Kepalaku sakit, nyeri. Susah payah mencari asmef, tak bertemu. Hari sudah larut. Susah sekali melupakannya. Line tentangnya, juga tentang parade esok hari.
"Aaaargh, rasa-rasanya kepalaku mau pecah," teriakku.
Bagaimana ini? Masih banyak materi yang belum kupelajari. Masih sangat banyak. Aku memegang 8 pasien. Baru separuhnya yang kubaca. Itupun hanya superfisial saja. Belum lagi ketakutanku menatap hari esok. Menata hati agar tak bingung sendiri.
Aku melangkah gontai menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan, tanganku sibuk memegang hp. Membaca ulang lagi semua diagnosis pasien. Aku diantar papa dengan motor. Dingin angin sepoi-sepoi membasuh badan. Semakin menambah kekalutan hati.
Berharap hari ini akan baik-baik saja.
Kakiku melangkah tergesa-gesa. Hari baru jam setengah tujuh. Tapi rasa-rasanya sudah telat sekali. Ada beberapa bed yang masih kosong. Khawatir terisi dan tak sempat aku periksa. Itulah salah satu kegalauan terbesar kami. H-1 parade dan mendapati bed yang banyak kosong. Itu tandanya, esok hari kami harus kejang-kejang memeriksa pasien dan langsung mempelajarinya sekilat mungkin. Minimal tau diagnosis dan temuan klinisnya. Ya, dan semua itu bercabang-cabang dalam kepala. Bercampur baur antara satu pasien dengan pasien yang lainnya. Sempurna sudah membuat takikardi.
Selalu saja begitu. Selalu aku yang pertama menginjakkan kaki di bangsal ini. Belum tampak batang hidung teman-teman yang lain. Jangan-jangan, mereka benar-benar # le fort I eksaserbasi akut. Ckckck....
Malah tadi pagi, ada yang mengirim wa.
"Dimana Bah?" Tanyanya.
"Masih di rumah, mau berangkat lagi," jawabku.
"Buruan Bah, bang Habib udah nanyain tu," balasnya lagi.
"Iya, telat dikit. Sekarang udah dimana Wai?" Balasku lagi.
Dan percakapan itu berakhir. Aku sebal setengah hidup.
"Awas saja ntar kalo ketemu dia, apanya yang udah dicariin. Dia aja belum datang, huuft," desahku kesal.
Aku menggerutu. Berjalan melewati koridor cp lalu lanjut ke cw. Melihat bed yang kupegang. Apa ada pasiennya yang bertambah, berkurang, atau bertukar orang. Celingak-celinguk sendiri menatap tiap-tiap pintu. Pastilah keluarga pasien bingung melihatku yang juga kebingungan. Hmm....
"Dek, visite ya," seseorang mengalihkan kebingunganku. Jalannya cepat, bergegas ke ruangan pertama.
"Buk, apo nan taraso kini?" Tanyanya. Sambil memeriksa pasien, melihat hasil rontgen. Aku mengikutinya kemanapun dia pergi. Hanya aku sendiri. Huuft. Yang lain entah dimana. Kutanya di grup, tak ada satu pun yang respon.
Personal chat waishi, pun tak kunjung membalas. Kesal.
Kupikir aku sudah telat. Kupikir benar-benar dicari oleh residen karena belum juga datang. Ternyata, kenyataannya seperti ini.
Tak ada yang mencari. Pun tak ada yang menanyakan.
Bang Habib masih sibuk memeriksa satu persatu pasien. Aku celingak-celinguk tak menentu. Maklum, baru hari kedua disini. Dan visite semua pasien seperti ini. Sebanyak ini.
"Bah, berapa orang pasien?" Tanya bang Habib sepintas lalu.
"Ada 8 bang," jawabku.
"Udah belajar kan buat parade nanti?"
"Iya, bang. Tapi masih ada yang ragu," tambahku.
"Kalo ada yang ragu tanya aja, Bah," sambungnya.
Sudah semua ruang cp kami visite. Sekarang tinggal cw, lalu lanjut kelas. Dan satu persatu temanku datang. Mengelilingi bang Habib yang visite. Waishi juga sudah datang. Baru nampak batang hidungnya.
"Wai, mana ni yang katanya udah dicariin bang Habib? Bohong aja," kataku padanya sambil manyun. Tampak sudah aku yang kesal plus tak terima dibohongi koassmate yang memang mate sekali buat diajak kelai.
"Hhe, iya. Kan aku bilang bang Habib cuma nanyain doank. Bukan nyariin," jawabnya berkilah.
"Bohong, pokoknya bohong," jawabku.
"Jangan marah donk Bah. Ahaha, ambo cuma bercanda. Soalnya kan tadi malam ada yang nge-line kasih semangat gitu kan Bah. Semangat belajar buat Habibah untuk parade hari ini," jawabnya asal.
"Tttsss.... Diem lah Wai. Jangan keras-keras, ntar tau orang," jawabku berbisik. Tak ingin percakapanku terdengar oleh bang Habib yang hanya berjarak beberapa sentimeter saja. Kami masih visite pasien bersama abangnya.
"Kok gitu? Kan biasa aja Bah. Cuma semangat belajar parade aja kok, hhe," jawabnya lagi, ini anak bener-bener pengen ditabok lah. Ngajak kelai aja terus. Nggak mau kalah.
Kalau tau kayak gini, mending nggak usah cerita aja, huuft....
"Ini pasien siapa? Coba laporkan," kata bang Habib pada kami. Dan kebetulan banget, itu adalah pasienku.
"Saya bang. Seorang pasien perempuan umur 52 tahun dengan diagnosis karsinoma sel skuamosa, hari rawatan ke 4, rencana pro wide eksisi bang," aku melaporkan.
"Ya," kata abangnya.
"Jadi, biasa konsulen tu nanya. KSS tu apa? Apa tu, Bah?" Tanyanya padaku.
"Belum baca bang," jawabku.
"Jadi KSS itu adalah.......," dia menjelaskan padaku dekat singkat dan padat. Setidaknya tidak zong lah pas nanti ditanya konsulen. Katanya sih, kalo zong, bisa-bisa kami diusir semua. Suruh balik lagi ke Padang. Hmm....
"Cieee," seseorang mengusikku. Siapa lagi coba. Mate yang tak matching sama sekali. Kalo dekat-dekat pengen ditabok rasanya. Tapi kalo jauh, kangen dia juga. Coz, nggak ada yang bisa ditabok. Sumpah lah. Hha....
"Cie cie apa ni? Nggak ada yang perlu di ciee in! Udahlah, diamlah lagi Wai!" Jawabku ketus.
"Pemarah mah," timpalnya.
"Biarin," balasku. Aku menggerutu tak sabaran. Kalau bukan masih visite, sudah ku putar-putar ni anak di atas lantai pakai jurus aikido sampai vertigo. Sampai menggelinding kayak kelereng. Huuft, bikin emosi aja.
Tapi tetap saja, ada secercah rasa aneh di hatiku. Aku marah, tapi ada juga rasa bahagia. Entahlah. Karena apa ya? Akupun bingung. Setidaknya, aku tak perlu terlalu mencemaskan banyak hal disini. Aku, habibah.
(To be continued)