Selasa, 29 Desember 2015

Pre- Syndrome

Hanya ada satu cara untuk mewujudkan semua mimpi. Dia datang silih berganti dalam setiap detik waktu. Tanpa menunggu. Terlintas sejenak dalam benak. Kilauan cahaya yang masuk ke dalam mata menambah asa. Berada kembali di tempat2 penuh pengharapan, seolah membangkitkan cerita lama. Saat dimana, begitu kerasnya keinginan menjadi.

Hanya ada lorong-lorong waktu yang membersamai. Kata-kata tanpa arti. Sejumput ingatan membakar, nyeri. Entah sampai kapan, luapan rasa itu akan berhenti. Hanya Dia yang tahu pasti.

Hey, bukankah sudah kukatakan. Tak baik terlalu suka bawa perasaan. Sesekali perlu rasanya mengacuhkan keadaan. Jangan semua hal yang dikatakan orang dimasukkan ke dalam dada. Apalagi tentang kita seperti apa. Ingatkah, cerita tentang seorang bapak dan anaknya yang berjalan dengan seekor keledai melintasi negeri. Tak peduli siapa. Kenal tidak. Setiap kritik dan cibiran akan datang. Entah membangun, entah meruntuhkan. Terserah kita.

Hey, ingatkah? Beberapa tahun silam saat tangis sesenggukan itu datang begitu saja. Kecewa akan pengharapan yang tak berkesampaian? Masih ingatkan? Terbalut dalam baju kuning berbunga putih, dan koin 500 perak yang menghancurkan lem yang mengeras di sudut2 tempat tidur. Menganak sungai air mata banjir. Ah, sudahlah. Ingatan itu datang sepintas lalu. Begitu saja.

Aku sudah bersiap dengan segala kemungkinan yang ada. Saat ini. Hanya tak bisa membayangkan, sejak kapankah rasa itu mulai berubah. Aneh. Tak tahulah. Menggampangkan segala hal, termasuk perasaan.

Tidak ada komentar: