Rabu, 07 September 2016

Seriously

Aku sungguh rapuh. Maka kuharap, saat aku rapuh, takkan menjadi bulir-bulir beling yang menyayat hati. Cukuplah rapuh saja, jangan sampai aku tercabik tercerai berai karenanya.

Aku sungguh tak sabaran. Tak sabar untuk selalu mengeluh. Menceritakan segala pikiran negatif pada dunia. Padahal, kesakitan takkan selamanya, sulit dan pedih juga takkan kekal. Akan ada hari dimana semuanya berganti. Seperti putaran roda pedati.

Adakalanya aku tak harus bersabar dan mencoba menenangkan diri sendiri. Tidak otomatis menceritakan kekalutan pada dunia. Ia sama sekali tak menyerap, malah memantulkan kembali dan menjadikannya ruam di sekujur tubuh ini.

Ingatkah, hukum kekekalan energi? Energi tak dapat diciptakan, pun tak dapat dimusnahkan. Tapi ia dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain.

Pada cerita yang terkenang, tersampaikan. Adalah sebuah gema yang takkan pernah habis memantul di alam. Karena kita sendirilah yang menjadikan kata negatif itu kekal abadi. Walau tak terdengar dengan telinga, namun ia terasa di jiwa. Begitulah adanya.

Dan kepekaan yang tak bisa dijadikan patokan. Adalah rasa yang tak terjamah. Adalah pelita yang tak benderang. Adalah perasa yang tak merasa.

Kalaulah sedemikian rupa, lantas pada apakah kan kukatakan segalanya. Memang tak ada alasan untuk menyalahkan. Hanya keadaan saja yang menjadikannya sedemikian. Tapi tetap saja, saat harga rasa yang jadi taruhannya, pantang sekali untuk meminta. Jangankan demikian, bahkan berharap saja tidak lagi.

Terlalu berharap pada orang lain, siap-siaplah untuk kecewa. Benar adanya, orang yang kuat bukanlah yang tak pernah menangis, tapi karena ia tetap bertahan bahkan dalam situasi sesulit apapun. Dia mengusahakan segalanya sendiri. Dia mengusahakan hatinya dengan sepenuhnya. Tak ada kata yang dapat mendefinisikannya.

Dan hingga detik ini, masih belum bisa kuinterpretasikan rasa apa yang terjadi. Semuanya bercampur baur. Ingin marah, tapi pada siapa, atas alasan apa. Tidak ada. Ingin mencari tempat pelampiasan? Buat apa. Toh, ini terjadi mungkin karena aku yang terlalu berpikir kritis. Tapi ya itulah aku.

Tidak ada komentar: