Selasa, 29 Desember 2015

Kill Him

Rasa2nya tadi itu hampir meloncat emosi. Lantaran orang yang sok tahu, tak melihat dengan matanya sendiri apa yang dikerjakan orang lain. Hanya pandai memerintah saja. Padahal kalau matanya sedikit jeli, pastilah dia tahu sudah kali kedua aku melakukan hal itu. Dan dia, dengan gaya parlentenya yang tinggi menyuruhku lagi melakukannya.

"Hello, kemana aja dari tadi?" cercaku dalam hati.

Secara, hari sudah tengah malam. Sudah banyak hormon melatonin yang tersia2kan. Kortisol juga sudah menurun. Apalagi endorfin. Semakin pupus.

Ditambah lagi orang, yang entah siapa, mencoba mengatur kehidupanku. Okay, jika memang dia punya wewenang atau setidaknya bertanggung jawab. Tapi ini? Nggak ada hubungannya sama sekali.

Ya, mungkin sensitivitas malam ini meningkat berlipat2. Yang awalnya hany ingin menyelesaikan semuanya dengan cepat, eh, malah disusupi aroma menyengat. Apa boleh buat. Matanya terlalu gatal untuk tak berkomentar. Apalagi di tanganku, yang penuh alat dan sudah memerah pekat. Mau lah di kata apa. Tak bisa melakukan seperti yang dia mau. Dan tak seharusnya pula dia berkata seperti itu. Mengkritik atas ketidaktahuan dia sendiri. Dan itu teramat sangat menyakinkan bahwa hanya untaian kekosongan yang ada dalam kepalanya. Kecamuk di jiwanya yang sudah tak tahan lagi untuk dikeluarkan.

Sabar saja. Bahkan yang berwenang atas waktu kami yang lama ini saja, memakluminya. Yang bahkan kecepatannya di atas dia yang merongrong usaha seseorang, sangat jauh, kalah. Biarlah. Masih segar dalam ingatan, anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu.

Sudahlah. Tak perlu menambah banyak ingatan tentangnya. Hanya menambah luka sukma. Sadari saja, sesuatu yang tak membunuhmu akan menguatkanmu. Itu saja.

Pre- Syndrome

Hanya ada satu cara untuk mewujudkan semua mimpi. Dia datang silih berganti dalam setiap detik waktu. Tanpa menunggu. Terlintas sejenak dalam benak. Kilauan cahaya yang masuk ke dalam mata menambah asa. Berada kembali di tempat2 penuh pengharapan, seolah membangkitkan cerita lama. Saat dimana, begitu kerasnya keinginan menjadi.

Hanya ada lorong-lorong waktu yang membersamai. Kata-kata tanpa arti. Sejumput ingatan membakar, nyeri. Entah sampai kapan, luapan rasa itu akan berhenti. Hanya Dia yang tahu pasti.

Hey, bukankah sudah kukatakan. Tak baik terlalu suka bawa perasaan. Sesekali perlu rasanya mengacuhkan keadaan. Jangan semua hal yang dikatakan orang dimasukkan ke dalam dada. Apalagi tentang kita seperti apa. Ingatkah, cerita tentang seorang bapak dan anaknya yang berjalan dengan seekor keledai melintasi negeri. Tak peduli siapa. Kenal tidak. Setiap kritik dan cibiran akan datang. Entah membangun, entah meruntuhkan. Terserah kita.

Hey, ingatkah? Beberapa tahun silam saat tangis sesenggukan itu datang begitu saja. Kecewa akan pengharapan yang tak berkesampaian? Masih ingatkan? Terbalut dalam baju kuning berbunga putih, dan koin 500 perak yang menghancurkan lem yang mengeras di sudut2 tempat tidur. Menganak sungai air mata banjir. Ah, sudahlah. Ingatan itu datang sepintas lalu. Begitu saja.

Aku sudah bersiap dengan segala kemungkinan yang ada. Saat ini. Hanya tak bisa membayangkan, sejak kapankah rasa itu mulai berubah. Aneh. Tak tahulah. Menggampangkan segala hal, termasuk perasaan.

Minggu, 13 Desember 2015

Nothing

Rasanya sudah lama sekali, nggak nulis. Nggak cerita. Akhir-akhir ini terlalu sering mengeluh. Banyak godaan. Banyak hal yang berkecamuk dalam pikiran, namun hanya terlewat begitu saja. Hanya sepersekiannya saja yang dinyatakan. Selebihnya, hilang, ditelan kegelapan.

Padahal, baru beberapa saat yang lalu berdeklamasi dalam hati ingin menulis everyday. Apapun yang terjadi, harus nulis apapun dan dimanapun, pokoknya setiap hari ada. Asal gak ada tsunami atau apapun musibah yang melanda, bahkan sepatah hati dan sehabis sehilang apapun mood hari itu, harus tetap nulis. Yap, hanya menulis dan setiap hari, sulitkah?

Sulit memang. Apalagi kalau belum memantapkan hati 100% untuk itu. Berupaya sajalah untuk selalu ingat tanpa perlu diingatkan. Entahlah. Kadang perasaan yang tak menentu, memaksa hati untuk tak berbuat sama sekali. Miris.

Ah, entahlah. Sehabis sehilang apapun ditelan kesibukan, setiap kali menulis, setiap itu pula berkurang beban di hati. Ada rasa yang terobati. Ada rindu yang tersampaikan. Sungguh membuat hati menjadi lebih tenang. Power of writing.

Keep menulis saja, mencari inspirasi. Menulis sama saja dengan menarik nafas dalam (inspirasi), dan melepaskannya dalam-dalam. Lega rasanya. Selega melepaskan beban berat yang berkesangatan.

Mencoba-coba menghibur hati yang tak kentara karena tak mampu mengobati penat hati. Lega sekali. Rasanya tak mengapa, mencoba menghibur diri. Beberapa saat tidak menulis, dan baru memulai lagi saat ini. Membuat setidaknya perasaan yang berkecamuk tadi menghilang.

Tak mengapa juga tak punya waktu untuk membaca buku lain. Bukan bacaan yang everytime wajib dibaca berulang-ulang dan dipahami bahkan dihafal. Tapi buku lain yang menutrisi jiwa dan raga.  Tak mengapa. Asal bisa mencurahkan jiwa, rasanya cukup sudah.

Its nothing right now, right??

Hanya ingin melukiskan keadaan jiwa di tengah malam yang dingin ini. Sunyi dalam keramaian. Lengang dalam kebisingan. Kadang butuh me- time juga. Dan ini membuat dunia kita terkadang terpisah dari dunia luar. Hanya aku dan beberapa orang dengan tipe yang sama saja, yang bisa memahami.

Rabu, 09 Desember 2015

Today Wanna

Pagi2 sekali. Rasa malas itu kembali muncul. Dialah syndrome. Sekumpulan gejala yang hanya terjadi pre dinas. Segala ketidakpastian membuat diri ini sulit melangkah. Ini bercerita tentang kisah orang yang tidak dapat disebutkan namanya. Hanya menceritakan kembali.

Pagi2 sekali sudah sibuk dengan kegiatan. Masih subuh. Harus berangkat jam 6 lewat sedikit. Geges2 mengejar ketertinggalan dan ketidaktahuan. Mencari data2 apapun itu. Meski lelah, ya, saat semua berakhir terasa puas.

Bagi seorang perfecto, sulit rasanya menerima kecairan. Apalagi menghablur, melebur. Lagi2 seperti itu. Sempt bercokol dal pikiran namun sulit diinterpretasikan lewat kata2. Dan saat itu semua terlambat, hanya kesal yang muncul. Begitulah.

Lambat laun, air muka tampak merana kehidupan. Tak mau tidak terpikirkan. Tak ingin tidak peroleh kebaikan. Ingin menjadi yang lebih dan lebih lagi dari hari sebelumnya. Tak ingin lagi berpasrah diri. Menyerah pada keadaan.

Siang segalanya selesai. Detik2 menjelang dinas terasa malas. Tebal dan empuknya spring bed mess membuat malas bergerak. Nyaris gagal move on. Tapi apalah daya, demi tugas, ya, harus rela berkecimpung disana.

Sepi dan lengang. Benar2 penjaga gawang yang handal. Dari sekian banyak yang masuk, hanya 2 atau 3 saja yang kami tunggu2 kkedatangannya. Tak ada tindakan. Pasrah sudah rasanya.

Tapi tak mengapa. Melihat yang lain sibuk dan melayani bagaimanapun tipe pasien, ya, setidaknya cukup membuka cakrawala berpikir bahwa banyak sekali hal yang perlu dipikirkan. Tak sebatas yang ada dalam pikiran. Makanya, perlu belajar giat dan melatih kecepatan dalam asosiasi. Hmm....

Detik2 menjelang pulang malam, barulah ada 1 pasien yang post KLL. Detik2 yang membuat bahagia. Setidaknya lelah dan jenuh menunggu terobati. Kami dapat tindakan hecting, sambil melatih kelihaian tangan bermain dengan benang dan jarum hecting.

Ya, apapun yang terjadi hari ini memang tak ada yang kebetulan. Semuanya sudah direncanakan. Termasuk hal2 yang rasanya tidak mungkin.

Just keep ur feeling on the right place.

Sabtu, 28 November 2015

Can't Reach It

Ada hal yang tak bisa dipaksakan. Meski berkali-kali, ingin segera melaksanakannya. Ada hal yang memang menjadi keterbatasan. Terbatas dalam perkara-perkara yang meski, bukan kewajiban pribadi, tapi tetap saja.

Hanya bisa bercokol dalam pikiran.
Ingin menyegerakan, tapi ingatan mengatakan ini tugas bersama.

Apalah daya, bukan urusanku tuk memaksa.
Apalah daya, jika aku sangat ingin, maka bisa saja, tapi mereka belum bisa.

Apalah lagi. Masih terngiang-ngiang di kepala. Saat kepala masih nyeri, mata masih nyeri, dan pikiran tak bisa berpikir jernih.

Memadu padu paksakan. Melalui dengan santainya tanpa beban. Tapi itu bukan aku.

Ada beberapa hal yang kusesalkan. Setelah melalui beberapa waktu.

Ada beberapa saat yang kuabaikan. Dan kini, tak mampu lagi harus kuabaikan.

Aku harus kejam, dengan tega membunuh segala rasa yang tak perlu.

Kejam, meski rasa sakit semakin menjadi-jadi.

Kalau tidak, maka semakin lemah saja diri ini. Melemah karena tak bisa bertahan, menahan sedikit saja rasa sakit.

Terlalu lama nyaman dengan situasi ini.
Terlalu lama membiarkan segalanya.

Jumat, 27 November 2015

Love Is

Kali ini bukan edisi galau-galau tentang cinta. Jangan lagi. Terlalu baper dengan kondisi yang akhir-akhir ini memang seperti inilah adanya. Hmm,, hanya bisa menarik nafas dalam.

Its about love. Love is??

Mungkin nggak nyambung lagi. Karena ide hari kemarin berbeda dengan hari ini. Suasana hati kemarin berbeda juga dengan hati hari ini.

Tertatih dalam untaian kata. Mewakili segala rasa yang bergejolak dalam jiwa. Semacam kenangan yang tak dapat tidak untuk disesali. Merangkai bingkisan cerita lama yang tak berkesudahan.

Ah, malam ini terasa syahdu. Dingin, dalam balutan AC mobil. Berada dalam rintihan yang tak berkesudahan. Terlalu rajin menghadirkan diri di tempat yang tak berkesudahan.

Aller anfang ist Schwër.

Sedikit saja, memacu jiwa. Memacu sedikit rasa yang tak berkesudahan. Harus tega!! Walau cinta tak mengapa. Tega membunuh setiap kali rasa cinta pada zona tersebut.

Waktu itu berjalan terus. Terus berlalu. Tak bisa tidak.

Jumat, 20 November 2015

Art of Life

Profesi boleh saja sama. Sealiran, sepemahaman, sebuku diktat malahan. Namun, ada yang berbeda. Kecil sih, tapi luar biasa efeknya. Bisa jadi pembanding, yang jika dibicarakan,bisa tak ada henti-henti.

Hanya pembuka bicara saja. Bukan, bukan basa-basi. Hanya pembuka topik pagi ini saja. Mengisi kekosongan yang tidak sebenarnya kosong. Hanya mencoba mengambil manfaat dari waktu yang ada.

Hanya komunikasi sedikit saja. Hanya pertanyaan biasa saja. Tapi, ya, cukup sudah tersimpulkan. Di sela-sela kesibukan, membagi fokus dengan yang lain memang bukan hal yang mudah. Ibaratnya, dalam pepatah, sekali merangkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Sambil melayani pasien dengan baik, sambil juga menarik perhatian koas yang celingak-celinguk tak menentu dalam ruangan. Hanya melirik percakapan antara dokter dan pasien.
Hanya itu saja.

Ditanya sesekali sambil diajarkan itu sesuatu sekali. Apalagi bagi kami (its hard to tell).

Dan hari-hari ke depannya, tak ada beban di hati.

Ya, hanya itu saja.
Seni menciptakan suasana yang nyaman. Bahkan seperti apapun suasana hati. Sesibuk apapun hari yang akan dijalani. Keep on walking.

Dan kesimpulan saya, bahasa tubuh itu memang penting.

Seperti beberapa saat lalu, saat saya ditegur karena penampakan yang ogah-ogahan menghadap seorang dosen karena memang, saya tak ingin melakukan sesuatu yang bukan kewajiban saya.

Dampaknya besar sekali. Bahkan setelah saya insyaf-pun, kesan pertama itu tak bergeming sama sekali dari pandangan beliau.

Its okay. Jadikan saja pembelajaran yang memang pahit. Yang nyaris meluluhlantakkan kepercayaan diri.

Sekali lagi. Walau kadang memang sulit, coba saja.
Coba berkali-kali. Just try it!

Hingga rasa lelah pun lelah menyapa.

Art of life.

Senin, 16 November 2015

Rasanya

Rasanya begitu sesak dalam dada. Ada semacam emosi yang tertahan. Berkali-kali kalimat parah itu melesat kencang ke telinga, menggetarkan timpani yang serasa ingin pecah. Berkali-kali juga, gemeletuk dalam hati menikam, mendidih. Benak di otak ribuan kali lipat bertopang dalam gemuruh amarah. Ah, benar-benar....

Berbicara sedikit, salah. Ditanya, tak paham, tak tahu, diam, salah. Sekali berbicara, meski sudah berusaha berani-beranikan diri, keliru, salah. Apalah lagi dikata. Sejak zaman baheulak sampai sekarang pun, tradisi salah pada orang yang sedang belajar tak mengapa, menurut hematku.

Kalau sudah pintar, tak lagi salah, lantas buat apa belajar.

Belajar bagiku, adalah sebuah proses panjang. Entah kapan itu dimulai, dan berakhir saat waktu yang telah ditentukan.

Meski kadang kala, ada kebingungan tak terperi dalam benak. Banyak hal yang berkecamuk, mengumpul di langit-langit benak. Namun, hanya sepersekian kecil yang keluar lewat kata-kata. Dan itu terlalu singkat malah, bahkan kosakata aneh melalang dalam wernickle dan tersampaikan lewat broca. Membuat persepsi orang lain salah, keliru. Dan lagi-lagi, harus digantikan dengan rasa sesak yang mendalam. Teramat sangat malah.

Pekak membran timpani tiada yang menandingi. Afirmasi kata-kata tiada henti yang berkecamuk, tak sadar diri. Dengan tega mengisi relung-relung kosong benak yang memang belum terisi penuh.

Dan entah sampai kapan akan terisi sepenuhnya.

Entahlah.

Hanya rasa yang tertuang dalam jiwa, hanya itu saja.

Sekali-sekali salah, tak mengapa.

Sekali-sekali khilaf, pun demikian.

Minggu, 15 November 2015

Seperti Anak Panah

Seperti anak panah, melibas udara dengan tega. Hanya desir angin yang menggema. Bulir-bulir embun di dedaunan masih tampak segar. Terinjak-injak oleh kaki yang datang silih berganti. Hanya demi meraup kesenangan pribadi.

Untuk pertama kalinya. Mencoba hal baru, menarik dengan penuh kekuatan. Tangan yang ringkih, jari yang mungil. Harus tetap kuat menahan beban. Lewat seutas tali kecil yang teregang dalam panah. Lewat sebilah kayu yang disulap menjadi tongkat panah.

Ah, seperti penonton. Hanya bersorak sorai menahan ketidaksabaran. Menyalahkan kelemahan. Belum mencoba, hanya melihat saja. Lalu sesuka hati mengomentari, pedas.

Tarik saja, sembilu menahan pilu. Tarik saja, pusatkan semua tenaga ke sana, entah itu bahagia, entah itu sedih. Akan lebih kencang lagi jika itu adalah amarah yang membara.

Lepaskan saja. Biarkan dia terbang melesat jauh. Menembus puing-puing udara yang terdiam sejenak. Menggumamkan bunyi yang tak kasat. Meluruhkan semua perasaan amarah, menjadi lelah.

Teruskan, teruskan saja. Hingga lelah datang menjelma. Menggantikan amarah menjadi kepenatan. Saatnya berganti arah.

Kapan lagi, kawan?? Jika bukan sekarang. Mencoba hal-hal baru yang entah kapan lagi kesempatan itu akan datang. Meski kadang, ragu dan takut datang menghadang.

Tak perlu sedih, apalagi gelisah.
Biarkan ia bersinar bak mentari senja yang dengan cantiknya turun dari ufuk horizon. Meninggalkan sisa kenangan yang sulit dilupakan. Tega sekali menyisakan penyesalan pada mata yang terlambat melihatnya, pada mulut yang terlambat berucap kagum padanya.

Lihatlah, simaklah. Perhatikan sekeliling. Lalu ceritakan, pada siapapun, betapa indahnya pagi ini. Saat anak panah berterbangan sesukanya. Saat dua anak panah hampir bersinggungan satu sama lain. Kebetulan? Ah, tak ada yang kebetulan di dunia ini. Pasti sudah didesain khusus di sana.

Kebetulan? Jika memang kebetulan, tiadalah hari ini menapaki hari yang lebih bermakna, yang tak melulu rutinitas seperti biasanya. Yang tak melulu berkutat dengan hal-hal yang begitu saja.

Wait.... Akan ada hari yang lebih indah dari mentari pagi yang menyelimuti seluruh badan. Berpeluh di bawahnya. Bahagia dalam kepenatan yang sangat.

Senja Itu

Dedaunan menelisik dalam riuh semilir angin. Menutup kerlingan bintik cahaya bintang temaram. Mentari senja sudah sedari tadi sembunyi. Enggan muncul. Tumpukan awan kelam menggelantung erat di sudut horizon barat. Teramat berat massanya. Tak secuil pun sinar lolos, menerjang sampai ke mata. Sejauh pandangan, hanya riuh rendah suara angin, berpacu dalam melodi gemerisik daun cemara. Kurus kering. Menyambut musim panas yang riang menyapa.

Dan aku masih di sini. Masih menyimak dengan manis setiap detik jarum jam yang bergerak. Tiada henti.

Menunggu, masih berharap keajaiban muncul.

"Dan ah, berapa lama lagi aku harus menunggu? Berjibaku dengan ketidakpastian?" lirihku.

Kamis, 05 November 2015

Kaku

Hai pagi... Masih bersemi dalam hati, masih terlintas dalam bayangan, bahwa kabut sudah mulai menghilang. Tiada lagi pemudar harian.

Hey, tunggu. Ada yang kontras dengan suasana hati pagi ini. Sedari malam malah. Entahlah. Lagi-lagi hanya bisa berujar demikian. Mungkin, aku harus lebih banyak bersabar. Memang aku seperti ini, dan sulit untuk mengubahnya. Tapi, entahlah. Ada-ada saja yang terlintas dalam pikiran, yang sulit dicerna dalam benak.

Tak bisa tidak. Keinginan hati kuat untuk melakukan, namun bibir masih kelu. Sulit sekali.

Takut pada perubahan. Takut pada sesuatu yang belum tentu terjadi. Takut pada keadaan yang boleh jadi tidak separah yang ada dalam pikiran. Hanya karena terbiasa berpikir yang rumit-rumit, hingga tak kunjung jua bergerak walau selangkah.

Kekeluan yang tak terbayangkan. Yang menganak sungai berkelebat dalam hati. Hanya angan-angan belaka. Terlalu sulit untuk bergerak, kaku.
 

Selasa, 03 November 2015

Menunggu dalam Diam

Masih saja penungguan ini berlanjut. Belum berhenti. Entah sampai kapan seperti ini. Dengan tega membiarkan waktu berlalu. Membunuh masa dengan kejamnya. Dan entahlah. Setiap penantian pastinya menyisipkan rasa lelah. Entah itu saat ini, atau selanjutnya.

Disini, aku masih duduk termenung. Kilau cahaya lampu temaram menyinari pelupuk mata yang mulai terpejam. Senja ini, terasa sangat lama. Seolah waktu menyumbangkan jutaan detiknya saat ini. Meski rintik hujan tak henti-henti sedari tadi.

Aku termangu dalam diam. Menatap lamat-lamat dalam lintasan kenangan. Sesaat aku terjatuh, berdebum di atas rerumputan liar yang basah. Aromanya menyibakkan sejuta memori kecil. Saat aku masih papa, tiada daya.

"Hey, sampai kapankah aku harus menunggu?"

Dan jawaban itu tak serta merta muncul begitu saja.

Begitulah kira-kira. Hanya menjadi penonton yang entah kapan, bisa masuk ke dalamnya. Berkecimpung, tak hanya menepi.

Rinai

Senja, menggelayut dalam sepi. Hanya rintik air membasahi. Entahlah. Sayup-sayup rindu menyapa relung hati. Apakah gerangan?

Rerintik embun menyayat beku. Rerumputan mengganas. Dalam kerlingan cahaya senja, ia bermuram durja.

"Adakah takdir yang mempertemukan kita?"

"Adakah relung jiwa yang terisi karenanya?"

Atau,
"Adakah masa yang terlewatkan dalam hembusan nafasnya?"

Aku masih disini. Melihat dari kejauhan setiap gerakan lincah tak terperi. Menjauh dalam ingatan dan memori. Tiada guna, hanya menjalankan kewajiban saja. Tiada kesan, yang meninggalkan memori dalam.

Hanya rintik hujan yang menemani. Dan ingatan akan dia, yang entahlah. Suatu saat, pastinya. Dan terlebih lagi, banyak hal yang terpikirkan. Jauh di lubuk hati terdalam.

Jumat, 30 Oktober 2015

Hard Time

Setelah melewati waktu-waktu yang hectic, finally, i can do it. Ya, meski di awal semangat itu membara. Aku membaca ayat-ayat cinta tentangnya. Tak perlu beberapa kali, cukup sekali, dan ditanya beberapa hari kemudian, masih terselip dalam ingatan. Tanpa beban, tanpa rasa keberatan, semuanya terjalani karena sukarela.

Hey, betapa waktu yang sedikit itu sangat berharga! Andaikan bisa kutepis segala rasa mengulur waktu, kan kutamatkan ayat-ayatnya. Andai saja aku tak terlena dengan waktu yang santai sesaat tanpa beban fisik dan mental, akan kugenggam cahaya cintanya, seerat mungkin, sebanyak mungkin. Tapi itu andai. Masih berandai-andai.

Dan pada waktu jugalah akhirnya rasa ini terselip. Terhimpit. Jatuh tersungkur karena tak mampu merasa lagi. Saat jiwa lelah dengan segalanya. Saat raga tak lagi mampu menolak ketidakadilan rasa. Saat itulah, kekokohan hati teruji nyata. Senyata yang terasa saat itu juga.

Aku menangis, tak sanggup menjalani ayat-ayat cinta yang terkikis karena penggabungan yang entah. Aku lemah, memang. Terlalu memikirkan banyak hal. Terlalu rumit. Dan saat aku kembali, tampaklah kerapuhan itu semakin menjadi-jadi.

Hey, sungguh jiwa yang menggoncangkan jiwa. Sungguh jiwa yang memaksa ingatan kembali ke masa lama. Membuatku teringat masa lalu, saat semuanya terasa sulit. Saat memulai lafal tak lancar. Saat memulai suara tak terpapar.

Aku hanyalah rintik air di dedaunan.
Hanya setitik debu di tepi pantai.
Juga sebutir embun di kaca buram.

Tapi aku ingin, kelak jiwa yang sunyi ini bisa bertahan dalam keutuhan. Tak roboh karena terpaan angin semata wayang. Tak hilang karena hembusan topan.

Hanya ingin menjadi diri sendiri. Dan masih berusaha untuk tetap istiqomah dengan yang ada pada diri sendiri.

Selasa, 27 Oktober 2015

Keep Going On

Hey, semburat angin yang mengelilingi dinding. Juga pematang sawah yang hijau menguning. Kuingin kalian tahu, bahwa aku ingin bercerita. Pada siapa saja. Percayalah padaku. Hanya sesuatu yang terlintas di pikiran, begitu saja.

Hey, awan yang bermain ria dengan kabut asap. Tak henti-hentinya mengenyahkan pandangan. Membuat sesak dada, terkembang.

Aku ingin kalian tahu, hanya itu.
Aku ingin kalian memahami, hanya itu.
Bahwa aku, berada dalam dilema yang tak henti.
Antara diam dan bicara, tersembunyi rangkaian kata.
Aku hanya ingin mereka tahu.
Tak selamanya yang dipandang itu benar.
Juga tak selamanya yang didengar itu baik.

Percayalah....

Ada banyak kontradiksi dan keanehan yang menyelimuti.
Bahkan sepagi ini. Masih saja mata enggan menepis. Menerka-nerka dalam setiap kejadian. Yang kesemuanya terjadi bukan karena tanpa maksud.

Percayalah....

Aku tak seperti yang kalian bayangkan. Bahkan burung yang berkicauan pun, tak henti-hentinya bersiul walau terhalang. Walau terhambat cahaya mentari yang tak lagi murni.

Ah, sudahlah.

Sudahi saja setiap pergumulan batin yang tak menentu. Menyisakan seonggok perasaan tak menentu. Menitikkan rasa yang tak biasa.

Biarlah. Tahulah saja semua ada pengaturnya. Seumpama jagad raya.
Sesusah serumit apapun memikirkannya, setiap orang punya peluang dan kesempatannya masing-masing.

Thats life. Mungkin kita berpikir saat ini, detik ini, begitu banyak kemudahan dan keberuntungan orang lain. Di satu sisi memang. Di sisi lain, nasib kita yang tak beruntung, atau hanya menurut pengetahuan manusia yang teramat sangat terbatas, siapa tahu, kepahitanlah yang justru menjadi senjata diri. Untuk meraih sesuatu di kemudian hari, meski tak tampak secepatnya.
Perlu waktu untuk itu semua.

Keep going on/!

Sabtu, 24 Oktober 2015

- Energy

Hey malam! Saat mentari yang sedari pagi tertutup asap, menghilang ditelan zaman, saat itulah kegelapan menyesap ke alam pikiran. Tahukah kau, malam? Malam ini, terkhusus kusampaikan lirik-lirik memilukan, menyayat hati.

Hanya karena sebatas keinginan. Hanya karena sebatas keegoisan. Itu semua terjadi saban dalam hari-hari panjang yang tak berkesudahan.

Aku mengalihkan pandangan. Tatapan nanar tenggelam dalam kegelapan.

Aku mengalihkan perhatian. Ingatan panjang terngiang-ngiang, enggan menghilang.

Aku mengeluh pada hari keras.
Aku mengeluh pada jiwa lemah.
Aku mengeluh pada nasib.
Aku mengeluh pada ketidakpastian.

Yang kesemuanya terkadang menjadi, kadang hanya hidup dalam pikiran.

Bukan,
Bukan mencoba menghibur diri.
Ada banyak hal yang berserabut dalam benak. Ada banyak hal yang membuat jiwa tak nyata. Ada banyak hal yang menyempitkan, menyesakkan dada.

Melahirkan bait-bait kepedihan mendalam.
Menjulang tajam menusuk jiwa terkelam.
Tercabik, berdarah-darah tak jelas ujung pangkalnya. Saat kutahu, tak berkutik tam berdaya yang membuat harus memanfaatkan orang lain.

Berharap pada mereka, ya. Bersiap untuk kecewa, entah ke yang sekian kalinya.

Hanya itu, ya, cukup.
Transfer energi negatif berhasil. Semoga kau, siapapun yang membaca, jangan masukkan ke hati. Jangan terlalu diinap menungkan. Biarlah energi itu melantun-lantun di angkasa tak berbatas. Kuharap, kau, jangan mau menjadi reseptornya.

Selasa, 29 September 2015

Love this Morning

Hei pagi! Masih berkaca2 dalam reruntuhan embun yang menyelimuti bumi. Masih terngiang dinginnya hari, masih terlintas di pikiran aroma teh wangi, juga sepiring nasi dengan telur dadar yang semburat asapnya mengepul. Semangat pagi!

Hei teman! Bisikkan padaku sejuta kata indah. Kata penyemangat jiwa. Agar semangat kita kekal, setidaknya untuk hari ini. Saat pikiran masih pada tempatnya. Saat keberadaan masih dirasa kesyukurannya. Saat tak perlu lagi merasakan dengan sebenarnya rasa akan arti kehidupan itu sendiri.

Cukuplah bernapas lega. Menghirup udara pagi nan lengang bercampur butir air salju. Tanpa ada kesusahan, tanpa ada rasa jerih payah dalam melakukan. Cukuplah. Itu sudah cukup membuat kebermaknaan hari nan elok di pagi ini.

Cukuplah dengan memperhatikan. Ke sekeliling kita nan tiada berkeluh kesah. Hanya semilir angin lembut yang menyapa, membawa kedamaian tak terkira. Cukup sudah.

Aku dan setitik embun yang runtuh ke bumi. Aku dan setitik kawan yang menyemangati, aku dan setitik cinta yang datang mengikhlasi. Dalam tiap diri, jiwa, dan cinta. Bersemai semangat nan indah. Bertahanlah. Kelak kan kau temukan rasa lain yang jauh bermakna.

Maka tak salah. Saat gurutta berkata, saat kehilangan banyak mendapat, dan saat mendapat justru kehilangan. Begitulah manusia. Rumit, seperti choconest, sarang tempoa sarang paling rumit sedunia. Begitu juga dengan hati. Ada kalanya sunyi. Seperti emptynest, sarang kekosongan. Seolah kehilangan menjadi akar kerumitan. Seolah kehilangan menjadi muara kesedihan.

Bahagia itu sederhana.

Senin, 28 September 2015

Menghitung Hari

Terinspirasi dari gurutta, yang begitu bijak dalam menyikapi kehidupan. Tak ada rasanya kata2 tak bernas yang keluar dari mulutnya. Bahkan diamnya, menenangkan jiwa bagi siapa saja yang menatapnya. Ah, begitu luar biasa. Bahkan merasa bahwa dia ada di sekitar saja, sudah cukup membuat rasa nyaman dalam hati.

Begitulah, bernilainya seorang ulama di tengah2 masyarakat. Ulama yang benar2 menjadi teladan umat. Menjadi suluh bendang dalam nagari. Pai tampek batanyo, pulang tampek babarito. Ya, seorang yang berilmu dan beramal. Begitulah luar biasa pengaruhnya.

Kalau menghitung2 diri, mengukur bayang2, sejauh mata memandang, masih banyak kekurangan. Disana sini, banyak sekali yang kurang. Menyadari, tapi belum sepenuhnya menyadari.

Sedikit demi sedikit, kelak akan jadi bukit. Menabung kebaikan, hari demi hari, menabung semangat, menabung motivasi, menabung ilmu dan amal. Sedikit demi sedikit, rutin. Biarlah berjalan pelan, asal sampai di tujuan. Daripada tidak berjalan sama sekali, atau bahkan berjalan teramat cepat, lalu terhenti. Ah, jangan lagi.

Begitu juga menyikapi makna hidup. Ada harga yang harus dinilai, ada rasa yang harus dicicipi. Ada rindu, benci, cinta, kasih sayang. Ada semangat, motivasi. Kadang juga ada penyesalan. Tapi begitulah, itulah hidup.

Dan ya, harus berkutat lagi dengan simfoni kehidupan yang menitikberatkan pada rutinitas. Pengulangan2 yang terjadi saban hari. Jalani dengan warna-warni hari.

Ah, gurutta. Kalau saja, setiap guru yang kutemui seperti beliau pembawaannya. Selalu menginspirasi tiada henti. Kehadirannya selalu dinanti. Cerita2nya selalu menggugah jiwa, anak2 menyukainya. Karakter yang kreatif, kepribadian yang mumpuni.

Kamis, 24 September 2015

Edisi Idul Adha

Edisi idul adha kali ini. Lebaran atau lebar an. Gak nyampe-nyampe juga sepertinya lebar an. Mesti irit, mesti hemat. Maklum, masih anak sekolahan. Masih berlindung di bawah orang tua, belum juga berdikari. Huuft, setidaknya berhematlah. Asal nggak jatuh sakit aja....

Lebaran kali ini, nggak melebar ke kampung halaman. Nggak nyampe. Ya, gitulah. Pengorbanan anak sekolah di perantauan. Nggak bisa pulang. Apalagi kalo sekolahnya menuntut harus stand by di sekitar kota padang, alias jadi tahanan kota. Gitu sih kata sesepuh yang udah melalui siklus ini. Yah, jalani sajalah.

Nggak apa. Its okay, keep smile. Baru kali ini juga sih lebaran nggak di kampung halaman sendiri. Ya, berasa ada aja yang kurang gitu. Biasanya sih, pagi2 banget mama udah ngasih tau tu, nggak boleh makan. Puasa dulu, bukanya pas siap solat ied. Pagi2 udah kedenger takbiran bersahut2an dari mesjid di belakang rumah yang jaraknya cuma sejengkal. Pokoknya rame lah. Berasa banget hari rayanya. Nah, disini, cuma kedengar sayup2 sampai dibawa semilir angin yang bertiup kering. But, ya bersyukur aja. Nggak pun jelas, stel radio ada takbiran yang tetep kenceng. Suka2 aja berapa volumenya. Maklum juga, just alone di kosan. Yang lain udah pada pulkam, hiks.

Tapi nggak totally alone juga. Ada temen seorang. Sama dialah aku pergi solat ied, agak jauh makanya naik motor. Hampir aja telat, coz disini ternyata mulai solatnya pagi banget ya. Jam 7.20 udah mulai. Kalo di rumah sih biasanya jam 8 baru bener2 mulai solatnya. Untung aja tiba pas bgt, dan masih ada tempat.

Fix, pulang solat ied cus cari makan. Susah juga, habisnya semua pasti pada lebaran. Banyak toko dan kedai tutup, agak jauh nyari makan. Berbekal feeling kalo di sekitaran rumah sakit pasti ada yang jualan, maka dapatlah terisi lambung ini. Meski dalam hati ada sedih juga, teman2 yg punya ibuk kos nggak perlu susah2 nyari makan, dapet lontong lebaran soalnya. Hmmm...

Fix juga, do all with love. Bernostalgia dengan gema takbiran dari radio, karena nggak ada lagi hiburan lain. Perintang hati tepatnya. Ya sudahlah, agak random ya. Hha. Lain kali nulis yang lebih bermutu lah.

Sebenarnya nggak ada tujuan apa2 sih. Cuma saling mengingatkan aja, bersyukurlah gimanapun keadaannya. Yang lebaran sama keluarga, bersyukur banget bisa ngumpul. Yang nggak bisa pulkam, bersyukur juga bisa solat ied sambil menikmati suasana baru solat yang nggak seperti biasanya. Yang nggak bisa solat karena dinas atau hal yang bener2 nggak bisa ditinggalkan, ya bersyukurlah, karena sudah ada niat baik dalam hati, tetap dapat pahala insyaallah.

For the point, keep gratefull. Udah, itu aja sih.

Selasa, 15 September 2015

Dry Drowning

Selasa ini, tidak seperti Selasa-Selasa sebelumnya. Berada di stase forensik sudah masuk minggu ke tiga. Yah, begitulah. Banyak sebenarnya yang bisa dibaca, dipelajari, dan dijadikan bahan untuk menciptakan imajinasi dan mengasah. Apalagi disini, banyak waktu yang tersedia, kalau bisa sih ya bisa terbit beberapa tulisan. Yaks!!!

Post dinas. Ada 2 korban yang dikonsulkan. Dan keduanya datang pagi-pagi sekali. Lagi-lagi serangan fajar beraksi. Membuat kaki gamang berdiri. Tapi, apapun itu, akan kujalani. Demi koas forensik yang berdedikasi. Hmm....

Ada yang tidak biasa di siang ini. Dan feeling itu  sudah muncul sejak malamnya. Dry drowning, referat yang pertama kali di acc, walau aku berada di urutan kelompok terakhir. Kalau demi intuisi dan feeling, rasa-rasanya memang kelompok kami yang akan tampil. Asalkan tak ada angin, hujan, badai, petir, apalagi kabut asap. Kalau tak ada penghalang kehadiran, InsyaAllah, hari ini akan ada penampilan referat. Dan kemungkinan, walau katanya di lot, yang tampil mungkin ya tentang dry drowning. Ah, apa sih.

Terjadilah, maka terjadi. Presentasi, lalu tanya jawab. Setelah itu, ya, diskusi. Ah, benar-benar diskusi yang singkat tapi padat sangat. Dan, tak terpikirkan, karena emang nggak nemu di bahan bacaan. Hanya eksklusif live dari ahlinya.

Jadi, dry drowning yang selanjutnya disingkat dengan DD tu adalah diagnosa keranjang sampah. Hah?! Kok bisa? Ya, bisalah.

Jadi begini. Pada saat nemu korban tenggelam di air, gimana sih cara nentuinnya apakah dia mati karena wet drowning atau dry drowning?

Kalo ada tanda -tanda asfiksia yang terjadi cukup lama, itu patognomoniknya wet. Kalo dry kan terjadi kematian yang tiba-tiba sangat. Gak ada mekanisme asfiksia yang terjadi agak lama, gitu loh.

Trus pada pemeriksaan toksikologi gak nemu apa-apa, riwayat sakit gak ada, periksa tanda asfiksia juga gak ada, pokoknya setelah lakuin usaha apapun, gal nemu penyebab tenggelam, ya udah, langsung diambil kesimpulan kalau dia mati karena dry drowning.

Intinya, kalo gak nemu apa2, atau bahasa kerennya tidak ada temuan pada kasus tenggelam, bisa disimpulkan itu karena dry drowning. Penyebab kematian tetap dibikin karena tenggelam, cuma mekanismenya yang sulit untuk dijelaskan, alias diagnosa keranjang sampah si dry drowning itu.

Oke2. Syudah selesai. Its just a share of a little part. Maaf agak nyampah. Soalnya, mau meluapkan perasaan aneh aja. Semoga aja yang baca gak merasa... Peace 😃😃😃

Senin, 14 September 2015

Waiting

Always waiting, no more doing whatever you shoulda do.... Ah, ada-ada saja. Setelah kemarin dapat hot shock, finally, pikiranku bercabang tak karuan.

Ah, tak apalah. Lelah dengan pemikiran panjang daripada tak pernah berpikir sama sekali. Biarlah. Daripada membiarkan diri terliputi tak bertepi. Biarlah. Kelak lelah, membuat rasa rindu yang aneh. Rindu dengan lelah.

Saat kepala terasa panas, wajah, dan muka. Saat tangan mendingin, respon tubuh yang terguling dalam pikiran jemu. Takut dan was-was menghadang. Anxietas. Kelola sajalah. Lelah, memang. Terbawa hati, perasaan. Tapi itulah dia.

Ah, makna lelah. Teramat lelah untuk mendefinisikannya. Biarlah jiwa-jiwa yang lelah, yang akan menghadapi lelah, dan yang telah sembuh dari lelah, yang akan merasakannya.

Sabtu, 12 September 2015

Totally Weekend

Setelah sekian lama bergulat dalam waktu-waktu yang sulit (hard time), finally, tibalah saat yang seperti ini. Yaks, long weekend.

But, ada-ada saja keanehan yang terjadi. Dalam hal kenyataan atau yang terasa di hati. Menghabiskan waktu dengan berleha-leha. No productive at all. Itulah, tersasar dalam comfort yang membunuh perlahan-lahan.

Diperturutkan lama-lama, ada perasaan yang tak enak. Padahal, kau tahu, kewajiban lebih banyak dari waktu. Dan sudah tahu seperti itu pun, masih saja malas. Beranjak dari tempat tidur, pokoknya, bergerak saja. Walau pelan.

Ah, benar-benar lah. Kurang mensyukuri kondisi. Waktu sibuk, dalam hati selalu mendambakan waktu kosong barang sehari saja. Dan kalau dapat pasti termotivasi sekali untuk menghabiskannya dengan hal-hal yang produktif. Semisal, membuat tulisan, membaca buku untuk nambah wawasan. Pokoknya, hal-hal yang gak bisa dilakukan selama sibuk.

Dan ternyata, lihatlah yang terjadi. Waktu senggang pun harus terbuang percuma. Demi menyadari dan suka mengundur-undur waktu. "Ah, masih ada hari esok, masih santai, masih libur," nah, begitu. Lantas, kalau seperti itu terus, kapan berkembangnya?

Dunia nggak selebar daun kelor sayang....

Saat mata masih terpejam, saat itu ada seseorang, yang entah dimana, masih terbuka matanya, menatap serius tulisan di buku, di laptop, menulis mimpi-mimpinya, dan mewujudkannya.

Saat mata kita mulai terbuka, saat itu seseorang yang entah dimana, tersenyum menatap kesuksesan yang telah dicapainya, hasil usaha kerasnya.

Ah, sukses. Di mata orang terlihat seperti fenome na gunung es.

Hanya sedikit yang tampak, yang muncul di permukaan. Padahal di dalamnya, lebih parah lagi, entah sudah berapa kali jatuh bangun dan gagal yang dihadapi.

Semakin keras diasah, emas semakin berkilau.
Semakin lama diasah, batu akik semakin licin dan memukau.

Ah, ini hanyalah sebuah tulisan untuk memotivasi diri sendiri. Agar jangan lupa dengan masa lalu, jangan mudah terlena dengan comfort zone. Masih banyak yang harus dikerjakan, masih banyak yang harus dibenahi. Dan masih banyak lagi,,,, cant talk here.

Senin, 07 September 2015

Dream

Minggu malam hingga Senin pagi. Just stay @homesick. Bukan rindu kampung, tapi arti kata yang memang menunjukkan rumah sakit. Siapa tau, ya. Dinas malam, @4n6. Dinas setengah hari, bukan, setengah malam. Tengah malamnya ada pasien. Just one. Hanya satu. Pasien KLL.

Bikinlah VeR sementara, foto2 luka pasien, konsul, dan selesai. Just in some minutes. Agak lama mungkin, mengatasi kantuk mata, fokus yang sudah hilang entah kemana, dan lainnya. In one case, finished.

Kembali ke laptop. Rencananya sih mau berselancar sejenak di dunia maya, lalu melanjutkan baca novel Dan Brown. Ya, buat membangun intuisi penasaran, imajinasi, dan detektif-an. Ah, benar saja. Baru beberapa helai membaca kalimat pembukanya, mata sudah berat. Kering kerontang. Tak tahan dengan AC yang membuat dehidrasi tears film mata.

Alhasil, go to sleep. Tidur, di atas lantai. Antara tidur dan mimpi, ada sebuah dream yang cukup aneh. Di antara keributan langkah kaki orang yang mondar-mandir di kamar koas. Di antara suara-suara CTG yang bersahut-sahutan seperti gendang, dan di antara suara tangis bayi baru lahir tepat di sisi depan dari kamar koas yang itu adalah bagian obgyn.

Dan mimpi aneh itupun dimulai.

Berawal dari aku yang masih berhutang air mineral di HCU interne. Entah sengaja atau tidak, aku merasa, dini hari itu juga, aku bergegas kesana. Untuk membayar hutang, sekalian jajan. Secara, perut sudah mulai kelaparan. Tak tahu lagi mau jajan dimana.

Disana bertemu Rena yang sedang dinas HCU. Kami bercakap-cakap sebentar, lalu aku ke kamar perawat. Membayar hutang, sekaligus membeli minum. Setahuku, disana hanya ada minuman. Tahunya, ada juga kue coklat, dan bola-bola coklat. Ah, coklat. Mengingatkan pada seseorang penggila coklat.

Aku beli, dan langsung bayar. Sudah kuhitung-hitung berapa uang yang harus kukeluarkan. Tiba-tiba saja ada anak kecil menangis, entah datang dari mana. Uni perawat bilang, aku mengambil kue coklatnya. Ah, masa iya, sebanyak itu coklat di dalam lemari pendingin, kenapa aku harus mengambil coklat miliknya.

Dia terus saja menangis. Tak rela coklatnya kugamit. Dan langsung saja aku tersadar, bangun. Thats just a dream. Wait,,, tunggu dulu. Masih ada suara tangisan. Ada suara bayi yang menangis kesakitan. Entahlah. Antara mimpi dan kenyataan. Kudengar lamat-lamat, suara tangisan itu benar adanya. "Ah, aneh sekali," pikirku dalam hati.

Selasa, 25 Agustus 2015

Rasa

Campur aduk. Antara egoisme dan rasa peduli. Bisa saja aku tak melakukannya. Bisa saja aku berdalih demi kepentingan pribadi yang lebih urgent. Tapi, ya, demi rasa kemanusiaan, relalah saja rasanya tak makan, tak jumpa pembaringan.

Tak ingin juga menyalahkan siapa2. Toh, ini panggilan hati nurani. Bisa saja aku mengabaikan. Bisa saja aku hanya lepas makan saja mengerjakan. Pelepas hutang. Entah kenapa, aku tak bisa. Sungguh, tak bisa.

Lecet sudah telingaku ganti berganti memakai alat itu tiap menit. Lelah sudah kaki berjalan kesana kemari. Keringat bercucuran bahkan di pagi nan dingin. Diam, membisu diantara rintihan suara napas yanh tersengal2. Mengadu nasib di entah berantah. Suara zikir bisik2 keluarga tersayang terdengar. Lengkap sudah menambah ngeri aroma dini hari.

Terbayang sudah aku disana. Terbaring lemas tak tahu apa. Hanya menanti uluran tangan mereka. Menunggu kejaiban Tuhan. Bahkan, menunggu untuk berjumpa denganNya akan jauh lebih baik. Tapi lihatlah, apa saja bekal yang sudah dipersiapkan?

Hey, sadarlah. Diri ini bukan untuk diri sendiri. Ada hak yang harus dipenuhi. Ada kewajiban yang harus dijalani. Ya Rabb, sampaikanlah. Sampaikanlah rasa ikhlas dan jumawa pada hati ini. Hilangkan semua rasa yang tak boleh ada. Jauhkan semua prasangka yang menodai jiwa.

Keep spirit ever after. Apapun yang terjadi, berusaha saja dengan maksimal. Apapun hasilnya, itulah yang terbaik. Ada2 saja pertolongannya, entah datang dari mana. Yakinlah.

Senin, 10 Agustus 2015

Random

Ini tentang kisah kehidupan yang aneh. Dunia di atas awan. Awan menggenang indah, jingga. Di ujung sana, tampak ekor pelangi yang malu2 kucing, menyembunyikan semburat warna kemerahannya. Pipinya memerah, matanya berkilau, hampir tumpah. Hatinya terlebih lagi. Pandangannya tak satupun beranjak dari perumahan kecil di ujung negeri. Berkali2 dia lalui, berkali itu juga matanya sembab menahan pilu.

Entahlah, dunia yang aneh. Berada ataupun entah berada dimana. Ingin tapi tak bisa memiliki. Berpijak tapi serasa terbang di awang2. Menganak sungai, habis terbabat mentari senja yang menyayat mata. Aku terpaku, terenyuh dengan kehidupan yang aneh ini.

Kucari2 kebahagiaan disana, tapi entahlah. Hampa. Sesaat aku ingin berada di sana. Sesaat berada disana, aku merasa hampa. Tak ada artinya. Tiada bermakna. Aku hanyalah puing2 kejora yang hancur lebur. Yang hanya berpendar untuk disaksikan ribuan tajam mata yang memandang tanpa belas kasihan. Bersinar hanya untuk diketahui orang lain bahwasanya aku ada untuk dijadikan olok2an. Penghibur hati mereka.

Hey, tahukah kalian. Padahal mana aku merasa di ujung2 penantian. Saat aku tak mampu lagi mengusung kemauanku. Saat aku tak sanggup lagi merayakan hari lahirku. Atau bahkan saat aku tak lagi bersama siapapun, sendirian.

Berpijak di dunia yang aneh. Menyaksikan segala macam keanehan. Ingin mengadu pada siapalah lagi. Ingin bertanya manusia tiada jawabnya lagi. Ingin kusampaikan pada akar benalu kehidupan malang melintang yang bergejolak di kepalaku. Hey, kalian makhluk hijau sungguh luar biasa.

Entahlah. Banyak hal yang masih kutanyakan. Aku ingin menghilang. Hilang dari peradaban. Sejenak saja. Bahkan hilang masih dalam peradaban. Menyaksikan aku dan sekeliling orang yg berada di antaraku. Hendak menyana, mengartikan, menafsirkan akan arti diriku.

Hey, tolonglah sejenak hentikan. Jantungku berdegup kencang, palpitasi tak karuan. Detik ini, menit ini, ada2 saja hal yang membuatku tak bergeming. Membuat pecah kepala. Membuat susah hati saja.

Dan semuanya melebur, hancur menjadi debu. Berpuluh2 keringat menetes, membuncah kesakitan. Hanya aku yang tahu. Tak satupun dari mereka tahu. Tak tahu. Tak tahu.

Dan tak pentinglah bagi mereka. Apalagi negeri di atas awan. Bagiku, itu hanyalah pengobat rindu. Dari mata turun ke hati. Aku tersipu malu dengan kenangan dahulu. Saat aku tak seperti ini, saat aku lebih baik dari ini. Ah, entahlah.

Selasa, 04 Agustus 2015

Info Beasiswa

Copaste dari sebelah: Beasiswa Dokter Spesialis 2015 dari Pemerintah

Pendaftaran beasiswa pendidikan dokter spesialis kini memasuki periode ke-4 untuk tahun 2015 yang ditawarkan pemerintah melalui LPDP. Jika Anda atau keluarga seorang dokter dan berminat mengambil pendidikan spesialis, saat ini masih terbuka kesempatan mendaftar di 2015. 

Ada sejumlah bidang spesialis yang ditawarkan, yakni Spesialis Obstetri & Ginekologi, Spesialis Anak, Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Anastesiologi, Spesialis Bedah, Spesialis Radiologi, Patologi Klinik, Rehabilitasi Medik, serta dimungkinkan program spesialis lain yang ada dalam daftar LPDP. Jenis keahlian tersebut dapat diambil di sejumlah perguruan tinggi dalam negeri yang telah ditetapkan oleh LPDP.

Kampus tujuan yakni:
1. Universitas Padjadjaran
2. Universitas Indonesia
3. Universitas Diponegoro
4. Universitas Gadjah Mada
5. Universitas Airlangga
6. Universitas Hasanuddin
7. Universitas Brawijaya

Beasiswa pendidikan dokter spesialis dari pemerintah ini menanggung penuh biaya studi bagi para penerimanya. Biaya yang ditanggung itu, di antaranya biaya pendidikan yang meliputi biaya pendaftaran (at cost), SPP, termasuk matrikulasi non bahasa, bantuan operasional pendidikan, penyelenggaraan di rumah sakit pendidikan, pelatihan kursus wajib, karya ilmiah, ujian keterampilan, praktikum klinik, dan ujian nasional (at cost). Kemudian biaya non SPP yang dapat digunakan untuk tunjangan buku, tesis, seminar, publikasi, wisuda (paket, per tahun, akumulatif).

Selain itu tersedia pula biaya transportasi keberangkatan dan kepulangan studi dari asal domisili ke perguruan tinggi tujuan (satu kali, at cost), asuransi kesehatan, biaya hidup bulanan, tunjangan keluarga (maks 2 orang), tunjangan kedatangan, serta tunjangan keadaan darurat.

Persyaratan umum:
a. Warga Negara Indonesia (WNI);
b. Telah menyelesaikan studi program sarjana dan beprofesi dokter dari:
   1. Perguruan Tinggi di dalam negeri yang telah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), atau
   2. Perguruan Tinggi di luar negeri yang telah terdaftar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
c. Dokter yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan oleh KKI,
d. Memiliki karakter kepemimpinan, profesionalisme, nasionalisme, patriotisme, integritas,
e. Memiliki kepercayaan diri, kegigihan, kemandirian, kematangan dalam mengelola emosi, dan kemampuan beradaptasi,
f. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan / keilmuan / inovasi / kreasi/ budaya,
g. Bersedia menandatangani surat pernyataan yang menyatakan bahwa pelamar:
   1. Bersedia kembali ke Indonesia setelah selesai studi,
   2. Tidak sedang menerima/akan menerima beasiswa dari sumber lain,
   3. Tidak terlibat dalam aktivitas/tindakan yang melanggar hukum, atau mengikuti organisasi yang bertentangan dengan ideologi Pancasila,
   4. Tidak pernah/akan terlibat dalam aktivitas/tindakan yang melanggar kode etik Akademik,
   5. Selalu mengabdi untuk kepentingan bangsa Indonesia,
   6. Selalu setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia,
   7. Sanggup memenuhi ketentuan beasiswa yang ditetapkan LPDP,
   8. Bersedia mengabdi di daerah 3T atau daerah dengan karakteristik tertentu lainnya yang durasinya sama dengan masa studi apabila dibutuhkan oleh pemerintah berdasarkan ijin penempatan yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan RI,
   9. Menyampaikan data dan dokumen yang benar, sesuai dokumen asli serta bersedia menerima sanksi hukum yang berlaku apabila dokumen tersebut tidak sah.
h. Telah mendapatkan izin dari atasan bagi yang sedang bekerja,
i. Surat keterangan berbadan sehat dan bebas narkoba yang dinyatakan oleh dokter dari Rumah Sakit Pemerintah,
j. Telah mendapatkan rekomendasi dari tokoh masyarakat bagi yang belum/tidak sedang bekerja, atau rekomendasi dari atasan bagi yang sedang bekerja,
k. Memilih program studi dan Perguruan Tinggi yang sesuai dengan ketentuan LPDP,
l. Menulis essay (500 sampai 700 kata) dengan tema: Kontribusiku Bagi Indonesia: kontribusi yang telah, sedang dan akan saya lakukan untuk masyarakat / lembaga / instansi / profesi komunitas saya” dan “Sukses Terbesar dalam Hidupku”,
m. Apabila terdapat pemalsuan data atau dokumen maka pendaftar dinyatakan gugur dan tidak berhak mendaftar lagi di LPDP,
n. Menyerahkan Surat Kelakuan Baik/ Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang dibawa pada waktu seleksi wawancara,
o. Bersedia mengabdi di daerah 3T atau daerah dengan karakteristik tertentu lainnya yang durasinya sama dengan masa studi apabila dibutuhkan oleh pemerintah berdasarkan ijin penempatan yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan RI.

Persyaratan khusus:
a. Usia maksimum pelamar pada 31 Desember di tahun pendaftaran adalah 35 (tiga puluh lima) tahun,
b. Telah menyelesaikan studi pada program sarjana/sarjana terapan dan tidak berlaku bagi mereka yang telah menyelesaikan program magister baik dalam maupun luar negeri,
c. Mempunyai Letter of Acceptance (LoA) Unconditional dari Perguruan Tinggi tujuan yang ada dalam daftar LPDP.
d. Jika tidak memiliki LoA Unconditional (point c), Pendaftar wajib memiiki rata-rata IPK 3,0 pada skala 4 untuk gabungan IPK sarjana dan Profesi dokter dan memiliki dokumen resmi bukti penguasaan bahasa Inggris yang diterbitkan oleh ETS (www.ets.org) atau IELTS (www.ielts.org) yang masih berlaku:
   1. Skor minimal: TOEFL ITP® 500/iBT® 61/IELTS™ 6,0/TOEIC® 600.
   2. Butir 1) dikecualikan bagi mereka yang menyelesaikan pendidikan tinggi yang menggunakan bahasa pengantar akademik bahasa Inggris. Duplikat ijasah digunakan sebagai pengganti persyaratan TOEFL, dengan masa berlaku 2 (dua) tahun sejak ijasah diterbitkan.
e. Menulis rencana studi dan proposal bidang dokter spesialis yang akan diambil.
f. Jadwal rencana perkuliahan dimulai paling cepat 6 (enam) bulan setelah penutupan pendaftaran di setiap periode seleksi,
g. Sanggup menyelesaikan studi program pendidikan dokter spesialis sesuai masa studi yang telah ditetapkan oleh kolegium masing-masing bidang spesialis.

Pendaftaran:
Jika berminat, Anda bisa mengajukan permohonan secara online melalui laman LPDP (www.lpdp.kemenkeu.go.id). Pendaftaran dibuka setiap saat dengan proses seleksi yang dilakukan sebanyak 4 (empat) kali yaitu Maret, Juni, September, dan Desember.

Di periode ke-4 2015, pendaftaran beasiswa dibuka 28 Juli - 19 Oktober 2015. Wawancara akan dilakukan pada 9 - 30 November 2015 dan pengumuman hasil wawancara tersebut akan disampaikan pada 10 Desember 2015.

Semoga bermanfaat

Rabu, 29 Juli 2015

Birthday

Yesterday, is my birthday. Biasa saja, tak ada yang spesial. Masih dengan menjalani rutinitas sehari-hari. Tak ada yang baru, ya. Hanya beberapa ucapan selamat. Spesial dari papa dan mama, juga adik abang. Ya, hanya itu.

Akupun tak menuntut banyak. Harus ini harus itu. Toh, buat apa bahagia, umur yang sudah berangsur tua. Berarti, entah tinggal berapa lagi waktu yang tersisa di dunia. Bahagia? Mungkinkah?

Sempat termenung dengan ucapan semoga panjang umur. Panjang umur? Bagiku, itu bukanlah perkara yang kuinginkan. Aku hanya ingin, sisa umurku ini berkah, bermanfaat. Setidaknya, tidak sampai menyusahkan orang lain. Panjang umur, sehat selalu, tetap produktif, dan mandiri, tidak bergantung pada orang lain. Aamiin ya Rabb.

Menyikapi berbagai fenomenal keseharian yang terpampang nyata di mata dan benak. Bersyukur kita masih hidup, masih sehat walafiat, masih diberi kesempatan yang baik, sarana dan prasarana yang memadai, lingkungan yang mendukung, dan orang sekitar yang menaruh harapan. Cukup itu saja, syukuri. Walau banyak hal lainnya yang masih belum tercapai. But, seiring berjalannya waktu, tetaplah fokus, dengan tidak mengabaikan nikmat yang ada.

Alhasil, semoga sisa usia ini berkah. Panjang atau pendek pun dia, berkah dan bermanfaat, dan menjadi husnul khatimah kelak. Aamiin ya Allah.

Jumat, 24 Juli 2015

Death Note

Jangan biarkan kebusukan hati orang lain ikut mencampuri akal sehat dan rasionalitas anda.

Ya, siapapun pasti, saya yakin, pernah berada dalam kondisi yang menjengkelkan. Apalagi setiap tindakan yang kita lakukan, disalahkan. Padahal, itu bukan pekerjaan kita, hanya membantu saja. If you know what I mean.

Okay, sekali lagi. Jangan biarkan sekali pun hati nuranimu tercemar. Biarkan saja. Ibarat pepatah, anjing menggonggong kafilah berlalu. Dia menggonggong, lalu sajalah kita.

Hey! Sayangi hati dan rasionalitas anda. Kalau emang salah, akui. Kalau nggak, jangan pernah sedikitpun merasa sedih bahkan merasa tak berguna. Buat apa. Lagian toh, orang itu bukan apa2. Anggap saja angin lalu.

Berkali2, jika terulang lagi, daripada membuat sakit hati, lebih baik iyakan saja,  but for the action just take it slow. Biar dia bisa ngerasa, itupun kalo masih punya rasa.

Saran saya, just follow your heart. Kayak drama school 2015, who are you? Keep walking on your destination. Jangan biarkan, sekali lagi, jangan biarkan orang lain yang entah siapa, yang sama sekali tidak menguntungkan bagi anda, merusak rasionalitas anda.

Kamis, 25 Juni 2015

Cermin

Suatu ketika, saat aku masih kecil. Saat itu, ada sebuah cermin. Aku melihat kesana. Tampak bayanganku. Jelas, nyata. Kulihat lamat2. Masih jelas dalam ingatan. Pertanyaan paling aneh itu pun muncuk. Untuk pertama kalinya.

Siapa aku? Kenapa aku ada di dunia ini? Kenapa bentukku seperti ini? Kenapa aku dilahirkan sebagai manusia? Sampai kapan aku akan ada disini?

Pertanyaan itu muncul begitu saja.
Hatiku tercekat.
Aku takut. Pada diriku sendiri. Pada dia yang ada di dalam cermin.

Aku tak tahu, sama sekali.

Dan itu terasa menyesakkan hati.

Hey, kenapa aku tidak menjadi burung saja? Yang bebas terbang kemanapun dia ingin? Yang tampak tak ada beban satupun dalam hidupnya?

Kenapa pula aku tak menjadi seekor cicak di dinding?
Yang hanya menempel diam disana sembari menunggu mangsa? Hanya butuh sedikit usaha, tak perlu macam2 susahnya?

Dan pertanyaan itu tak terjawab. Aku pun melupakannya. Setiap kali melihat cermin, kuabaikan bayangan semu yang ada disana. "Ah, sudahlah. Barangkali itulah takdirku," beberapa waktu kemudian pernyataan itu terlontar begitu saja. Ya, takdir.

Berada dalam dimensi ruang dan waktu. Gerigi digital yang hilang timbul diantara kerumunan manusia.

Itulah perasaan yang muncul kali kedua saat aku sudah beranjak dewasa.

Kreativitas dan keingintahuan anak kecil yang luar biasa, menurutku. Terkadang, banyak hal yang terlupa. Padahal esensinya sungguh nyata.

Aku termangu. Pagi ini, dalam barisan shaf yang rapi, ingatan itu terlintas. Memaksaku untuk kembali. Ya, mengingat semuanya.

Setidaknya aku tak lagi lupa diri.
Setidaknya aku tak lagi mengkhianati diri.
Dan setidaknya, aku masih ingat akan tugas dan kewajibanku. Suka atau tidak suka.

Its hard. But, I will, and I should do it.

Terimakasih masa kecilku. Sepotong ingatan yang mengingatkanku akan arti hidup. Takdir manusia untuk berusaha semaksimal mungkin. Takdir manusia untuk mengemban amanah luar biasa dari-Nya. Ya, hanya manusia.

Wallahu a'lam.

Selasa, 23 Juni 2015

Healthy Idol

Idol kita siapa??

Artiskah? Penyanyikah? Bintang koreakah?

Who is your idol??
Rasulullah SAW, Insyaallah.

Okay, mengawali tulisan malam ini yang terinspirasi dari ceramah ramadhan di mesjid dekat kosan. So, daripada lupa atau dibiarkan berlama2 mencokol di dalam otak dan hilang, maka tuliskan saja.

Ikatlah ilmu dengan menuliskannya....

Jadi, Rasulullah ada suri teladan umat islam.

Laqod kaanalakum fii rasuulillahi uswatunhasanah

Banyak hal yang bisa kita teladani dari kehidupan beliau. Semua itu bermanfaat bagi kehidupan kita baik duniawi maupun ukhrawi. Segala hal yang kita lakukan rak pernah lepas dari kepentingan duniawi, pun ukhrawi, bukan?

Dalam hal ini, sang ustad mengambil fokus pada bidang kesehatan. Mengupas topik kesehatan ala Rasulullah. Bagaimana sih, pola sehat Rasulullah?

1. Rasulullah selalu sehat sepanjang usianya, hanya sakit satu kali saja. Ya, itu menandakan betapa hebatnya beliau dalam menjaga kesehatan. Jika dibandingkan dengan kita di zaman canggih saat ini, tak luput seorang pun yang hanya sakit sekali saja dalam hidupnya.

2. Rasulullah tidak pernah begadang.
Ya, begadang saat ini, mau tidak mau, suka tidak suka, terpaksa atau tidak, tetap saja bukan pola hidup yang sehat. Beliau selalu tidur cepat selepas isya. Dan bangun cepat pula. Bangun awal pagi sehat, karena udara pagi masih jernih.

3. Porsi seimbang untuk gizi tubuh, yaitu 1/3 untuk udara, 1/3 untuk air, dan 1/3 untuk makanan.

Why like that???

Ya, karena sumber dari segala sumber penyakit ada di perut. Makanan jadi sumber penyakit.

4. Jalan kaki adalah hobi Rasulullah. Meski beliau punya alat transportasi seperti unta, beliau hobi jalan. Pergi ke mesjid beliau lebih suka dengan jalan kaki. Jalan kaki membuat tubuh sehat karena juga termasuk olahraga.

Okay, sampai disini dulu pembahasan tentang pola hidup Rasulullah di bidang kesehatan. Salah satu dari kebiasaan beliau yang bisa kita jadikan teladan dan contoh. Supaya kita bisa sehat selalu.

Lebih baik preventif daripada kuratif, bukan???

Someday morning

Pagi itu mataku masih malas2an untuk bangun. Padahal, sejak jam 1 dini hari aku sudah tersentak. Jam 2, dan jam 3 tersentak lagi. Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. "Mama", pikirku dalam hati.

Tak langsung beliau melanjutkan tidurnya. Padahal, hari masih sangat pagi. Masih jam 3an. Terdengar sesuatu dari belakang dapur. Mama sibuk menyiapkan makanan untuk sahur. Seharusnya, aku membantunya. Tapi entah kenapa, aku tetap saja malas untuk bangun. Mataku masih berkedip2. Aku sudah sadar. Hanya saja, badanku sulit untuk bangun.

"Ma, maafkan aku," ungkapku beberapa saat kemudian. Baru saja aku sadar, beberapa saat. Setelah wajah tak lagi berhadapan, saat bayang tak lagi nyana. Saat tak ada lagi terdengar suara. Saat tak ada lagi hal yang bisa membuatku dekat dengannya.

Setengah 5. Beliau membangunkanku. " Sahur, bangunlah nak," kata mama. Aku menggerutu. Menyaksikan betapa malasnya diriku yg sulit untuk bangun. Entahlah. Perasaanku bercampur baur. Campur aduk. Waktu berjalan begitu cepat, sedang aku masih tetap ingin disini. Waktu sahur menandakan, aku akan segera meninggalkan tempat ini.

Dan itulah yg membuat pergerakanku melambat. Berharap sang waktu ikut melambat pula.

Nyatanya, tetaplah berjalan seperti itu juga. Tak bisa dipercepat, apalagi diperlambat.

Ah, kadang dunia begitu kejam. Tapi, kalau tidak kejam pada diri sendiri, maka bersiaplah dunia yg akan memakan.

Ba'da sahur. Subuh. Papa memberi tenggat waktu 15 menit lagi harus selesai. Siap2 berangkat.

Masih dg ogah2an. Masih ingin tetap disini... belum ingin segera pergi.

Alhasil, tibalah saat itu. Waktu beranjak pergi. Akupun harus segera pergi. Meninggalkan segalanya....

Ah. Kenapa selalu saja begini. Selalu saja. Terkadang aku kasihan pada diriku sendiri. Terlalu lemah.

But, its never mind. Selagi aku masih bisa merasakannya, selagi aku masih dapat menciumnya, selagi aku masih bisa bercerita tentangnya, ya, aku masih hidup dengan sejuta kenangan.

Kenangan yg lalu, kini, dan yang akan datang.

Setiap orang hidup dalam sejuta kenangan. Entah itu indah, entah sedih. Mungkin suatu saat, aku akan merindukannya. Sama seperti halnya aku tak ingin melepaskannya. Tapi, hidup akan terus berjalan. Tanpa henti, walau kita sudah mati.

Tinggallah perasaan. Tinggallah dalam kedamaian.

Sabtu, 20 Juni 2015

Lengang

Hey!!! Hari ini puasa yg ke 3... Yeay! Keep spirit donk. Harus tetap semangat. Aktivitas tetap sama, gak beda. Paling cuma telat masuk setengah jam dari biasa.

Lengang, bener2 lengang.
Jalanan yg biasa kutempuh sekejap lengang. Aktivitas menunggu angkot pun menjadi lengang. Waktu tunggu lama. Kalau yg kayak gini dijadiin akreditasi perangkotan kota, terang saja gak bakal mencapai target maksimal. Hmm.... yaah.

Begitulah.
Lantas, apa itu semua karena puasa?

Semua berubah karena puasa?

Yg tadinya rame sekarang jadi lengang.
Yg tadinya lengang, tambah lengang saja.
Ckckck....

But, no offense at all. Just keep positive thinking and mind.

Bisa jadi mereka sedang giat2nya beribadah

Bisa jadi mereka sedang sibuk tilawah di rumah

Bisa jadi mereka sedang melakukan hal yg gk bisa dikerjain di hari2 biasa

Ya, semoga....

Dan beberapa saat kemudian, aktivitas itu mulai menggeliat. Tampak ibu2 dan bapak2 sibuk menyusun barang dagangannya. Menggelar dengan apik. Orang2 kantoran dg pakaian khas necisnya yg berkerumun di lampu merah persimpangan. Yeah, baru saja dimulai.

Tapi tetep aja sih. Gak seramai biasanya. Hmm, nggak apalah. Setidaknya bagi orang2 introvert ini, me time nya menjadi sumber energi terbesar. Yes!

Dan yg lebih asiknya, gak ada macet. Gak ada sikut sana sikut sini. Sabar.... sabar....

Kamis, 18 Juni 2015

I Miss....

I miss that time.... Yeah!! Ketika saat itu kita kumpul bersama, tertawa bersama, senang bersama. Ketika kita bersama tak ada hal berat yg dipikirkan, kalopun ada bakal hilang sementara coz kita bersama. Saat dimana kita bisa rileks, yah, itulah dia. Miss that time.... So much....

Distorsi waktu. Dalam zigzag bayang2 kenangan. Melintas sepersekian detik. Pedih. Sedih.

Pedih karena tak ada satupun cara untuk kembali lagi kesana.

Sedih karena terpisah begitu cepat dengan bahagia, bersama.

Aku terdistorsi dalam waktu. Ruang tak memungkiri ikut mengkhianati. Tinggallah aku sendiri.

Manusia hidup dengan sejuta kenangan. Susah senang. Tetap terbayang. Yang ada, tinggallah kenangan.

Ah, aku bingung dengan topik yang ingin kupaparkan seputar rindu. Seolah2 dia terdistorsi dengan ruang dan waktu. Termakan oleh kejamnya zaman. Bingung.

Entah yg mana kenangan, entah yang mana hilang, semua saja saja!

Saat detail tak lagi teracuh, saat basic point ditinggalkan, yah, begitulah jadinya.

Pukul rata. Tinggallah dia.
Dalam kenang2 sepanjang bayang.
Rasa sepanjang loyang.

Mungkinkah, kita akan berkumpul lagi dalam kenangan indah yang kita rangkai seperti dahulu lagi???

Ataukah susah, karena hati tak terpaut lagi. Sibuk pada urusan diri sendiri???

Ah, lagi2.... Ya, begitulah adanya.
Dunia semakin tua saja. Hanya ada slogan2 meyakinkan di awal, lalu hilang tak berbekas beberapa hari kemudian.

Begitu pun semangat!!!
Tapi jangan sampai begitu. Semoga tak ada yg miss lagi.

Rabu, 17 Juni 2015

Lagi Gila Aja

Huuft..... Lagi2 laptopku rusak. Padahal lagi penting2nya nih. Banyak hal yg harus kulakukan. Lagi tengah2 ngerjain proposal pula. Huuft.... Baru aja 2 hari yg lalu beli charger baru lantaran chargernya rusak. Dan, hari ini, aku nggak bisa ngapa2in.... Proposaal, oooh,,, proposal....

Yg rusaknya kayaknya hard disknya lah... hmm... Ah, entahlah. Entah ini ujian, entah cobaan, banyak kali hal yg membuatku kesal. Dan pastinya membuat moodku terbanting, sempurna.

Ya udah sih....

Mau diapain lagi....

Sabar aja gimana.....

Hmm.... huuft....
Hanya tarikan nafas sedalam2nya yg bisa kulakukan. Ya, hanya itu. Buat melapangkan hati dan suasana. Di tengah deadline yg menggebu2, nambah2 kerjaan aja. But, I think, pasti ada sesuatu. Kenapa bisa ya? Padahal waktu lagi senggang, gak terjadi apa2. Laptop baik2 aja. Nah, pas kayak gini, kenapa harus begini?

Hmmm.....

Pasti ada hikmahnya. Setidaknya buat ngelatih kesabaran. Yaa, besok mau mulai puasa kan. Pemanasan dulu, stretching dulu....

Trus, kayaknya ini juga jadi pembelajaran buat nggak lagi nunda2 pekerjaan alias procrastination.

Bayangin aja, mau tampil presentasi esok hari, makalah pribadi malam belum juga fix. Baru dikerjain buru2 pagi hari. Katanya sih biar keluar the power of kepepet. But, segala sesuatu yg keburu, ada yg maksimal nggak??

Next, bayangin aja, kalo pagi itu mendadak mati lampu, lama. Nah, gimana donk mau ngerjainnya. Tambah deg-degan aja. Belum selesai ngerjain, ngeprint, fotocopy, dan lainnya. Tambah nyesek kan, ya.

Blom lagi kemungkinan2 gak mengenakkan yg lainnya. Huuft.... Okay. Mulai saat ini, gak boleh lagi menunda2 pekerjaan. Apalagi buru2, ya. Coz, kita gak bakalan tau apa2 aja yg bakal terjadi di masa depan. Entah itu baik, entah enggak. Ya, manusia serba terbatas.

Di sela2 waktu mapri yg gak jadi ini, mudah2an kejadian kayak gini gak kejadian lagi, ya.

Ambil hikmahnya aja.
Keep positive thinking....;)

Selasa, 16 Juni 2015

How to Master Your Heart, EdR1

How to meraih ketenangan hati....

Okay, ini adalah sedikit share dari materi yg saya dapatkan di salah satu acara. Tarhib Ramadhan. Mumpung dalam hitungan jam ke depan, kita akan memasuki hari pertama bulan Ramadhan. Yeay/!!! Gak sabar lagi.

Ya Allah.... berkahilah aku di bulan Sya'ban, dan sampaikanlah aku di bulan Ramadhan.... Aamiin....

So,how to master your heart???

Gimana sih caranya buat menguasai hati sendiri. Siapa sih yg gak mau hatinya diberikan ketenangan. Jauh dari beban pikiran?? Apalagi masalah dunia. Oh, dunia. Lagi-lagi about dunia. Ya Allah, letakkan saja dunia ini di tanganku, dalam genggamanku. Tapi jangan di hatiku. Karena dia bukanlah tempat kita sesungguhnya. Tapi kadang sukses mengalihkan dunia.

Baiklah.... first...
1. Dekat dengan Allah.
Nah, how sih cara mendekatkan diri dengan Allah? Apa udah cukup dg solat, zikir, banyak2 ibadah, dan blablabla??

Maybe, yes....
But, masih belum cukup.

Acapkali kita lihat di kehidupan nyata, banyak yg solat. Tapi banyak juga yg solatnya hanya sekedar solat. Ditunda-tunda. Padahal kita sama2 tau kan, neraka wail buat yg solat tp lalai.

So, untuk dekat dg Allah, ya kita harus mencintai-Nya. Ambil saja contoh orang yg sedang jatuh cinta. Pikirannya tak lain dan tak bukan adalah pada orang yg dicinta. Segala tindak -tanduknya, perbuatannya, pastilah dilakukan yg baik2 saja. Demi dilihat baik orang yg dicinta. Hmm... Kurang lebih begitulah.

Raihlah cinta-Nya, dengan menjalankan segala perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-Nya.

2. Belajar (tarbiyah).
Always study hard. No days without study, yeah/!!!

Yah, begitulah kehidupan. Ada2 saja hal yg baru setiap hari. Suka atau tidak suka, rela atau tidak rela. Ribuan informasi datang begitu saja, terserap oleh badan kita. Entah disadari, entah tidak. Enta: diinginkan, entah tidak. Itulah kehidupan.

Nah, mau apa dulu? Mau belajar apa? Belajar hal apapun, terutama yg bisa mendekatkan kita pada Allah SWT. Caranya? Ya, pakai saja sumber indera yg ada di tubuh kita. Mata pakai buat baca buku2 inspiratif, buku islami dan bergizi. Telinga pakai buat ngedengerin ilmu, hal2 yg bermanfaat. Tangan dan kaki pake buat praktekin alias amalin ilmu yg udah kita peroleh, dan lainnya. Pokoknya, buat belajar gak terbatas kok. Bisa dimana aja. Nggak kudu harus duduk manis lipat tangan di meja. Nggak kudu harus dengerin guru ceramah berjam2 di depan kelas. Dimanapun bisa. Nyambi jalan ke kampus, ke tempat kerja, naik angkot, kita bisa belajar. Ya, penuhi otak kita dengan keingintahuan. Alam pun banyak memberi pelajaran, kok. Siang dan malam di dalamnya terdapat banyak pelajaran bagi orang yg berpikir, hmm....

3. Menyucikan jiwa.
Gimana sih cara nyuciin jiwa? Apa perlu pake deterjen? Ah, nggak juga kok. Caranya gampang. Ya, woles aja lagi...

Mulai dari diri sendiri. Mulailah legowo memaafkan kesalahan orang lain. Sekecil apapun itu. Nah, dari sana saja sudah cukup. Iya, cukup.

Why??? Kok bisa....
Ya bisa lah. Hal yang paling sekaligus paling mudah sebenarnya, ya, memaafkan orang lain.

Kenapa mudah? Karena diucapkan atau nggak, kita bisa langsung maafin orang lain dalam hati.

Kenapa susah? Ya, meski terucap di bibir "aku memaafkanmu", but, di hati kadang tetep aja ada sesuatu yang mengganjal. Yah, gitulah manusia. Complicated...

Last, but not least, berusaha saja yang terbaik untuk menjadi yang terbaik. Semakin sulit, semakin berkah, semakin berasa nikmatnya. Hhe....

Terakhir, selamat menjalani bulan Ramadhan. Keep fighting, apapun yg terjadi semoga bulan ini lebih baik dari Ramadhan2 sebelumnya.

Aamiin Ya Rabb.... ;)

Lets Think, Friends....

Hanyalah sebuah pikiran buntu, tak menentu. Di tengah hingar bingarnya dunia, aku hanya duduk. Diam termangu. Menghitung detik demi detik yang berlalu. Menyangsikan keberadaan, tiada berasa. Menyaksikan dunia, juga dia.

Disini, hanya ada aku. Ya, aku. Kepalaku sakit, pusing. Tak tahu lagi. Entahlah. Apa yang harus kulakukan. Hanya terbiasa saja, bukan. Membiasakan dengan kondisi seperti ini.

Hey, wait.... Im not alone.. yes.... absolutely....

Ada cinta yg masih tersisa, disini.
Meraup cinta yg masih ada, besarkan, hadirkan....

Maka tak salah jika aku berdoa....

Allah.... Letakkan dunia ini cukup di tanganku, jangan di hatiku...

Setelah pencapaian yang aku targetkan terpenuhi
Setelah impian yang kutulis kucoret satu-persatu
Setelah cita tergapai....

Dan kini.....
Masih banyak saja kekurangan yg masih menggaung besar di pelupuk mata

Allah....
Jadikanlah aku makhluk yg bersyukur. Selalu....
Agar tak ada lagi kesepian jiwa yg meliputi
Agar tak ada lagi keluhan yg menyakiti
Dan....
Agar tak ada lagi jiwa-jiwa sendiri

Minggu, 14 Juni 2015

Setitik Cinta

Kata mereka sih, biasa saja. Tak ada yang spesial. Begitupun dengan kisah cinta. Kau tahu, hidup tanpa cinta, hampa rasanya. Hey, tunggu dulu. Jangan bergegas mengartikan cinta dalam wilayah sempit. Banyak indikator cinta loh. Salah satunya, ya, cinta menulis. Seperti ini....

But, ya, namanya juga belajar. Buat menulis itu rada2 sebenarnya. Rada2 sulit, rada2 mudah. Dua2nya bercampur baur. Asal hati senang saja, nulis, dan tuliskan saja.

Okay, yak. Ada sih beberapa hal yang ingin kukatakan. Intinya, do all things with love. Asalkan cinta, siapapun berani berkorban. Harta, raga, dan jiwa siap dipertaruhkan. Asal tetap logis saja sih. Kalo disuruh lompat jembatan demi dapetin mobil, masih mau?? Hmm...

Oh my.... LETS START FROM HERE.... Karena banyak hal yang berkecamuk dalam kepala. Walau amburadul, ya sudah, dituangkan saja. Daripada dia menggerogot benak. Meledak, duuaaarrr.....