Hei pagi! Masih berkaca2 dalam reruntuhan embun yang menyelimuti bumi. Masih terngiang dinginnya hari, masih terlintas di pikiran aroma teh wangi, juga sepiring nasi dengan telur dadar yang semburat asapnya mengepul. Semangat pagi!
Hei teman! Bisikkan padaku sejuta kata indah. Kata penyemangat jiwa. Agar semangat kita kekal, setidaknya untuk hari ini. Saat pikiran masih pada tempatnya. Saat keberadaan masih dirasa kesyukurannya. Saat tak perlu lagi merasakan dengan sebenarnya rasa akan arti kehidupan itu sendiri.
Cukuplah bernapas lega. Menghirup udara pagi nan lengang bercampur butir air salju. Tanpa ada kesusahan, tanpa ada rasa jerih payah dalam melakukan. Cukuplah. Itu sudah cukup membuat kebermaknaan hari nan elok di pagi ini.
Cukuplah dengan memperhatikan. Ke sekeliling kita nan tiada berkeluh kesah. Hanya semilir angin lembut yang menyapa, membawa kedamaian tak terkira. Cukup sudah.
Aku dan setitik embun yang runtuh ke bumi. Aku dan setitik kawan yang menyemangati, aku dan setitik cinta yang datang mengikhlasi. Dalam tiap diri, jiwa, dan cinta. Bersemai semangat nan indah. Bertahanlah. Kelak kan kau temukan rasa lain yang jauh bermakna.
Maka tak salah. Saat gurutta berkata, saat kehilangan banyak mendapat, dan saat mendapat justru kehilangan. Begitulah manusia. Rumit, seperti choconest, sarang tempoa sarang paling rumit sedunia. Begitu juga dengan hati. Ada kalanya sunyi. Seperti emptynest, sarang kekosongan. Seolah kehilangan menjadi akar kerumitan. Seolah kehilangan menjadi muara kesedihan.
Bahagia itu sederhana.