Selasa, 26 Juli 2016

Nightmare Again

Today, I wish I could whatever through in my mind. Karena sekali lagi, aku bermimpi tentang kenyataan yang tak pasti. Yang pastinya, aku mengukir sesuatu dengan pencil alis yang pagi ini kupakaikan pada adek. Dan ingatan itu kembali, tentang ujian yang kujalani.

Padahal, sesaat sebelum memulai ujian yang menyesakkan dada itu, aku terbangun dan bersyukur bahwa itu adalah mimpi. Lalu akupun tertidur lagi. Dan anehnya, lagi-lagi aku bermimpi akan ujian. Entahlah, akupun tak tahu itu sejenis ujian apa. Yang pastinya, aku hampir terlambat karena saat itu aku akan shalat. Namun, banyak saja penghalangnya, yang membuatku berulang2 kali mengulangnya.

Lalu aku tiba di kelas. Ujian. Memilih sendiri urutan ujian. Kupilih bangku yang masih kosong. Di atasnya ada beberapa helai kertas. Belum sempat bersiap2, bel pertanda mulai ujian berbunyi. Ah, bel. Sejak bersejak ini aku benci mendengarnya. Bel ini identik dengan waktuku yang habis dan harus menyelesaikan soal ujian lainnya. Padahal dahulu, waktu aku masih sekolah, bahagia sekali rasanya mendengar bunyi bel, terutama pertanda akan istirahat dan pulang. Tapi sekarang?

Dan tentu saja, aku panik. Kuambil kertas lembar jawaban di atasnya, dan kubuka soal. Aneh. Ada soal 3 buah disana dan beranak pinak. Apa bisa menjawab soal seperti ini dalam waktu 5 menit?

Ah, tanpa berpikir aku langsung saja mengerjakannya. Aneh, soal pertama adalah matematika, tentang segitiga dan perangkat2nya. Lalu soal kedua dan ketiga, barulah tentang penyakit yang justru aku lupa apa. Tapi intinya, hanya menjelaskan saja. Aku ingat soal pertama, karena kuhabiskan waktu yang banyak untuk memikirkannya.

Aku tak tahu, pertanda apa ini. Akankah ini menjadi nyata seperti pensil warna yang kugoreskan ke kertas gambar dan saat pagi tadi pencil itu seolah mengingatkanku pada mimpi semalam. Aku hanya takut, apakah ini akan menjadi kenyataan tentang ujian? Entahlah.

Tapi apapun yang terjadi, siap atau tidak, aku harus menerima segala konsekuensinya. Namanya juga belajar. Legowo, ya, memang harus berkorban. Waktu, fisik, uang. Bersabarlah.

Tidak ada komentar: