Selasa, 29 April 2014

Keteguhan Hati dan Jurus yang Menyambut Cita



My journey to be a doctor
by: MisteriousMd


Bukan hal yang mudah untuk memasuki dunia perkuliahan. Apalagi memilih jurusan yang sangat diminati di negeri ini, kedokteran. Persaingan tinggi, daya tampung sedikit. Sempat membuat saya sedikit takikardi (cemas) juga. Untuk meraih cita-cita mulia sejuta umat ini, haruslah menyisingkan lengan, mengorek koceh dalam, bahkan sampai tidak makan karena harus bergadang semalaman. Seolah mengalami distorsi waktu dan kembali ke masa-masa menggapai cita.

Memasuki 1 tahun penuh perjuangan, detik-detik mempertaruhkan cita-cita dan masa depan, kuawali dengan melancarkan jurus ampuh dan jitu agar bisa lulus UN dan SNMPTN. Jurus pertama, mengumpulkan buku bank soal, baik yang didapat langsung dari warisan kakak, meminjam ke senior, atau harus berjubel meminjam buku ke pustaka. Banyak tips dan trik yang disajikan buku-buku tersebut, lumayanlah sebagai pengantar memotivasi diri. Tapi bagaimanapun juga, yang namanya buku, setebal apapun itu harus dibaca dan dipelajari. Tidak sekedar menjadi perias meja belajar, atau menjadi bantal yang empuk untuk tidur. Intinya, miliki dulu amunisi sebelum berperang.

Nah, jurus yang kedua adalah mengikuti bimbingan belajar. Tak dapat dipungkiri lagi, memang butuh sedikit pengorbanan finansial pada jurus ini. Apalagi bisa dikatakan aku berasal dari keluarga dengan kelas ekonomi menengah. Kualitas sebanding harga, jargon yang cukup menggelitik tapi ada benarnya juga. Saat itu aku memilih lembaga bimbel paket satu tahun untuk persiapan UN plus SNMPTN. Memang mahal, tapi setidaknya dengan itu aku bertekad untuk sungguh-sungguh, dengan kekuatan dan keteguhan hati untuk konsisten dari awal sampai akhir, sebuah bentuk komitmen atas pengorbanan. Dari sinilah kelak gambaran medan perang yang akan ditempuh tampak jelas sebelum berperang.

Banyak hal yang didapatkan dari lembaga bimbel yang tidak kudapatkan seutuhnya di sekolah. Belajar mengenali diri sendiri, gaya belajar, bidang ilmu apa yang menjadi kekuatan atau kelemahan, adalah segelintir dari manfaat lembaga bimbel. Metode belajar dengan konsep, try out, passing grade, daya tampung, jumlah peminat, serta info terupdate seputar ujian sekali lagi bisa dijadikan latihan dalam mempersiapkan diri sebelum terjun ke perang menempuh ujian yang sesungguhnya.

Next, lanjut ke jurus yang ketiga, jurus terakhir tapi sangat membekas dalam hatiku, yaitu rajin-rajinlah bermimpi. Memang hal ini sering dianggap sepele tapi cukup penting dalam menggapai cita-cita. Kadang pernah terbersit di dalam hati sanubari perasaan lelah, lemah, pasrah, pesimis, bahkan tak jelas tujuan. Nah, di saat itulah aku mencoba untuk bermimpi, apa yang akan terjadi jika aku lulus, lalu diterima di jurusan yang kuminati, menjadi dokter, bisa ini dan itu, dan segala macamnya. Segalanya dapat bermula dari mimpi, dan itulah pelita hati sebelum menghadapi perang, bermimpi meraih kemenangan.

Jurus telah dipersiapkan, telah dipelajari, dan siap untuk digunakan. Langkah awalku saat itu yang pertama sekali adalah mencoba keberuntungan, dengan mendaftar jalur PMDK. Waktu itu aku mencoba ikut mendaftar PMDK Unand. Maksud hati hendak memilih jurusan pendidikan dokter Unand, tapi sayang sekali saat itu tidak ada kuota untuk sekolahku pada jurusan tersebut. Tapi aku tetap mencoba, walau harus memilih jurusan lain, beralih hati kepada jurusan keperawatan dan kesehatan masyarakat. Selang beberapa bulan kemudian, hasilnya pun keluar. Sedih rasanya saat mengetahui aku tidak lulus. Lantas dalam hati kecil aku berkata dan berusaha menyemangati diri sendiri, bahwa perjuangan masih panjang, masih belum berakhir.

Sedikit beralih dari proses penggapaian cita-cita, sebenarnya orang tua dan keluarga sangat mendukung cita-citaku menjadi dokter. Apalagi aku tinggal di pinggiran kota yang tidak ada dokter, yang ada hanya bidan. Jika ingin berobat dengan dokter ya harus ke rumah sakit dahulu atau ke tempat praktik dokter di pusat kota. Jadi, aku bertekad akan berusaha lebih giat lagi, tetap berteguh hati dengan cita-cita, meski tak dapat juga dielakkan sindiran ataupun rasa ketidakpercayaan dari orang lain terhadap pilihanku. Apapun itu, yang terpenting aku telah berusaha menyusun jurus, mempersiapkan amunisi dan senjata, memetakan konsep perang, mengatur strategi dan cara pencapaian kemenangan dalam perang.

Kembali lagi ke fokus mencapai tujuan. Sasaran sudah di depan mata, setelah lulus UN aku mulai fokus bimbel intensif SNMPTN. Sesuai target awal, jurusan kedokteran tetap menjadi pilihan pertama. Cukup banyak kabar ujian masuk perguruan tinggi mandiri baik negeri maupun swasta dalam negeri yang datang silih berganti. Tapi aku telah bernego dengan diri sendiri untuk memilih perguruan tinggi negeri, sekali lagi mengingat biaya kuliah swasta yang cukup mahal, apalagi yang sekolah tidak diriku seorang, ada adik dan kakak yang masih ditanggung pembiayaannya oleh orang tua. Sungguh, sedikitpun aku tidak ingin memberatkan dan menyulitkan mereka.

Sempat aku iri serta kasihan melihat teman yang bisa ikut segala macam tes ujian masuk, dengan biaya tes yang rata-rata cukup mahal menurutku dibandingkan tes SNMPTN, hanya sekedar menguji atau mencoba keberuntungan, tanpa usaha keras untuk mengikutinya. Atau bahkan sekedar lulus, diterima di perguruan tinggi manapun asal berprediket kuliah, menjadi mahasiswa. Bukan itu, menurutku tujuan kuliah adalah meraih cita-cita, yang pastinya telah terpatri sedari kecil, setidaknya membuka sedikit celah napas masa depan kita.

Aku hanya mengambil dua pilihan ujian saat itu, dengan berbagai risiko yang berjubel dan melimpahi benakku, keoptimisan versus kekhawatiran tidak lulus. Pertama kali aku mengikuti UMB (Ujian Masuk Bersama), yang saat itu ujiannya berlokasi di UNP, diadakan hari Sabtu, tanggal 22 Mei 2010. Dengan pilihan jurusan yang tetap dari awal, kupilih kedokteran Unand dan USU. Masih segar dalam girus otakku, bagaimana jalannya ujian tersebut, mulai dari perjalanan menempuh kota Padang H-1 ujian, belum lagi cuaca kota Padang yang panas sehingga malamnya aku tidak bisa istirahat dengan tenang karena tubuh belum adaptif, serta sulitnya berkonsentrasi dan menahan rasa kantuk saat ujian. Apalagi soal ujiannya yang mengandalkan penalaran. Alhasil, aku masih belum dinobatkan untuk lulus, sekali lagi itu membuatku bersedih.

Selang beberapa saat kemudian, aku mencoba mengikuti ujian terakhir dalam menempuh pencarian cita-citaku untuk kuliah di PTN jurusan kedokteran, yaitu ujian SNMPTN. Ujian yang konon kabarnya peminatnya sangat luar biasa, dan luar biasa juga daya tampungnya, berbanding terbalik dan unbalance. Kalau diperkirakan bisa mencapai 1 : 10. Dan kali ini, aku tidak ingin kecolongan lagi, tekad sudah bulat, apapun itu akan kuhadapi dengan kuat. Tak ingin lagi kumenangis atau bersedih dengan keterpurukan yang terjadi sebelumnya.

Disamping semua usaha, jurus, dan tekad itu, ada satu kunci yang tak pernah kulupakan. satu kata, satu ayat, dan satu surat yang menjadi motivasiku. Satu kata, yaitu manjadda wajada (siapa yang bersungguh-sungguh, insyaallah akan mendapat), satu ayat, yaitu Q.S. Yunus 62 yang artinya : “Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati”, dan satu surat, yaitu QS. Al Insyirah yang menjelaskan tentang kesulitan dan kemudahan itu ibarat mata uang, ibarat roda pedati, bersama kesulitan ada kemudahan dan begitupun sebaliknya. Itulah kunci semangatku untuk terus berusaha sampai akhir, afirmasi diri dengan kata-kata kunci tersebut, sehingga aku tetap optimis walau harus jatuh berkali-kali.

Akhirnya hari yang mendebarkan itupun datang. H-3 menjelang ujian, aku sudah standby di Padang, sedikit mengurangi stress fisik serta beradaptasi dengan cuaca Padang. Benar-benar persiapan ekstra kulakukan agar tercapai cita-citaku kuliah di kedokteran. Orang tua pun ikut mendukung dan mendoakanku agar sukses menjalani ujian, setiap orang tua pasti ingin yang terbaik bagi anaknya. Tidak lupa juga aku berdoa kepada Allah agar dikabulkan segala permohonan serta dimudahkan dalam ujian atas segala usaha yang telah kulakukan.

Ya Rabbi, semoga ujian kali ini menambah keimanan hamba, sehingga meningkatkan ketakwaan serta kesabaran hamba.
Ujian SNMPTN kali ini tidak seribet tahun lalu, cukup daftar online dan cetak kartu ujian sendiri. Masih komitmen dengan cita-cita, memilih jurusan kedokteran Unand sebagai pilihan pertama. Saat itu ujian SNMPTNku berlokasi di SMAN 1 Padang Jln. Jenderal Sudirman, diadakan dua hari berturut-turut yaitu Rabu dan Kamis tanggal 16-17 Juni 2010. Ujian yang terdiri dari dua hari ini, hari pertama tes potensi akademik dan tes bidang studi dasar, sedangkan hari kedua tes bidang studi IPA.
Alhamdulillah, saat mengerjakan ujian aku merasa lebih rileks dari sebelumnya, aku telah memberikan segala daya dan upaya semaksimal mungkin saat itu, meski tidak semua jawaban terisi dengan sempurna. Setidaknya jurus dan senjata yang dipakai saat perang tadi sudah dipersiapkan, sudah diasah setajam mungkin sehingga kemungkinan untuk menang ada di depan mata. sekarang tinggal menunggu waktu satu bulan sebelum hasil SNMPTN dikeluarkan.

Selama masa penantian itu, perasaan harap cemas dan kekhawatiran tak dapat dielakkan lagi datang silih berganti. Pun orang tua juga demikian rasanya. Mereka memberi pilihan kepadaku untuk mengikuti satu lagi ujian masuk perguruan tinggi, tapi di akademi kesehatan milik pemerintah. Pilihan jurusan yang ada di sana adalah kebidanan, keperawatan, kesehatan gigi, ilmu gizi, dsb. Awalnya aku sama sekali tidak tertarik bahkan tidak terpikir untuk menjadi bidan, perawat, atau apapun selain menjadi dokter. Memang pilihan yang sulit, karena saat itupun aku juga tidak bisa memastikan apakah aku lulus ujian SNMPTN atau tidak. Orang tua memberi pencerahan, setidaknya kalau aku tidak lulus kuliah di kedokteran, aku bisa kuliah di sana dan menjadi bidan, masih berkiprah di bidang kesehatan. Akupun menyetujui kehendak mereka dan mengikuti tes Akademi tersebut beberapa hari post ujian SNMPTN.

Suasana ujian tidak seperti sebelumnya, yang menegangkan dan membuat pusing kepala, entah karena terpaksa atau tidak ada pilihan lain. Semuanya berjalan begitu cepat, seminggu setelah tes, hasilnya langsung keluar. Alhamdulillah ternyata aku lulus. Kemudian mendaftar ulang, tes kesehatan, dan akan segera menjalani ospek di sana, kampus baru yang akan menjadi tempatku kuliah nanti, sungguh di luar dugaan dan impian. Dunia serasa kosong, entah apa yang hilang dari dalam hatiku, semuanya berjalan begitu cepat, hasil ujian SNMPTN masih belum ada kabar beritanya.

Badanku lemas, seolah aku merasa hidup tapi tak memiliki semangat hidup. Cukup dalam aku berpikir, apakah aku ditakdirkan disini, kuliah disini, menjadi bidan, tidak menjadi dokter seperti yang aku impikan dan aku cita-citakan. Bagaimana mungkin rasanya seperti ini, menjadi bukan diriku sendiri, bukan aku menyalahkan orang lain, atau kecewa dengan keputusan orang tua yang tetap melanjutkan proses penerimaan mahasiswa baru di sana, segalanya telah diurus, biaya masuk, uang baju, praktikum, bahkan aku sudah mengenakan almamaternya, kartu mahasiswanya pun sudah punya, beberapa langkah lagi tinggal mengikuti ospek, dan mengurus tempat kos. Benar-benar sesuatu di luar harapanku. Beberapa hari lagi pengumuman hasil SNMPTN, bahkan aku sama sekali tidak bersemangat untuk melihatnya.

Goncangan jiwa itu terus membuncah dalam hati, merasuk ke dalam sanubari yang sedikit kosong karena tak tahu lagi hendak akan melangkah kemana. Saat itu, pengumuman SNMPTN hari Sabtu, pukul 12.00 WIB dini hari. Teman-temanku sudah bersiap-siap menyambut momen yang menegangkan, indah bagi sebagian orang atau mengharukan bagi beberapa orang lain. Ada yang berkumpul melihat di warnet, di rumah saja dengan fasilitas komputer dan modem, atau dengan Hp berfasilitas internet. Semua menunggu sambil harap cemas, tapi tidak denganku.

Tidak seperti biasanya, malam itu aku memilih untuk tidur lebih cepat. Serasa tidak ada lagi sesuatu yang bisa merubah suasana hati ini. Baru pukul 20.00 WIB aku langsung tidur, dan konsekuensi tidur cepat, aku terbangun juga cepat sekitar pukul 03.00 WIB. Mencoba untuk tidur kembali tapi tidak bisa, seperti ada sesuatu yang mengganjal dalam hati. Iya, pengumuman SNMPTN sudah keluar, apakah aku lulus atau tidak? Itu menjadi pertanyaan yang membuatku sedikit sakit perut saat itu. Langsung saja kuambil Hp, lalu mencoba koneksi dengan alamat web SNMPTN, dan disana tertulis kata-kata silakan masukkan nomor peserta anda. Kumasukkan nomornya, lalu klik, loading, dan hasilnya keluar, selamat, anda lulus di prodi pendidikan dokter Unand.

Sontak aku merasakan ada sesuatu yang mengalir dari kepala ke jantung, menambah takikardi, seolah-olah tak percaya, tapi saat itu aku berucap Alhamdulillah, sambil sedikit memekik di keheningan pagi, spontanitas keluar kamar dan membangunkan kedua orang tuaku. Mereka terkejut dan berucap Alhamdulillah seraya memberikan selamat kepadaku. Tak terasa cairan hangat itu mengaliri pipiku. Sungguh suatu kenikmatan pagi yang tiada tara, hingga aku benar-benar terjaga dan tak bisa memejamkan mata hingga Shubuh.

Alhamdulillaahirobbil ‘alamiin.
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar: