Adakalanya saat tetesan keringat yang turun demi orang lain, tak dihargai. Jangankan demikian, menanggapinya saja tidak. Jangankan begitu, tampak pun olehnya walau jelas nyata berada di hadapannya, tidak ada, samar. Dan hal seperti itu menjadi perhatian lebih saat terjadi hal yang luar biasa. Kejadian yang sama sekali di luar kuasa kita.
Hey, mungkin tetesan air mata tak sanggup lagi terbendung. Ingin jatuh saja, membanjiri setiap kepingan ingatan yang kejam. Berharap, dengannya semua akan luluh, dan hilang. Namun demi apa, tetap saja kenangan menyakitkan itu jauh lebih berkesan daripada yang lainnya.
Bahkan menatap dan ditatap tak lagi sama seperti dulu lagi. Sudah kukatakan, banyak ketidakadilan yang terjadi di sini. Kuatkan saja hati, walau terkadang ia iri. Lepaskan saja emosi, walau terkadang ia greget sekali serasa ingin memuntahkan segalanya.
Banyak sekali. Akankah memang demikian? Saat usaha kita tak dinilai, saat rasa iri merasuki melihat ketidakadilan yang teramat sangat nyata? Membandingkan dan dibandingkan, adalah 2 hal yang tak mungkin lepas dalam kasus yang ada.
Lelah dengan semua ini. Sungguh lelah. Memberi tapi tak mendapat. Mendapat tapi tak sepenuhnya mendapat. Memberi tapi tak ikhlas dalam memberi. Semuanya berjalan dalam "patologi" yang tak berkesudahan. Pada ujungnya, semua saling menyalahkan. Saling ingin membela diri. Tak ada yang ingin disalahkan. Dan meski tak ingin menyalahkan, ada nada-nada sumbang dalam percakapan yang mengarah ke sana. Membuat semuanya semakin nyata.
Wajarlah, wajar memang. Mereka tak mempercayai, begitupun yang lainnya. Tidakkah rasakan keberadaan kami di sini? Yang hampir saban hari tak bertambah apapun selain lelah dan letih yang bertambah setiap hari?
Tetaplah menulis dan menulis. Membuat catatan penyelamatan diri dalam untaian kata-kata yang penuh ironi. Mengarang indah dalam usaha penyelamatan diri yang dikebiri egoisme sendiri. Entahlah. Apakah itu tradisi atau apapun, sebenarnya adalah kesalahan yang sulit untuk dimaafkan.
Menyangkut 2 hingga lebih nyawa.
Tak dapat tidak kukatakan. Menjadi pribadi yang tangguh, sesekali karam juga diterjang gelombang. Sesekali menangis juga sesenggukan. Walau air mata jatuh ke dalam. Kurangkan apalah. Sudah berusaha benar masih tak dipandang, apalagi tanpa usaha. Tapi justru ketidakadilan itu yang berjalan di depan mata. Diam antara ya dan tidak, justru mendapat lebih. Sedangkan berusaha untuk ya dan selalu ingin tahu dan bertanya, aneh jadinya. Terlalu serius atau apalah.
Padahal setiap orang berbeda. Anak kembar sekalipun berbeda dalam beberapa hal.
Bukankah tangguh dan kuat jika kita diabaikan. Maka setiap pekerjaan yang diperbuat tak akan dikenang. Baik tak mengapa, jelek tersebar luas ceritanya. Logika berpikir terbalik ini, benar-benar aneh sekali. Membuat kita bekerja dalam kungkungan ketakutan yang teramat dalam. Membuat senyum, bahkan keikhlasan patut untuk dipertanyakan.
Sudah. Cukup sudah. Melewati hari aneh yang semakin aneh saja. Sudah kucoba untuk menepisnya, membiarkannya berlalu. Cuek bebek saja. Tapi tetaplah, perasaan aneh ini memaksa untuk memikirkannya. Mengkaji ulangnya kembali. Pada siapa sebenarnya kan kupersembahkan kebahagiaan tuk melakukannya.
Kalau beberapa hari yang lalu, ada seseorang yang begitu cocok sekali denganku, dengan prinsipku dulu. Ya, dulu, sebelum aku berubah menjadi aneh seperti ini.
Tapi saat ini, dengan keanehan ini, semua terasa serba aneh.