Mengambil sebuah pelajaran dari kejadian yang terjadi semalam. Saat raga tak lagi berdaya, saat jiwa tak lagi meraba, peristiwa tak dinyana terjadi begitu saja. Ketika jiwa haus akan peradaban kelam, ketika raga rindu akan pembaringan yang terpampang, ternyata hal lain di luar sana berkata lain. Mencekam, membunuh asa sampai ke dalam jiwa. Membuat bulu kuduk terangkat, sensasi yang tak terbilang jumlah bersatu padu dalam gemerlap malam sunyi.
Adalah aku yang tersentak, kaget. Mendengar berita kehilangan dari kawan di tengah malam buta. Saat mataku sudah bersusah payah menahan kantuk, saat badan sudah tak sadar lagi membentang di sudut ruangan sana, aku terkejut. Ya Rabb, kenapa bisa?
Meski bukan diriku yang kehilangan, tapi sentakan keras di belakang pundakku itu terasa gamang. Mengingatkanku pada kejadian beberapa tahun yang lalu, persis di kegelapan. Dini hari itu, aku kehilangan benda yang cukup berharga. Dan dini hari itu, aku kehilangan pijakan dunia tuk sementara. Mengais sedikit demi sedikit kenyataan bahwa benda itu hilang, tak akan lagi kembali. Dan selang beberapa tahun kemudian, aku pun kehilangan benda yang serupa. Persis dalam kegelapan malam yang tak kenal kasihan. Bedanya, aku tak lagi menangis sejadi-jadinya seperti dulu. Meski jantungku benar-benar berantakan kembali dibuat olehnya. Memori buruk itu datang lagi dalam benakku. Lengkap dengan dinginnya hari, aroma embun malam, dan rintihan hati mendalam.
Kawan, sungguh aku tahu rasanya kehilangan. Apalagi sesuatu yang lebih dari kehilanganku sebelumnya. Aku tahu, hatimu begitu kesal pada orang yang dengan teganya mengambil hak milik orang lain. Aku tahu, bagaimana sumpah serapah yang bergumul dalam jiwa ingin dimuntahkan seketika itu juga. Ah, kehilangan yang menyakitkan.
Tapi, kawan.... Aku salut padamu. Bagiku kau cukup tegar. Kalau aku yang berada pada posisimu, entahlah. Harus berapa kali aku mengais dan mengumpulkan serpihan-seprihan hati yang hancur berkeping-keping karena kelalaianku. Ah, kalau boleh berandai-andai, andai saja aku tadi tak begini. Atau, andai saja aku lebih hati-hati dan tidak ceroboh. Tapi, itu sudah terjadi, dan tak bisa diulangi lagi.
Kadang, bayang-bayang kehilangan itu selalu datang setiap saat. Ada ikatan batin yang terjalin cukup lama, walau hanya sebuah benda. Meraup kenangan lama yang dibingkai dengan kepedihan. Tapi aku yakin, ini semua pasti ada hikmahnya.
Ya, sejak saat itu aku lebih hati-hati lagi pada semuanya. Berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir kehilangan untuk selanjutnya. Aku hanya ingin, tak ada lagi penyesalan yang datang karena kelalaian. Semuanya sudah takdir dari Tuhan. Sepotong episode kehidupan menyakitkan yang kan terkenang sepanjang kehidupan. Pasti ada hikmahnya, aku yakin itu. Barangkali, karena benda itulah pelalaiku. Maka Allah pun tak segan menegurku dengan caraNya. Bukankah Allah mencintai hambaNya sepanjang dia memberikan ujian dan cobaan kepada hambaNya tersebut?
Wallahu’alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar