Ini tentang kisah kehidupan yang aneh. Dunia di atas awan. Awan menggenang indah, jingga. Di ujung sana, tampak ekor pelangi yang malu2 kucing, menyembunyikan semburat warna kemerahannya. Pipinya memerah, matanya berkilau, hampir tumpah. Hatinya terlebih lagi. Pandangannya tak satupun beranjak dari perumahan kecil di ujung negeri. Berkali2 dia lalui, berkali itu juga matanya sembab menahan pilu.
Entahlah, dunia yang aneh. Berada ataupun entah berada dimana. Ingin tapi tak bisa memiliki. Berpijak tapi serasa terbang di awang2. Menganak sungai, habis terbabat mentari senja yang menyayat mata. Aku terpaku, terenyuh dengan kehidupan yang aneh ini.
Kucari2 kebahagiaan disana, tapi entahlah. Hampa. Sesaat aku ingin berada di sana. Sesaat berada disana, aku merasa hampa. Tak ada artinya. Tiada bermakna. Aku hanyalah puing2 kejora yang hancur lebur. Yang hanya berpendar untuk disaksikan ribuan tajam mata yang memandang tanpa belas kasihan. Bersinar hanya untuk diketahui orang lain bahwasanya aku ada untuk dijadikan olok2an. Penghibur hati mereka.
Hey, tahukah kalian. Padahal mana aku merasa di ujung2 penantian. Saat aku tak mampu lagi mengusung kemauanku. Saat aku tak sanggup lagi merayakan hari lahirku. Atau bahkan saat aku tak lagi bersama siapapun, sendirian.
Berpijak di dunia yang aneh. Menyaksikan segala macam keanehan. Ingin mengadu pada siapalah lagi. Ingin bertanya manusia tiada jawabnya lagi. Ingin kusampaikan pada akar benalu kehidupan malang melintang yang bergejolak di kepalaku. Hey, kalian makhluk hijau sungguh luar biasa.
Entahlah. Banyak hal yang masih kutanyakan. Aku ingin menghilang. Hilang dari peradaban. Sejenak saja. Bahkan hilang masih dalam peradaban. Menyaksikan aku dan sekeliling orang yg berada di antaraku. Hendak menyana, mengartikan, menafsirkan akan arti diriku.
Hey, tolonglah sejenak hentikan. Jantungku berdegup kencang, palpitasi tak karuan. Detik ini, menit ini, ada2 saja hal yang membuatku tak bergeming. Membuat pecah kepala. Membuat susah hati saja.
Dan semuanya melebur, hancur menjadi debu. Berpuluh2 keringat menetes, membuncah kesakitan. Hanya aku yang tahu. Tak satupun dari mereka tahu. Tak tahu. Tak tahu.
Dan tak pentinglah bagi mereka. Apalagi negeri di atas awan. Bagiku, itu hanyalah pengobat rindu. Dari mata turun ke hati. Aku tersipu malu dengan kenangan dahulu. Saat aku tak seperti ini, saat aku lebih baik dari ini. Ah, entahlah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar