Tak perlu mengeluarkan sedikit tenaga untuk berjalan ke pohon seri, pun tak perlu bersusah payah mendaki bukit kecil di depan rumah abak. Hanya berdiam diri saja di sudut kamar kecil ini, tuk dapatkan kualitas tinggi sinyal internet.
Tak perlu mengeluarkan sumpah serapah pada sinyal telepon genggam, tak perlu bersabar hati saat tethering tak tercukupi. Kini tinggalah kenangan yang menjadikan segalanya serba mungkin, tuk diulang lagi.
Ah, aku hanya orang bodoh yang tak tahu rasa bersyukur. Aku merindukan suasana dimana segalanya serba butuh kreativitas tuk mendulang keinginan, butuh ide tuk mendapatkan sesuatu. Bukan hanya duduk manis di depan laptop lalu berselancar sesukanya, tak perlu banyak pikiran.
Ah, lagi-lagi saat kerinduan ini datang, aku harus tega membunuhnya dengan mengacuhkannya. Menganggap segalanya hanyalah rotasi waktu yang berjalan sesuai garis edarnya, dan suatu saat nanti akan kembali lagi pada titik asalnya menjadi sebuah kenangan biasa-biasa saja, ingatan ulang tahun.
Bukankah pernah kubisikkan pada semilir angin Gunung, atau pada gemerisik air di sungai dekat jembatan, bahkan pada anjing yang melolong tengah malam, bahwasanya suatu saat nanti, perlahan tapi pasti, aku akan meninggalkan kalian disini, dan kita akan bertemu lagi entah pada episode mana lagi.
Ah, aku hanya bisa menebak, betapa simpelnya sebuah pertemuan dan rumitnya perpisahan, yang kadang membuat hilang akal waras untuk beberapa saat.
Masih dalam memori seminggu yang lalu, tepat jam segini, aku mencurahkan segalanya, masih terpampang nyata dalam girus ingatan.
Ah, acapkali sesaat sebelum bangun tidur aku tersentak. Terbayang wajah-wajah mereka, ibu dan abak Gunung juga 12 laskar merah maroon.
Entah sampai kapan, cerita kita adanya akan bertahan. Entah pada malam, bintang, atau bulan yang mana cerita kita akan berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar