Kakiku melangkah, sepi. Terdengar suara tapak kaki, pelan sekali. Hari masih sunyi. Hanya deru angin dingin yang riang mengelilingi. Langit masih suram, kelam. Nyaris bulir-bulir air membasahi. Namun terhalang olehku. Ya, aku yang selalu memakai warna cerah kemana pun pergi. Hari ini, kupakai warna mentari pagi, jingga bling-bling yang berbinar. Berharap hari pertama di daerah dingin berselimut kabut ini, membawa keberuntungan bagiku.
Dinas daerah pertama di siklus ini. Daerah yang tak asing lagi bagiku. Berada di sini, mengembalikan sejuta kenangan kehidupan masa kecil. Tapi tidak dengan hari ini. Aku yang merajut masa depan dalam harapan yang tak berbilang.
Masih gelap. Aku berjalan menyusuri lorong-lorong jalanan sempit rumah sakit. Aroma khas rumah sakit menyengat hidungku.
"Tak apa," lirihku.
Lagipula, aku sudah sering mengalami hal yang lebih mendebarkan daripada berjalan seorang diri di rumah sakit. Mulai dari mencium aroma menyengat kadaver, tengah malam datang ke bagian forensik untuk PL mayat, hecting berdarah-darah, dan lainnya. I like it. Itulah sebabnya, bagiku, ini biasa saja. Hanya persoalan waktu saja.
Dan tibalah di bangsal bedah. Aku masuk ke dalamnya. Melewati bibir pintu putih yang tinggi. Ada papan nama pasien yang menghalangi. Petugas kebersihan sedang sibuk membersihkan lantai, menyapu dan mengepel. Aroma apel tercium. Aku menelan ludah.
No one here. Itu berarti, baru aku yang datang pertama kali. Yang lain belum tampak batang hidungnya sama sekali. Entahlah. Semoga saja mereka tidak mengalami insiden # le fort I bersamaan. Hmm....
Tiba-tiba saja ada seseorang yang berjalan terburu-buru ke arahku. Melayangkan sebait senyuman tipis. Lalu bergegas ke arah tumpukan status pasien. Sibuk menjejali satu demi satu status, membuat follow up dan rencana demi rencana pasien.
Masih bingung. Aku mendekatinya. Dan dia masih sibuk dengan tugasnya.
"Pasiennya sudah dibagi?" Tanyanya padaku.
Dalam iringan detik demi detik yang melambat, aku berpikir cepat. Dia, bukankah residen yang beberapa saat sebelumnya sempat terlintas dalam pikiranku? Namanya dr. Habib, bukan?
"Mmm,,, eh, ya. Belum, bang," jawabku.
"Bagi pasiennya ya, trus di follow up tiap hari."
"Iya, bang," jawabku sekenanya.
Hari pertama disini asik. Kami memperkenalkan diri kepada semua bagian di bangsal bedah. Mulai dari konsulen, perawat, dan juga di igd. Kami adalah koas baru di siklus ini, mohon kerjasamanya. Hhe. Begitulah kira-kira isi hati kami. Berharap semuanya akan baik-baik saja.
Ya, aku senang ada disini. Suasananya menenangkan. Dingin, dan banyak pilihan makanan. Juga yang tak kalah asiknya, aku dinas bareng dengan koassmate-ku, waishi yang baik hati dan tidak sombong. Selalu ada di saat kubutuhkan. Tak bisa tidak tanpa dia. Kemana-mana, harus ada dia. Kalau tidak ada dia, moodku terbanting ratusan kali. Pokoknya, paket komplit lah.
Disini asik. Hanya saja sedikit geges, ya maklum saja. Pasien banyak, jumlah kami hanya 6 orang. Rata-rata pegang 9-10 pasien. Momen yang selalu bikin was-was ya, saat parade. Kami harus menguasai semua pasien, dan tak boleh ada yang tak bertuan. Ckck. Its so nice to try.
Malam menyergap dalam sepi. Saat manusia kembali dalam peraduannya. Begitupun alam semesta yang tak ingin berpisah lama-lama dengan hangatnya mentari pagi. Mataku masih belum dapat terpejam. Rasa deg-degan menyelimuti. Seperti apakah parade yang dikata orang mengerikan itu? Yang jika salah sedikit saja, maka kalian akan dikeluarkan dari parade. Hmm, i cant think. Buku bedah de jong terkembang di depan mataku. Status demi status pasien yang tersimpan rapi dalam gadgetku, masih belum kunjung habis. Mataku perih. Ngantuk menyergap. Dingin malam bertambah kian menjelang. Tak bisa tidak kuabaikan rasa manusiawi yang ingin tenggelam.
Tiba-tiba saja, hpku bergetar. Line, pesan baru masuk. Dan coba tebak, siapa? Bang Habib, foto profilnya terpampang di line. Pesannya, "semangat ya belajar buat parade besok."
Aku berpikir sejenak. Dari mana dia bisa mendapatkan kontak line ku? Padahal rasa-rasanya, dengan tadi pagi, baru bertemu dengannya yang kedua kalinya. Iya, baru 2 kali. Dan tiba-tiba saja, dia ada di depan layar hpku.
"Hmm,,, oke, i will try best," lirihku. Tak perlu diingatkan pun, aku akan belajar dengan giat. Hanya saja, malam yang semakin larut membuatku tak bisa berpikir jernih. Seketika jemariku spontan membalas line. " Iya bang." Dan percakapan itu, merupakan awal dari segalanya. Ya, segala yang menyangkut pautkan perasaanku. Aku, Habibah.
(Continued....)