Kamis, 30 Juni 2016

Sejenak Saja

Sejenak beralih dari gemerlap dunia nyata. Sesaat, dapat sedikit bernapas lega dan menarik napas dalam dan panjang. Lalu menghembuskannya perlahan.

Sekuat tenaga. Ingin kuteriakkan pada segalanya. Tapi tak bisa. Bahkan suara ini saja sudah tak mampu untuk bersinkron dengan kepala.

Acapkali terbuai dalam bayangan semu. Yang terpikirkan beda dengan yang terucapkan.
Segalanya menjadi nyata. Sesaat fokus pada satu hal. Membayangkan kondisi yang membuat dunia kita sibuk. Teralihkan dari setiap hal yang penting.
Seringkali terabaikan.
Tapi itulah yang terjadi.

Sekilas lalu. Tampak tidak di pelupuk mata.
Kantong mata yang semakin menjadi.
Bayang2 di sepanjang badan.
Bersabarlah.

Minggu, 05 Juni 2016

Focus

This is the first time, here. Merasa kesepian. Hari pertama puasa, just alone. Can not do anything. Yang seharusnya.

Tak mengapa. Walau tak terlalu berasa, rasanya, rasakan saja. Merasakan sensasi Ramadhan yang berbeda. Tak ada iklan2 di tv yang meriah menandakan datangnya puasa. Hanya merasakan saja, dengan melihat tanda2 nya. Itu saja.

Juga tak bisa bersalaman langsung dengan keluarga dan sanak saudara. Saling memaafkan. Perkara yang tak boleh ditinggalkan sebelum masuk puasa. Hanya digantikan dengan gelombang suara yang sayup2 jauh namun terdengar dekat di telinga. Salah satu keajaiban teknologi saat ini. Menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh. Begitulah. Cerdasi sajalah.

Dan seperti biasa, untuk 1 atau 2 hari ke depan, akan menjalani rutinitas yang sama saja. Karena sedang tidak, itu saja.

Dan sadarilah. Target yang sudah dibuat, harus benar2 dijalankan. Tulis lamat2, rekatkan di lubuk hati terdalam. Bahwa sesibuk apapun aku dengan urusan duniaku, aku harus lebih sibuk mendulang ibadah dan amalan terutama di bulan ramadhan ini.

Kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Kalau bukan kita, siapa lagi?

Okay, focus on ramadhan target. Sip. 🙆🙆🙆

Jumat, 03 Juni 2016

Party

Aku bisa merencanakan untuk tetap kuat. Jika saja aku memang benar2 sendiri disana.

Aku bisa merencanakan untuk tetap tersenyum. Menyambut segalanya dengan rasa bahagia, walau bagiku itu tetaplah lengang rasanya.

Tapi aku tak bisa merencanakan, jikalah suasana hati terpaksa "bahagia sesaat". Aku tak tahu mengapa. Yang kutahu, saat ini perasaan itu campur aduk.

Ingin rasanya melarikan diri dari tempat ini.

Padahal sebelumnya aku merasa aku bisa.
Padahal sebelumnya aku merasa aku bisa melakukannya.
Dan padahal sebelumnya, aku merasa segalanya akan mudah.

Tapi saat ini, entahlah.

Aku tak punya lagi minat, bahkan untuk sekedar berbasa-basi.

Tak punya lagi keinginan untuk bermuka manis walau rasanya sama sekali tak manis.

Karena kau tahu, aku tak suka dengan keramaian dan orang2 baru. Juga dengan suasana hiruk pikuk dan sibuk.

Aku tak suka pesta, sungguh benar rasanya.

Karena bagi seorang introvert, ia sangat benci akan pesta. Tak tahan lama2 berada di dalamnya.

Dan, sempurna sudah. Aku menjadi seorang introvert yang merasa sepi di tengah keramaian.

Begitulah.

Andai saja tak ada kata itu.

Rabu, 01 Juni 2016

Hope

Harapan itu pupus sudah. Seperti rintik air yang jatuh dari langit. Melesat cepat menebas udara dan partikel ringan yang berterbangan. Jatuh berbulir ke bumi, menyesap ke dalam tanah. Dan tak ada pernah kembali lagi menjadi bentuknya semula. Yang memang murni hanya ia saja.

Harapan itu pupus sudah. Tepatnya hari ini, ketika dalam hati justru terproklamirkan sendiri. Padahal ingatan akan harapan itu sudah ada sejak beberapa waktu yang lalu. Berlalu, dan hanya menjadi kenangan yang takkan pernah tersampaikan.

Walau mungkin akan tercapai juga.
Walau mungkin dapat terjangkau juga.
Tapi ia kini tak lagi berada dalam waktu dan kondisi yang sama, pun dengan harapan yang sama.

Dan entahlah. Tak sanggup lagi rasanya membayangkan. Walau mau tak mau itulah kenyataan.

Kenyataan yang takkan pernah menjadi nyata.

Hanya menjadi puing-puing impian.

Tak bisa kupaksakan kehendak, bukan? Pada ia yang tak bisa menjadikan kenyataan pada setiap harapan-harapannya. Yang untuk saat ini, masih terlalu dangkal dalam berusaha dan bersabar. Dan kurang ide dalam menggerakkan semangat juang.

Padahal tak selamanya yang bercokol dalam pikiran itu adalah kebenaran. Apalagi tentang masa depan.

Tak selamanya ketakutan dan kepedihan yang mendalam akan luka lama, menjadi fakta saat kita bertemu lagi dengannya.

Dan tak selamanya juga amarah dan kebencian menjadi momok yang menakutkan. Karena kelak di akhir perjuangan akan ada rasa manis yang dicicipi walau bercampur aduk dengan sejuta rasa lainnya.

Cukup manusiawi.

Kita adalah manusia. Memang. Sama-sama manusia. Tak lebih, tak kurang.

Maka berikanlah penghormatan sewajarnya saja. Berikanlah belas kasih menurut rasa kemanusiaan kita. Dan bencilah secukupnya.

Hanya itu saja. Berawal dari pagi ini ketika tersibak dari bunga mimpi.

Terdengar bunyi bising burung di kejauhan ufuk matahari pagi yang cahayanya masih menyilaukan mata.

Dan tentang cerita semalam akan seorang kawan lama yang akan kembali ke kampung halamannya. Hanya dalam hitungan jam dan sampailah ia pada negeri nun jauh di sana.

Dan itu cukup sekali membuatku teringat akan harapan yang takkan bisa diharapkan. Sama sekali.

Dan sudahi saja pagi ini dengan tetap bersyukur, walau harapan tak sesuai kenyataan, namun kita masih punya kesadaran.

Sadar bahwa kita masih merasa punya sesuatu untuk diperjuangkan.

Tidak menjadi orang yang tanpa harapan.

Sebab hidup itu sendiri penuh dengan masalah. Dan masalah membuat kita merasa hidup. Salah satu masalah hidup adalah tentang harapan.