Rabu, 03 Desember 2014

He is The One


Allah yang menguasai hati dan membolak-balikkan hati manusia. Sebesar dan sedahsyat apapun makar manusia, jika Allah belum berkehendak, maka makar tersebut sama sekali tak akan pernah terjadi, sekecil apapun. Begitupun sebaliknya. Kunfayakun, jika Allah berkehendak terjadi, maka terjadilah. Wallahu’alam.

Begitupun dengan sepotong kisah hidup manusia. Ada-ada saja hal yang terjadi di luar sana. Entah bahagia, entah duka. Semua berjalan, mengalir, begitu saja. bagi manusia yang berpikir, ada sebuah pola yang sudah mengukir di jagat raya ini. berpikir leluasa tentang kejadian-kejadian saban hari. Bertindak dalam tangan dan kaki mungil, mengharap secercah ridho Illahi. Menebar puing-puing asa dan harapan yang tak kasat mata.

Mereka di sana telah dijamin kehidupannya oleh Allah. Begitu juga dengan kita di sini. Perjuangan tak akan pernah berakhir. Dalam dimensi kehidupan kita diuji sesuai dengan kadar dan takaran masing-masing. Bukankah Allah SWT telah menjanjikan penghidupan bagi manusia, tak akan menguji lebih dari kemampuannya. Allah lebih mengetahui apa yang tidak kita ketahui, karena keterbatasan kita. Barangkali, sesuatu yang telah kita rencanakan matang-matang, tapi nyatanya tak sesuai harapan, bisa jadi, Allah sudah menyiapkan sesuatu yang lebih baik lagi dari itu.

Berjuang dengan hati nurani. Melawan keganasan mentari pagi yang membuai-buai sepi. Bertahan dalam semangat yang akan terus hidup dipupuk oleh ruhiy nan terjaga. Ibadah-ibadah nan baik, amalan nan ikhlas dan bernas, percayalah, tak ada yang sia-sia. Bumi berotasi dan berevolusi dalam pengawasannya. Sekalipun terjadi hal yang tak diingini, percayalah, daun yang jatuh tak pernah membenci angin.

Takdir kita sudah ditentukan. Nasib kita juga sudah ditetapkan. Tinggal bagaimana caranya memoles dan mengusahakan hasil yang maksimal dengan proses yang luar biasa. Ghirah menjalani kehidupan di alam yang damai sentosa, jangan tertipu dengan alunan merdu dan buaian alam fana. Berusahalah, maka Allah, orang mukmin, dan alam sekitar akan melihat dan menilai hasil usaha keras kita. Seriuslah dalam berkehidupan, kawan!

Pertemuan dalam Lapis-lapis Keberkahan


Takdir Allah mempertemukan kita.... Ya, jikalau bukan karena takdirNya, niscaya akan terjadi sebuah pertemuan yang sama sekali tak pernah terpikirkan. Pun tak juga disengajakan, bahkan tak pernah terbersit dalam hati sanubari. Hanya kekuasaanNya-lah yang menjadikan kita bertemu kembali setelah cukup lama terpisah.

Hari ini, tepatnya pagi menjelang siang yang mendung dan sejuk di kota Padang ini, kami bertemu dalam dekapan ukhuwah. Merajut kembali kenangan-kenangan seminar beberapa bulan yang lalu. Kata-kata piawai dan puisi yang meluluhkan hati menjadi pengingat bagiku untuk tak ragu dalam melangkah, bimbang dalam mengambil tindakan. Aku ingin mendapatkan secercah cahaya ilmu yang menenangkan hati, menjadi oasis di padang pasir, menjadi rintik hujan di padang gersang, bersama ustad Salim A Fillah yang selalu disanjung-sanjung oleh temanku, sebut saja namanya N. Dia fans beratnya ustad, sudah 4 kali ikut seminar ustad, tak pernah bosan dan selalu menghayati setiap alunan kata yang keluar dari mulut beliau.

Tak disangka kami bertemu. Aku dan Nia bertemu dengan Olla, seorang teman lama.... Lebih tepatnya, adek yang cukup lama menghilang. Akhirnya, kami bertemu kembali dalam momen yang tak mungkin terjadi tentunya tanpa rencanaNya. Tak sengaja, Nia membaca tweet-nya Zolla di depan ruang seminar. Mulai mengingat dan menyadari kalau Zolla juga ada di sana. Alhamdulillah, lapis-lapis keberkahan Ustad langsung menjadi kenyataan, membawa berkah bagi pertemuan yang tak terkira.

Ya, aku bersyukur bisa bertemu lagi dengannya setelah sekian lama. Apalagi melihatnya saat ini yang sudah berjilbab rapi. Semoga tetap istiqomah ya adek Zolla.... Pertemuan kita Insyaallah berada dalam lapis-lapis keberkahan. Kita tergerak dan berjalan karena ingin meraih berkah yang tiada tara. Berkah yang melekat, bermanfaat, dan bernilai kebaikan serta membawa kebahagiaan bagi sesama umat muslim. Ya, pertemuan yang mengharukan sampai-sampai meneteskan air mata. Air mata bahagia....


Ps: Olla alah lupa aja sama kak Nia, kok bisa ya? Hmm.... Aneh bin ajaib, tapi sama kak Alhamdulillah ya, masih ingat. Haha... Gegara udah lama nggak ketemu, sih.

No One Same


Tiap orang berbeda, tak ada yang sama. Bahkan anak kembar siam identik sekalipun, tak ada yang persis sama. Pasti ada beberapa jengkal yang membedakannya. Begitupun aku dan juga kau. Sukses punya jalan sendiri. berbeda tiap orang. perhatikan dan camkan itu. Jangan pernah samakan aku dengannya. Juga jangan pernah sesuka hatimu menilai dan menjudge seseorang menurut sudut pandangmu. Kau tahu, barangkali orang yang kali ini kau injak-injak harg dirinya, kau buat malu dia di depan orang banyak, suatu saat nanti, entah berpuluh tahun lagi, akan jauh lebih sukses, lebih melejit dari dirimu.

Kau urus saja dirimu sendiri. tak usah sok prihatin dengan keadaan orang lain. Kenapa? Karena hanya ada nada-nada minor penuh sumbang dan kacau yang hadir dalam lisanmu. Jika saja aku tak punya pendirian yang kuat, percaya diri yang hebat, mungkin aku sudah termakan kata-katamu. Sempurna, menambah terpuruk semua yang ada padaku.

Kau tahu, untuk mencapai jalan sukses itu saja sudah berbeda-beda. Apa kau bisa menyamakannya? Ah, barangkali kau saat ini masih miskin fakta dan realita. Di benakmu, hanya ada ruang gelap persegi yang terkotak bak katak dalam tempurung. Duniamu masih sempit, belum seujung cuil pun pahit yang kau rasakan. Belum setitik darah pun yang kau korbankan dan belum sebening air mata pun yang kau alirkan untuk mendapatkannya. Ah, kau terlalu naif, untuk bisa menyamakan semua manusia berdasarkan kacamata kudamu itu.

Kau tahu, betapa susah payah aku berusaha hingga berkali-kali untuk mencapainya. Tak sedikit waktu yang hilang, tak sedikit keringat yang terbuang, hingga detik menjawab waktu yang terukir pilu, aku belum juga mendapatkan apa yang kumau. Di lain waktu, lain ruang dan tempat serta kondisi, tapi masih sama dalam hal keinginan yang sangat diingini, seseorang di luar sana, hanya sekali dua kali sentak, itupun kadang dipenuhi juga dengan keluhan-keluhan yang tak pantas baginya, langsung menuai kenyataan membahagiakan. Bahwa ada orang seperti aku, juga orang seperti dia, dan orang-orang lainnya yang juga berjuang dan berkorban dalam kadarnya masing-masing. Terkadang yang didapatkan sesuai alias pulang pokok, kadang tak sesuai karena banyaknya kemudahan yang didapat, atau malah memiriskan hati karena perjuangan berat yang melelahkan tak juga kunjung berakhir. Ah, dunia!
Kau harus tahu, tak pantas bagimu menilai apalagi membandingkannya dengan orang lain! Kau bandingkan saja dirimu sendiri! kau juga harus tahu, aku tak butuh sama sekali nilai dan perbandingan yang kau berikan. Aku tak butuh semangat palsu darimu. Menjatuhkanku sempurna lalu mengangkatku agar tak lagi berduka! Heh, apa itu rasionalitasmu dalam berpikir? Apa itu metode yang kau gunakan untuk menjatuhkan orang lain? Ah, mungkin aku terlalu sarkatis skeptis padamu!

Terakhir, kau harus tahu. Memberi semangat tak harus dengan menjatuhkan, bukan? Apa kau ingin menjadi orang yang dibenci selamanya? Apa rasamu sudah teramat sulit tuk memahami orang lain? Aku tahu, maksudmu baik. hanya saja, caramu berkelit, membuat hati orang lain yang mendengarkannya sakit. Menjatuhkan harga diri orang di hadapan orang lain lalu mengangkatnya, itukah caramu berbuat baik? pikirkanlah hal itu.

Kehilangan


Bismillah....

Mengambil sebuah pelajaran dari kejadian yang terjadi semalam. Saat raga tak lagi berdaya, saat jiwa tak lagi meraba, peristiwa tak dinyana terjadi begitu saja. Ketika jiwa haus akan peradaban kelam, ketika raga rindu akan pembaringan yang terpampang, ternyata hal lain di luar sana berkata lain. Mencekam, membunuh asa sampai ke dalam jiwa. Membuat bulu kuduk terangkat, sensasi yang tak terbilang jumlah bersatu padu dalam gemerlap malam sunyi.


Adalah aku yang tersentak, kaget. Mendengar berita kehilangan dari kawan di tengah malam buta. Saat mataku sudah bersusah payah menahan kantuk, saat badan sudah tak sadar lagi membentang di sudut ruangan sana, aku terkejut. Ya Rabb, kenapa bisa?


Meski bukan diriku yang kehilangan, tapi sentakan keras di belakang pundakku itu terasa gamang. Mengingatkanku pada kejadian beberapa tahun yang lalu, persis di kegelapan. Dini hari itu, aku kehilangan benda yang cukup berharga. Dan dini hari itu, aku kehilangan pijakan dunia tuk sementara. Mengais sedikit demi sedikit kenyataan bahwa benda itu hilang, tak akan lagi kembali. Dan selang beberapa tahun kemudian, aku pun kehilangan benda yang serupa. Persis dalam kegelapan malam yang tak kenal kasihan. Bedanya, aku tak lagi menangis sejadi-jadinya seperti dulu. Meski jantungku benar-benar berantakan kembali dibuat olehnya. Memori buruk itu datang lagi dalam benakku. Lengkap dengan dinginnya hari, aroma embun malam, dan rintihan hati mendalam.


Kawan, sungguh aku tahu rasanya kehilangan. Apalagi sesuatu yang lebih dari kehilanganku sebelumnya. Aku tahu, hatimu begitu kesal pada orang yang dengan teganya mengambil hak milik orang lain. Aku tahu, bagaimana sumpah serapah yang bergumul dalam jiwa ingin dimuntahkan seketika itu juga. Ah, kehilangan yang menyakitkan.


Tapi, kawan.... Aku salut padamu. Bagiku kau cukup tegar. Kalau aku yang berada pada posisimu, entahlah. Harus berapa kali aku mengais dan mengumpulkan serpihan-seprihan hati yang hancur berkeping-keping karena kelalaianku. Ah, kalau boleh berandai-andai, andai saja aku tadi tak begini. Atau, andai saja aku lebih hati-hati dan tidak ceroboh. Tapi, itu sudah terjadi, dan tak bisa diulangi lagi.


Kadang, bayang-bayang kehilangan itu selalu datang setiap saat. Ada ikatan batin yang terjalin cukup lama, walau hanya sebuah benda. Meraup kenangan lama yang dibingkai dengan kepedihan. Tapi aku yakin, ini semua pasti ada hikmahnya.


Ya, sejak saat itu aku lebih hati-hati lagi pada semuanya. Berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir kehilangan untuk selanjutnya. Aku hanya ingin, tak ada lagi penyesalan yang datang karena kelalaian. Semuanya sudah takdir dari Tuhan. Sepotong episode kehidupan menyakitkan yang kan terkenang sepanjang kehidupan. Pasti ada hikmahnya, aku yakin itu. Barangkali, karena benda itulah pelalaiku. Maka Allah pun tak segan menegurku dengan caraNya. Bukankah Allah mencintai hambaNya sepanjang dia memberikan ujian dan cobaan kepada hambaNya tersebut?

Wallahu’alam

Im Proud to be A Muslim


Ajari aku bermimpi, tentang sebuah pengharapan yang tiada tara....
Ajari aku hidup, tentang sebuah pengorbanan yang mengoyakkan jiwa raga....
Dan,
Ajari aku cara lain, untuk melihat dunia dari sudut pandang lain!


Ini bukan tentang sebuah penyesalan, Kawan. Bukan pula sebuah kesedihan yang terpendam teramat dalam. Ini hanya sebuah keterlambatan dalam proses penyadaran diri sendiri. Memang terlambat. Tapi, selalu ada waktu untuk merubah keadaan. Termasuk bersyukur dan berucap Hamdalah serta tersenyum di sela-sela kegentingan yang entah, masih menyisakan napas-napas cadangan.

Aku hanyalah perantara kehidupan, Kawan. Terkadang, aku sadar, kehadiranku tak bermakna sama sekali. Lihatlah, bunga-bunga bermekaran, pepohonan tumbuh tinggi menjulang. Dan itu terjadi, tanpa campur tangan manusia. Hanya sepersekian kecil saja, ada faktor keberuntungan manusia untuk bisa mendayagunakannya.

Baiklah, aku akan katakan pada diriku sendiri, juga kepadamu, Kawan. Meski aku tak berarti, atau kadang tak terlihat, tapi aku selalu ada di dunia ini. Membentuk semacam jejaring tak kasat mata yang kau tahu, membuatmu mengingat bahwa aku pernah ada. Aku sadar, Kawan. Dalam rentetan kesibukan kita masing-masing, dalam penghambaan pada diriNya untuk mencapai hakikat kehidupan tertinggi dalam zaman neo-globalisasi ini, akan banyak sekali momen-momen terjadi begitu saja.

Masih segar dalam ingatan, betapa peristiwa demi persitiwa hidup tak terelakkan terjadi. Aku tahu, hanya segelintir saja yang memang menggugah hati. Manusia kadang tak peduli pada nikmat yang dirasakannya detik ini. Hanya kejadian super, dalam algoritma berpikirnyalah yang sukses mengalihkan dunianya. Kau mengalihkan duniaku, Kawan!

Tahukah kau, apa jejaring besar yang tak kasat mata itu? Saling menghubungkan kita satu sama lain. Dalam jarak, frekuensi, dan situasi seperti apa pun. Kau harus tahu, Kawan! Kita dihubungkan nyaris tak tampak oleh takdirNya. Aku dan kamu, kita, dan mereka menjadi sebab akibat terjadinya sebuah perkara. Disadari atau tidak, hanya mereka yang beruntunglah yang diberi tugas olehNya untuk menerjemahkan rangkaian kehidupan yang gamang ini.

Antara aku dan kamu, kita, juga mereka. Terpateri erat dalam lantunan doa sejuta umat. Dari zaman ke zaman, sebagai penghubung erat satu sama lain. Terselubung doa para perindu surga, keselamatan nan adidaya. Kau tahu, aku pun baru menyadarinya beberapa waktu terakhir ini. Dan, keterlambatan ini tak mengapa bagiku. Justru menjadi pintu pembuka jejaring yang lebih besar bagi kita.

Im proud to be a muslim.

Baso Jo Basi


Pepatah lama orang-orang dahulu. Sejak kehidupan bermula. Segalanya serba terbawa tradisi dan adat istiadat. Pantang bagi orang Minang menunjukkan muka atau tampang langsung suka tanpa menimbang-nimbang. Antara alur dan patut. Istilah kerennya, tau baso jo basi. Ah, harusnya orang Minang tulen lebih tahu lah ya.

Dalam dunia makan dan minum, kental sekali budaya baso jo basi ini. kalau belum dipersilakan si tuan rumah untuk makan, pantang untuk memulai makan. Ya, meski perut sudah keroncongan, meski lapar tak tertahankan, tapi demi menjaga yang namanya asas kepatutan dan alur dalam bertindak plus rasa penghargaan tertinggi pada tradisi dan kebudayaan Minangkabau yang telah mendarah daging, maka hal itu tak lagi jadi pikiran.

Sesekali orang Minang begitu halus perasaannya. Muluik manih kucindan murah. Kesan awal seseorang apakah berakhlak atau tidak, lihat saja dari gaya berbicaranya. Dengarkan saja, alunan irama serta pembawaannya. Rangkaikan juga dengan tatapan matanya. Apakah cakap yang dibuatnya itu bersinergis antara mulut dengan hati. hanya perasaan yang sangat lembutlah yang dapat memahami.

Kembali lagi pada baso jo basi. Basa basi ini bukan tanpa makna. Pun juga bukan karena rasa gengsi semata, tapi lebih karena sesuatu yang sudah menjadi landasan hidup orang Minangkabau. Tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, tidak sekejap mata menerima kebaikan orang, dan intinya, lebih berhati-hati. Basa basi, hanya menawarkan sebuah solusi untuk permasalahan yang kini tengah garang menderap pribadi hingga bangsa. Basa basi, juga tidak dapat disamakan dengan si dia yang mau tapi malu atau malu-malu kucing. Sekali-kali tidak sama! Kalian tahu, baso jo basi lebih dari itu.

Baso jo basi juga membentuk pribadi menjadi lebih mandiri. Bukan bermaksud membanggakan diri. ini adalah salah satu dari segelintir media untuk membentuk karakter yang mumpuni. Kalian tahu caranya? Misalkan saja, ada orang yang menawari kalian sesuatu yang baik, berstatus halal dan diperoleh secara thayyib, dan sangat menggiurkan. Sayangnya, cara penawaran orang itu tak sesuai dengan hati nurani kita. Kalian tahu kan, bagaimana (kebanyakan) sikap orang-orang yang berada di atas lalu memberikan sesuatu kepada orang yang kurang beruntung dalam hidupnya? Lantas, apa kalian akan langsung menerimanya? Mengorbankan harga diri yang tercabik-cabik di hadapannya?

Ah, lagi-lagi ini masalah sepele yang tak bisa dipandang enteng. Baso jo basi bukan berarti sok jual mahal, juga bukan berarti menolak rezeki yang telah dianugerahkan oleh Tuhan lewat perantara makhluk ciptaanNya. Sekali lagi, bukan. Lalu, mengapa harus basa-basi?

Diberi makanan enak dan gratis selama seminggu. Lalu setelahnya dengan mudah kita dijadikan “suruhan”nya tanpa ba-bi-bu dan otomatis kita mengangguk sebagai balas jasa. Dikasih sejumput emas berlian lantas kemudian kita disuruh berpisah dengan orang-orang yang dicintai, demi politik balas jasa. Dan, itulah dia!

Ya, sekali lagi orang Minang memang pantang sekali nrimo saja tanpa tahu. Tahu apakah hal itu benar-benar baik, apakah tidak membuat urusan mengeruh di masa mendatang, juga salah satu dari pengetahuan akan tradisi daerah yang saat ini lazim mulai ditinggalkan.

Baiklah, saat ini aku menolak untuk menerima bukan karena aku tak suka atau tak menghargai pemberian orang lain. Hanya saja, sebagai orang Minang yang halus perasaannya, aku tak bisa menerima “gaya” penawaranmu yang kuanggap tidak respect dan mengabaikan orang lain. Kau tahu, tidak hanya aku yang merasakan. Tapi beberapa orang yang ada dalam ruangan ini, terdiam. Awalnya, ada yang merespon, tapi sekali melihat “gaya” tak biasa itu, katakanlah orang lain mengaminkan sikapmu itu karena sudah karakter,, tapi bagi orang awam itu cukup mengganggu.

Ah, sebenarnya bukan urusanku untuk ikut campur masalah ini. Hanya saja, sekali-kali kurasa perlu untuk memberitahunya. Ya, kalian pasti tahu, penolakan-lah yang kuterima. Tak masalah. Hanya saja, kau harus tahu itu. Jika kata-kataku terulang lagi di kehidupanmu mendatang, entah dari bibir siapa atau dari suara siapa, sadarlah segera. Another life from another soul....