Selasa, 13 Mei 2014

Sindroma Dispepsia pada Remaja



FAKTOR RISIKO SINDROMA DISPEPSIA PADA REMAJA WANITA

Makalah

Oleh,

YESSI ARSURYA
No. BP. 1010312067




FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
TAHUN 2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karuniaNyalah, makalah sederhana ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia, pada semester II tahun pelajaran 2013, dengan judul Faktor Risiko Sindroma Dispepsia pada Wanita.

Dengan makalah ini diharapkan penulis serta pembaca dapat memahami apa saja faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mudah terkena sindroma dispepsia, terutama pada remaja wanita. Oleh karena itu, dapat dilakukan tindakan pencegahan dini agar tidak menderita sindroma dispepsia, sehingga kualitas hidup akan lebih baik.

Dalam penyelesaian makalah ini, penulis menemukan beberapa kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari sebagai seseorang yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi kedepannya.

Padang, 22 Maret 2013
Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti indigestion atau kesulitan dalam mencerna. Sindroma dispepsia adalah kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak, rasa penuh, dan panas pada perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan rasa nyeri dan panas pada ulu hati. Sindroma dispepsia ini sering disebut maag oleh masyarakat awam. Dalam bahasa Belanda maag berarti lambung. Meskipun begitu gejala dari sindroma dispepsia tidak hanya terbatas di lambung saja, karena sindroma dispepsia umumnya terjadi akibat adanya masalah pada lambung dan duodenum (www.lambungsehat.com).

Angka kejadian sindroma dispepsia di masyarakat termasuk tinggi terutama pada usia muda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Reshetnikov (2001) dalam Annisa (2009), pada remaja dengan usia 14-17 tahun didapatkan hasil bahwa remaja perempuan lebih banyak menderita dispepsia daripada remaja laki-laki. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Pada tahap ini remaja banyak mengalami perubahan baik fisik maupun psikis yang akan mempengaruhi perilaku (repository.upi.edu).

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah yaitu apa saja faktor risiko yang berperan dalam sindroma dispepsia pada wanita?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin memaparkan apa saja faktor risiko yang meningkatkan kejadian sindroma dispepsia pada remaja wanita. Metode penyusunan makalah ini adalah dari tinjauan pustaka. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja faktor risiko dari sindroma dispepsia pada remaja wanita. Pencegahan dini terhadap sindroma dispepsia dapat dilakukan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.



BAB II
PEMBAHASAN

Sindroma dispepsia merupakan kumpulan gejala yang merupakan manifestasi klinis dari kelainan pada lambung dan duodenum. Sindroma dispepsia disebabkan oleh banyak hal baik yang berasal dari saluran pencernaan maupun yang berasal dari luar saluran pencernaan. Sindroma dispepsia yang berasal dari saluran pencernaan ialah tukak lambung, gastritis, keganasan lambung, dll, sedangkan yang berasal dari luar saluran pencernaan yaitu hepatitis, pankreatitis, penggunaan obat antiinflamasi jangka lama, diabetes mellitus, kehamilan, irritable bowel syndrome, dll (Djojoningrat, 2009).

Remaja awal erat kaitannya dengan perubahan fisik dan psikis. Pada masa ini remaja akan membutuhkan asupan energi yang lebih untuk menyokong percepatan pertumbuhannya. Menurut Sayogo (2006) dalam Annisa (2009), saat mencapai puncak kecepatan pertumbuhan, remaja biasanya makan lebih sering dan lebih banyak. Setelah itu mereka akan lebih memperhatikan dirinya. Mereka seringkali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya, sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi.

Remaja cenderung memperhatikan penampilan diri dan tanggapan orang lain tentang dirinya. Jika tidak ada kontrol dan pengetahuan yang baik pada masa ini, seorang remaja dapat mengalami gangguan citra tingkat ringan hingga berat seperti anoreksia nervosa (tidak mau makan atau memuntahkan kembali makanan) (Nelson, 2000 dalam Annisa, 2009).

Faktor risiko yang berperan dalam sindroma dispepsia adalah pola makan dan sekresi cairan asam lambung (Djojoningrat, 2009). Pola makan berhubungan dengan jenis makanan dan keteraturan dalam waktu makan. Selain jenis-jenis makanan yang dikonsumsi, ketidakteraturan makan seperti kebiasaan makan yang buruk, tergesa-gesa, dan jadwal makan yang tidak teratur dapat menyebabkan dispepsia (Eschleman, 1984 dalam Annisa, 2009).

Faktor sekresi cairan asam lambung juga turut mempengaruhi sindroma dispepsia. Asam lambung adalah cairan yang dihasilkan lambung dan bersifat iritatif yang berfungsi dalam pencernaan dan membunuh kuman yang masuk bersama makanan. Peningkatan sekresi asam lambung yang melampaui ambangnya dapat mengiritasi mukosa lambung. Salah satu pencetus peningkatan asam lambung adalah ketidakteraturan makan yang sering dilakukan oleh remaja khususnya wanita. Hal tersebut jika dibiarkan berlangsung lama, dapat menyebabkan rasa tidak enak atau kurang nyaman pada perut, dan berujung dengan sindroma dispepsia.



BAB III
PENUTUP

Terdapat banyak faktor risiko sindroma dispepsia. Faktor risiko yang berperan penting dalam menyebabkan sindroma dispepsia pada remaja wanita ialah pola makan yang tidak teratur dan sekresi cairan asam lambung yang meningkat.

Saran untuk ke depannya adalah diharapkan penulis dan peneliti lain dapat mengembangkan dan mengkaji lebih dalam lagi faktor risiko sindroma dispepsia pada remaja wanita. Sehingga morbiditas bahkan mortalitas dapat diturunkan dan prevensi dini dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup remaja dalam menyongsong masa depan.



KEPUSTAKAAN
Annisa, 2009. “Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan”. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Djojoningrat, D. 2009. “Dispepsia Fungsional”. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, Jilid I. Jakarta: Interna Publishing. 529.
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_psi_043161_chapter1.pdf, 21.15 WIB, 1 Maret 2013.
http://www.lambungsehat.com/index.php?mod=maag&id=3, 21.42 WIB, 1 Maret 2013.

Tidak ada komentar: