Selasa, 16 Februari 2016

Visite Again

Sore itu, jadwalnya untuk melakukan visite pasien. Istilahnya, sebagai persiapan pre operasi. Karena saat ini, aku tengah menempuh siklus yang melawan arus. Yang awalnya orang sehat-sehat saja, sadar sepenuhnya, harus dibuat menjadi tidak sadar. Membantu pernapasannya, lalu beberapa saat kemudian membangunkannya kembali.

Aku menyusuri lorong rumah sakit sendiri. Seperti biasa. Melewati jalanan yang sudah tak asing lagi. Bangsal bedah. Tempat pasienku berada.

Selamat sore, buk. Perkenalkan, saya dokter muda anestesi.

Percakapan pun berlangsung. Saat itu, pasien didampingi oleh suaminya. Awalnya, aku merasa pasien dan keluarganya sedikit terusik dengan kehadiranku. Sang pasien yang tengah berbaring menahan rasa nyeri yang dialaminya. Sang suami yang dari air wajahnya tampak beban yang berkesangatan akibat sakit yang diderita oleh istrinya.

Usianya masih muda. 26 tahun, hanya 2 tahun selisih dariku.

Tapi beliau sudah menanggung kesakitan yang luar biasa di usianya. Yang semestinya, di saat seperti itu, beliau bisa melakukan banyak hal.

Tapi kini ia hanya terbaring lemah.

Usia muda tak menjamin segalanya berjalan dengan baik. Di saat itulah, ujian diberikan. Apakah kita sanggup menghadapinya dengan baik, sabar dan ikhlas. Atau malah sebaliknya.

Usianya masih muda. Tapi kanker kolon itu sudah merenggut sebagian dari umurnya.

Tak dapat lagi beraktivitas seperti orang kebanyakan. Kemana-mana harus membawa kantong di perut (stoma) tempat buang air besar. Badan yang semakin kurus karena kanker yang mengganas. Merenggut nafsu makan sekaligus sari-sari makanan yang tak dapat terabsorbsi sempurna, dan masih banyak lagi.

Bayang-bayang mengerikan seolah-olah berterbangan di benak. Kejar-kejaran tak hentinya. Dalam beberapa saat percakapan, atau istilah lainnya anamnesis, kutemukan secercah harapan yang tak tersampaikan. Pesan tolong disampaikan padaku, untuk memperhatikan pasien. Memberikan perhatian lebih. Bukan bermaksud ingin dilebihkan. Tapi aku tahu pasti, keluarga, begitupun pasien, ingin diperlakukan dengan baik.

Seperti aku memperlakukan keluarga sendiri.

Seperti aku ingin diperlakukan jika dalam keadaan yang seperti itu.

Dan percakapan singkat itu pun berakhir. Tertumpu harapan yang besar, sama-.

Setidaknya beban itu berkurang. Sampaikan saja, semoga harapan dan keinginan yang sama itu terkabulkan. Terbuka pintu keberkahan dari tiap-tiap hati yang penuh pengharapan padaNya.

Dialah yang menyembuhkan. Lewat tangan para dokter yang berusaha untuk mengobati.

Tidak ada komentar: