Mentari pagi malu-malu muncul dari persembunyiannya. Ya, tentu saja. Dia bersembunyi di belakang awan yang mengitari horizon timur. Lama sekali. Buktinya, masih belum juga terdengar suara azan. Mataku sudah tak dapat dipicingkan lagi. Tak ingin melewatkan hari ini.
Namaku Ra. Dan aku masih duduk di bangku sekolah menengah atas kelas 1. Aku selalu tersentak setiap jam 4 pagi. Selalu. Ada ataupun tidak alarm, mataku selalu terbuka. Terkadang, rasa malas datang. Sekuat apapun usahaku, tak dapat kupejamkan mata. Terdengar jelas di telinga detik demi detik jam dinding yang tergantung di kamar berbunyi. Sempurna, menambah aura lengang pagi hari.
"Nak, bangunlah. Hari sudah jam 6. Matahari sudah naik. Jadi tidak, kita pergi ke pasar pagi?" Suara Amak terdengar samar.
"Benarkah?" Hah, aku tertipu dalam mimpi. Ternyata aku masih tertidur. Lelap sekali. Sampai-sampai tak menyadari, sudah hampir hilang waktu solat subuh. Aku pun bergegas bangkit dari tempat tidur. Dengan mata yang masih menyipit, masih berusaha menyamakan sinar terang yang mengiritasi mata. Nyaris terjatuh, terpeleset lantai berkeramik yang licin. Tercium aroma apel. Menyebar ke seluruh penjuru rumah.
"Nyaris saja," keluhku.
Aku bergegas. Geges sekali pagi ini. Jangan sampai matahari terlampau tinggi. Boleh jadi aku ketinggalan momen penting dari pasar pagi. Kapan lagi? Kalau tidak hari ini.
"Mak, dimana perlengkapan ke pasarku?" Aku.
"Ambil di kamar sebelah, Nak. Cepatlah."
Pasar pagi ramai sekali. Tapi sayang, ada yang berbeda. Tak ada lagi yang jualan susu kedelai, bakso tusuk, apalagi kacang kedelai rebus atau yang sering disebut "kacang babulu". Padahal, itu adalah favoritku waktu kecil.
"Ah, ada apa gerangan? Apa mereka sudah tak mau lagi berdagang?" Lirihku.
Oh, ternyata usut punya usut, ada sesuatu. Ada beberapa orang berseragam. Satpol PP ternyata. Sudah beralih fungsi tempat ini. Pasar yang tak lagi pasar. Atau barangkali, hanya terkhusus pagi inikah? Entahlah.
Aku dan Amak mengitari pasar pagi. Berharap bisa bertemu penjual makanan yang kurindukan. Tapi sayang, tak bertemu sedikit pun. Kecewa. Tapi apalah daya.
"Lain kali, kalau ada ketemu, Amak belikan."
Aku hanya mengangguk dalam hati. Memasang wajah kecewa, entah seperti apa penampakannya. Sampai-sampai membuat Amak bertekad untuk mencarinya sampai dapat. Hmm....
"Tak apalah, Mak. Aku memang ingin. Tapi tak mungkin memaksakan kehendak. Tak ada niat di hati untuk menyusahkan Mak," sahutku dalam hati.
Sampai sudah di rumah. Hanya ada lontong sayur, tapi tak mengapa. Yang penting, pagi ini aku masih bisa makan bersama Amak. Sebelum esok hari, saat aku harus berpisah dari Amak demi sekolah.
Dan, aku melihat tas kecil berwarna merah. Tas mukenah. Aku suka warnanya. Juga ingin meminjamnya dari Amak.
"Mak, mukenah Amak ni bagus. Pengen lah dibawa ke sekolah, Mak" kataku.
"Oya, tapi mukenahnya belum Mak cuci. Juga ada yang robek sedikit Nak. Biar Amak jahit lalu Mak cucikan ya."
"Kalau begitu tak usahlah, Mak. 1 jam lagi aku akan berangkat Mak. Mobil jemputan akan segera datang. Tak akan terkejar. Besok-besok saja bisa Mak," lirihku.
"Nggak apa, Nak. Bisa kok," jawabnya.
Entah bagaimana, aku sibuk mengemasi barang-barang yang lain. Memasukkannya ke dalam tas ransel besar. Tak terasa, terdengar suara klakson mobil memanggil-manggil. Pertanda aku harus segera pergi.
Dan, Amak membawakan mukenah yang sudah dicuci dan sudah kering. Aku terharu. Pengorbanan Amak benar-benar luar biasa. Padahal, aku tak melakukan apa-apa pada Amak. Belum bisa membantu Amak banyak. Masih banyak kurangnya anakmu ini, Mak.
Dan mentari hari itu tenggelam. Dalam ruang dan waktu yang berlainan. Meski demikian, Amak tetap ada di hatiku. Sepersekian menit sesaat mentari hilang, aku terpana. Melongo sesaat. Setelah itu, aku ingat Amak. Mentari tadi pagi jadi saksi kebersamaanku dengannya. Dan sore ini, menjadi saksi pula saat aku berpisah dengannya.
Terimakasih Mak, atas segalanya. Tak bisa kusebutkan satu-satu kebaikan Amak. Sangat banyak, sebanyak bintang di langit. Semoga Amak sehat selalu dan berkah usianya. Aamiin.
,,sunflower,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar