20-40%) Monosit : 5 = normal ( 2-8%)
5. Dokter mengambil kesimpulan (menegakkan diagnosis) penyakit Anem berdasarkan anamnesis (keluhan pucat dan lesu disertai lebam biru, dsb), hasil pemeriksaan fisik(ditemukan konjungtiva anemis, purpura dan ptekie), dan pemeriksaan laboratorium (dimana kadar Hb, leukosit, dan trombosit rendah).
6. Interpretasi pemeriksaan darah lengkap Hb 5,2 g/dl : rendah menunjukkan anemia berat Leukosit 2000/mm3 : rendah ( N=5000-10000) Trombosit 30.000/mm3 : rendah ( N=150.000-400.000) MCV 70 fl : rendah ( N=82-72fl) MCH 25 pg : rendah ( N=27-31 pg) Retikulosit 4‰ : rendah ( N=0,5-1,5 %)
7. Splenomegali dan hepatomegali tidak ada dapat diinterpretasikan bahwa infeksi yang didapat sebelumnya telah sembuh (bukan disebabkan oleh infeksi).
8. Konjungtiva anemis : karena anemianya yang kemudian menyebabkan hb turun Ptekie : trombositopenia payah pemulihan kerusakan endotel terjadi perdarahan di bawah kulit Purpura : sama dengan ptekie
9. Cacing tambang memperperah kondisi anem dengan membuat perdarahan karena cacing tambang mengisap darah dari inangnya.
10. Bila tidak dirawat maka kondisinya akan semakin parah karena Anem telah mengalami penurunan banya komponen darah sehinnga untuk memperbaikinya harus dirawat.
11. Pemeriksaan berikutnya adalah pemeriksaan sumsum tulang untuk lebih memastikan jenis anemia apa yang diderita Anem berdasarkan dugaan adanya anemia aplastik berdasarkan temuan klinis tadi, juga untuk pemberian terapi dan penatalaksanaannya. Dan untuk tatalaksana selanjutnya, dapat memberikan promotif/saran kepada Anem dan Ibu terutama untuk keluarganya tentang apa yang diderita Anem dan bagaimana langkah preventif atau menghindari agar tidak berisiko pada anggota keluarga yang lain.
IV. SKEMA
V. LEARNING OBJECTIVES
Mahasiswa mampu menjelaskan :
1. Anemia aplastik dan defisiensi besi
2. Faktor risiko anemia
3. Patofisiologi anemia
4. Gejala klinis
5. Pemeriksaan penunjang
6. Diagnosis
7. Tatalaksana
8. Follow up
9. Komplikasi
10. Prognosis
11. Rujukan
VI. INFORMASI
VII. PEMBAHASAN LO
I. Anemia Aplastik
a. Definisi anemia yang terjadi karena kegagalan hemopoesis, disertai pansitopenia pada darah tepi dan kelainan primer pada sumsum tulang.
b. Klasifikasi - Berat neutrofil <500/µl, trombosit < 20.000/µl, retilkulosit absolute <60.000/µl - Sangat berat sama dengan di atas, kecuali neutrofil < 200/µl - Tidak berat sumsum tulang hiposeluler, dan terdapat sitopenia tapi tidak memenuhi kriteria berat.
c. Epidemiologi Bervariasi di seluruh dunia. Negara timur 2-3x lebih besar daripada Negara barat.
d. Faktor risiko - Usia insiden meningkat pada usia muda (15-25 tahun) - Jenis kelamin pria lebih berat daripada wanita. - Perbedaan geografis
e. Patofisiologi
1. Kerusakan sel induk pluripotent (seed theory)
2. Kerusakan lingkungan mikro (soil theory)
3. Mekanisme imunologik (reaksi autoimun) Sel induk rusak pansitopenia Eritrosit ↙ anemic syndrome (pucat, letih, lesu, dll) Leukosit ↙ mudah terinfeksi Trombosit ↙ perdarahan
f. Etiologi
1. Primer - Kelainan kongenital (Fanconi, non Fanconi, congenital diskeratosis) - Idiopatik
2. Sekunder - Radiasi, bahan kimia, obat - Obat idiosinkratik - Lain: infeksi virus (Epstein-Barr, Influenza A, dengue, TB), kehamilan, dll
g. Gejala klinis - Sindrom anemia (pucat, letih, lesu, pusing, mata berkunang, telinga berdenging) akibat kurangnya oksigenasi ke jaringan. - Gejala perdarahan (petechie dan ekimosis pada kulit, epistaksis pada mukosa, hematemesis serta melena)akibat trombositopenia sehingga mudah terjadi perdarahan, dimana darah tidak kenyal dan mudah rapuh. - Tanda-tanda infeksi (febris, ulserasi mulut, sepsis)akibat leukosit ↙.
h. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik - Warna kulit : pucat. - Purpura : petechie dan echimosis - Mata : konjungtiva anemis. - Mulut : perdarahan gusi, glossitis, stomatitis angularis.
2. Pemeriksaan laboratorium hematologic I. Tes penyaring tes awal setiap kasus anemia. Tujuan: untuk memastikan adanya anemia dan mengetahui bentuk morfologi untuk mengidentifikasi jenis anemia (hipokrom, mikrositik, makrositik).
Meliputi:
a. Kadar Hb (tergantung umur, sex, dll) Nilai normal: infant (neonates) = 14-22 gr/dl 6 bulan = 11-14 gr/dl Anak (1-15 th) = 11-15 gr/dl Dewasa: Pria = 14-18 gr/dl Wanita = 12-16 gr/dl
b. Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC).
c. Sediaan hapusan darah tepi.
II. Pemeriksaan rutin dikerjakan pada semua kasus anemia.
Berupa:
a. Laju endap darah (LED).
b. Hitung diferensial (Differential Count).
c. Hitung retikulosit.
3. Pemeriksaan sumsum tulang
4. Pemeriksaan penunjang (radiologis)
a. Nuclear Magnetic Resonance Imaging Untuk mengetahui luasnya perlemakan pada sumsum tulang.
b. Radionuclide Bone Marrow Imaging Untuk mengetahui luasnya kelainan sumsum tulang.
i. Diagnosis Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis berdasarkan pansitopenia di darah tepi dan hipoplasia pada sumsum tulang. Kriteria diagnosis:
1) Ditemukan:
a. Hb < 10g/dl atau Ht < 30%
b. Trombosit < 50.109/L
c. Leukosit < 3,5.109/L atau neutrofil < 1,5.109/L
2) Retikulosit <30.109/L (<1 %)
3) Gambaran sumsum tulang penurunan selularitas dan tidak ada fibrosis/infiltrasi neoplastik.
4) Penyebab pansitopenia DD/ kelainan yang disertai pansitopenia, seperti: leukemia, S. mielodisplastik, Paroksismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH), anemia mieloptisik, dll)
j. Tatalaksana Secara umum, terapi spesifik yang dapat diberikan setelah diagnosis ditegakkan:
a. Imunosupresif
b. Transplantasi sumsum tulang Jenis terapi yang dapat diberikan:
a. Terapi kausalhindari agen penyebab, pemaparan.
b. Terapi suportifatasi akibat dari pansitopenia (anemia, perdarahan, dan infeksi).
c. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang/merangsang pertumbuhan sumsum tulang anabolik steroid (androgen berupa Oksimetolon atau stanozol 2-3 mg/kgBB/hr), kortikosteroid (prednisone 60-100 mg/hr, GM-CSF/G-CSF yang dikombinasikan dengan ATG.
k. Follow Up yang di follow up terutama adalah pansitopenia (kadar Hb, leukosit, trombosit,dll). Untuk parameter keberhasilan terapi, didapat nilai yang normal atau ada peningkatan nilai dari pemeriksaan follow up ini.
l. Prognosis Sesuai etiologi. Prognosis biasanya jelek pada idiopatik (primer). Dan prognosis dapat baik pada kausa yang diketahui (sekunder).
II. Anemia Defisiensi Besi
a. Definisi Anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan Fe untuk eritropoesis yang menyebabkan kadar Hb berkurang.
b. Etiologi - Rendahnya masukan Fe - Gangguan absorbsi - Kebutuhan Fe meningkat - Kehilangan Fe akibat perdarahan menahun
c. Pathogenesis Iron depleted state iron deficient erythropoesis iron deficiency anemia.
d. Gejala klinis - Gejala umum anemia Sindrom anemia, Hb < 7-8 g/dl. Berupa: lemah, letih, lesu, dll. - Gejala khas ADB Koilonikia, atrofi papil lidah, pica, stomatitis angularis, disfagia, atrofi mukosa gaster, dll. - Gejala penyakit dasar Akibat ankilostomiasis, ditemukan dyspepsia, parotis membengkak, kulit telapak tangan kuning, dll.
e. Pemeriksaan - Kadar Hb dan indeks eritrosit hipokromik mikrositer - Fe serum ↓ (< 50 µg/dl) , TIBC ↑(> 350 µg/dl), saturasi transferin < 15 %. - Pemeriksaan feses (dugaan cacing tambang)
f. Diagnosis 3 tahap: - Tentukan ada tidaknya anemia (Hb, Ht, eritrosit) dengan memperhatikan nilai normal dan gradasinya (ringan, sedang, atau berat). - Pastikan adanya anemia defisiensi Fe - Tentukan penyebab ADB DD/ bedakan dengan anemia hipokromik lain, seperti: anemia pada penyakit kronik, thalasemia, dan anemia sideroblastik.
g. Tatalaksana Pemberian terapi: - Terapi kausal - Pemberian preparat Fe (terapi Fe oral, terapi Fe parenteral) - Pengobatan lain (Vit C, konsumsi nutrisi cukup Fe, dll) Preventif: - Pendidikan kesehatan - Pemberantasan infeksi cacing - Suplementasi Fe - Fortifikasi bahan makanan dengan Fe.
h. Follow up Follow up kadar Hb, Ht, dan eritrosit. - Respon terapi baik: retikulosit naik pada minggu I, Hb ↑2 gr/dl setelah ± 3-4 minggu, normal setelah ±4-10 minggu. - Respon terapi tidak baik, pikirkan:
a. Pasien tidak taat dosis
b. Dosis Fe tidak adekuat
c. Masih ada perdarahan yang banyak
d. Ada penyakit lain
e. Diagnosis salah Jika dijumpai hal diatas, evaluasi dan ambil tindakan yang tepat.
III. Anemia Defisiensi Folat dan Vit. B12
a. Definisi Anemia yang khas dengan sel megaloblast dalam sumsum tulang (maturasi inti dengan sitoplasma tidak sinkron)
b. Etiologi - Nutrisi tidak adekuat - Cadangan yang rendah - Kehamilan defisiensi Folat - Penyakit tertentu - Anemia pernisiosa - Diet (vegetarian) defisiensi Vit B12 - Gastrektomi dan tropical sprue
c. Factor risiko - Kurang pendidikan dan pengetahuan gizi yang baik - Social ekonomi yang rendah d. Patofisologi Terganggunya sintesis DNA, karena: - Vit B12 yang diabsorbsi di ileum butuh factor intrinsic di lambung. FI mengikat kobalamin, kobalamin<< defisiensi metionin intraseluler terhambat pembentukan folat timidilat terganggu sintesis DNA terganggu - Folat diubah menjadi monoglutamat sebelum absorbsi. Koenzim aktif berupa folat tereduksi (FH4). Jika folat ↓, maka FH4 ↓, terganggu sintesis timidilat sintesis DNA terganggu.
e. Gejala klinis Secara umum: pucat, mudah lelah, anoreksia Pada defisiensi asam folat : iritabel, BB abnormal, diare kronis. Pada defisiensi Vit.B12 : ada gejala neurologis.
f. Pemeriksaan 1. Asam folat - Anemia makrositik (MCV >100 fl)
- Anisositosis dan poikilositosis
- Retikulosit ↓
- Trombosit dan neutrofil ↓
2. Vit B12
- Vit B12 < 100 pg/ml
- Peningkatan ekskresi asam metilmalonik dalam urin
- Tes Schilling
g. Diagnosis
Untuk diagnosis pasti, lakukan tes spesifik (periksa kadar Asam Folat, Vit. B12, dan lakukan tes Schilling)
DD/ leukemia akut dan anemia hemolitik
h. Tatalaksana
Asam folat dosis 0,5-1 mg/hr sehingga retikulosit meningkat dan Hb naik.
Vit B12 1 mg parenteral sehingga retikulosit meningkat dalam beberapa hari.
i. Prognosis
Biasanya baik, dengan tatalaksana yang tepat,kecuali jika terdapat komplikasi.
j. Komplikasi
Pada kardiovaskuler atau infeksi berat
Sedikit berbagi informasi, share2 aja, semoga bermanfaat ^o^
By: 10 B (est)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar