Ukhty, Sebegitu Sibukkah Dirimu?
Apakah dunia ini begitu menyibukkanmu, hingga kau melupakanku?
Saudariku, sore ini kuingat masa-masa indah saat kita selalu bersama dalam suka dan duka. Dalam canda tawa yang ikhlas, keluar mengalir dari hati ke hati, tanpa beban, tanpa pikiran. Dulu, saat waktu kita tuk bersama tak terbatas, entah itu terbatas oleh jadwal atau pikiran masing-masing. Saat ini, kurasa, meski telah kucoba tuk merangkai kata seindah dulu, menjalin situasi dan kondisi seperti itu, tapi kau terlalu sibuk, ukhty.
Maafkan aku, yang jika kata-kataku pernah menyinggungmu, atau sikapku yang blak-blakan terhadapmu. Hanya saja, kekhawatiranmu yang berlebihan terhadap pikiranmu, apakah harus ikut-ikutan memisahkan kita? Telah kucoba untuk bersikap seperti biasa, namun lagi-lagi kadang butuh waktu lama menunggu responmu. Ukhty, apa duniamu sendiri, begitu menyibukkanmu? Tak adakah lorong bagiku untuk bisa masuk ke dalam duniamu? Agar bisa sedikit kau bagi kesulitanmu denganku, dan kita pecahkan bersama-sama?
Jika saja waktu bisa diundur, jika saja “sesuatu” yang selama ini menjadi polemik bagiku, bagimu, dan bagi semua kawan-kawan pencari ilmu akhir tahun itu bisa disiasati lebih baik, maka tak akan begini jadinya. Maafkan aku, ukhty, mungkin barang waktu yang lain aku juga sempat melewatkanmu akibat kesibukanku. Tapi sedapat mungkin aku berusaha tak condong sebelah saja pada kesibukanku. Ukhty, kapankah masanya sesuatu itu dapat terlewati tanpa meninggalkan setitik noda dalam ukhuwah ini? Noda yang membuat gersang ukhuwah ini? Bukan padamu seorang aku merasakan hal ini, sungguh. Hanya saja, kau yang selama ini paling dekat denganku di antara yang dekat, yang mengerti aku di antara yang juga mengerti. Sulitkah, ukhty?
Baru kusadari, ujian ukhuwah ini dapat datang dari mana saja. Tak harus keegoisan, marahan, atau sifat ke-aku-an lainnya yang menonjol, yang membuat persaudaraan meregang. Aku hanya ingin, sedikit saja ukhty, kau mulailah kurangi kebiasaanmu menyelesaikan masalahmu sendiri. Bukan aku lebih baik darimu, hanya saja aku ingin kita bisa bersama dalam suka, dalam duka. Masalah kita, masalah bersama, yang tak akan jauh-jauh titik permasalahan dan penyelesaiannya. Meski kau seorang yang lebih suka menyendiri, tapi pedulikanlah saudarimu lainnya, ukhty, kita kuat karena bersama.
Ukhty, tak ada istilah malu dalam ukhuwah, malu karena saudara kita selangkah lebih maju, atau malu karena kita yang tak ada progress. Sungguh ukhty, jika kita menyatukan pikiran dan emosi ini, akan jelas tampaklah seberkas cahaya penyatuan visi dan misi, bersama-sama dalam kebaikan, bersama-sama meraih impian, tidak hanya orientasi dunia ukhty, akhirat terutama lagi. Kuharap, jika engkau membaca tulisanku ini, jika kita masih terbelit dengan “sesuatu” itu, marilah bersama-sama kita perkuat lagi ikatan ukhuwah kita, bisa karena bersama. Dan jika kau baru menemukan tulisan ini setelah melewati badai akhir tahun ini, kuharap ikatan ukhuwah kita akan semakin kuat, dan lebih baik lagi untuk ke depannya. Aamiin ya Rabbal ‘aalamiin.
Ana uhibbuki fillah... Ukhty..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar