Dingin, dan akan tetap dingin. Seperti ini. Tak masalah. Tak apa. Aku sadar diri. Tahu betul diri ini. Kau hanya membutuhkanku saat kau butuh. Selebihnya, kau hanya diam. Tak tahu bagaimana keadaanku. Tak tahu apakah aku butuh tempat berbicara, atau hanya sekedar menyampaikan keluh kesah semata.
Dingin, dan akan tetap dingin. Perlahan-lahan keadaan ini memaksaku untuk kembali ke masa itu. Haruskah? Haruskah aku? Namun tidak dapat tidak. Persis sudah kau melakukannya padaku. Dan aku hanya bisa bertahan dengan diri sendiri. Saat ini.
Dingin. Benar. Kau butuh dan aku selalu berusaha. Dan kini saat kau berada entah dimana, kitapun terpisah tanpa sepatah kata. Hey, bukan. Bukan aku cemburu. Hanya saja, aku merasa. Perasaan ini yang memaksa.
Padalah apa kan kukatakan. Kau yang hanya dekat saat membutuhkan. Persis pada titik seperti ini, kau, kalian, bertubi-tubi melayangkan pertanyaan. Lantas aku apa? Apakah aku hanya tempat pelarian? Apa aku hanya tempat untuk mengisi kekosonganmu?
Kau dan segala yang tak sempat terpikirkan. Ingin kuacuhkan saja semua. Tapi entah kenapa, rasa aneh ini memaksaku untuk berkata lain. Haruskah aku berdiri dan berpijak pada dinginnya malam? Bekunya pagi?
Banyak hal yang berkecamuk. Dalam penantian dan ketidakjelasan. Dan kau baru menemuiku saat ini. Saat segalanya memusingkan kepala. Tidak, tidak mengapa. Pertanyaanmu itu tidak relevan dengan yang kuharapkan.
Dan biarlah semuanya berjalan. Seperti apa adanya. Pasrah dan lain halnya, sudah kucurahkan. Sudahlah. Dingin dan akan tetap dingin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar