Rasa2nya tadi itu hampir meloncat emosi. Lantaran orang yang sok tahu, tak melihat dengan matanya sendiri apa yang dikerjakan orang lain. Hanya pandai memerintah saja. Padahal kalau matanya sedikit jeli, pastilah dia tahu sudah kali kedua aku melakukan hal itu. Dan dia, dengan gaya parlentenya yang tinggi menyuruhku lagi melakukannya.
"Hello, kemana aja dari tadi?" cercaku dalam hati.
Secara, hari sudah tengah malam. Sudah banyak hormon melatonin yang tersia2kan. Kortisol juga sudah menurun. Apalagi endorfin. Semakin pupus.
Ditambah lagi orang, yang entah siapa, mencoba mengatur kehidupanku. Okay, jika memang dia punya wewenang atau setidaknya bertanggung jawab. Tapi ini? Nggak ada hubungannya sama sekali.
Ya, mungkin sensitivitas malam ini meningkat berlipat2. Yang awalnya hany ingin menyelesaikan semuanya dengan cepat, eh, malah disusupi aroma menyengat. Apa boleh buat. Matanya terlalu gatal untuk tak berkomentar. Apalagi di tanganku, yang penuh alat dan sudah memerah pekat. Mau lah di kata apa. Tak bisa melakukan seperti yang dia mau. Dan tak seharusnya pula dia berkata seperti itu. Mengkritik atas ketidaktahuan dia sendiri. Dan itu teramat sangat menyakinkan bahwa hanya untaian kekosongan yang ada dalam kepalanya. Kecamuk di jiwanya yang sudah tak tahan lagi untuk dikeluarkan.
Sabar saja. Bahkan yang berwenang atas waktu kami yang lama ini saja, memakluminya. Yang bahkan kecepatannya di atas dia yang merongrong usaha seseorang, sangat jauh, kalah. Biarlah. Masih segar dalam ingatan, anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu.
Sudahlah. Tak perlu menambah banyak ingatan tentangnya. Hanya menambah luka sukma. Sadari saja, sesuatu yang tak membunuhmu akan menguatkanmu. Itu saja.